Flying fish

800 tahun yang lalu, seorang legenda Seni Bela Diri mati dibunuh. Ia adalah Zhang Ruochen, putra dari Kaisar Ming. Ia mati di tangan tunangannya sendiri – Permaisuri Chi Yao. Sebagai seseorang yang telah berhasil menaklukkan seluruh kekaisaran di Daratan Kunlun, Permaisuri Chi Yao membangun Pusat Kekaisaran Pertama. Ia menjadi satu-satunya pemimpin negeri yang paling disegani. Hingga akhirnya, Ia mendapat julukan sebagai “Ratu Kemuliaan dan Moralitas.”
 
Zhang Ruochen hidup kembali setelah 800 tahun. Ia berada di dalam tubuh lelaki muda yang semasa hidupnya menderita penyakit dan tak kunjung sembuh. “Selir Lin”, begitu para Keluarga Kerajaan memanggil nama ibunya di kehidupan yang sekarang. Berbekal dendam terhadap kematian dirinya serta kasih sayang yang ia terima dari seorang Ibu. Zhang Ruochen berdiri dan menatap patung Permaisuri Chi Yao yang berada di luar Kuil Kekaisaran Kuno, seketika api dendam bergejolak di kedalaman hatinya.
 
“Ibu selalu ketakutan dan gemetar saat aku menyebut nama ‘Chi Yao’ tanpa julukan ‘Permaisuri’. Apa yang telah ia perbuat terhadap para generasi setelahnya, itu memaksaku berlatih kembali selama 13 tahun lamanya. Maka hari ini, aku berdiri di sini tidak lain adalah untuk mengirim wanita itu ke neraka!”


Kaisar Dewa

Zhang Ruochen telah terluka parah oleh serangan monster tersebut, meskipun ia sudah melepaskan Thousand Lines of Destruction.

Jadi, ia hanya sanggup berdiri setelah dibantu oleh Li Min.

Setelah mendengar perkataan Zhang Ruochen, maka semua Setengah-Biksu di Prison Guardian langsung memasang ekspresi tidak senang. Di waktu yang bersamaan, darah saintly mereka mulai berdesir, karena mereka benar-benar sedang merasa geram.

Seorang elder Setengah-Biksu – yang sedang berdiri di punggung Burung Raksasa emas setinggi tiga kaki – mulai mendengus. "Zhang Ruochen, apa kau paham bahwa dirimu baru saja ingin menyelamatkan monster yang haus darah? Kalau kita melepaskannya, maka dia dapat dengan mudah menghancurkanmu dengan satu tangan."

"Dasar bocah naif. Apa kau belum mendapatkan pelajaran dari luka-lukamu?" pria lain – yang membawa pedang besar – juga angkat bicara dari tempat yang berbeda.

Difitnah