tidak ada rasa malu sedikitpun dalam benak Sadali. kebanggaan sebagai pendekar dan kelapa desa sudah hilang dalam tangis. setelah menceritakan semua masalah beban dihatinya sudah mulai berkurang. hanya tunggu apa keputusan dari ki Ageng Gedhe.
ki Ageng Gedhe menyuruhnya agar mengisi perutnya serta memberikan jamu agar lekas sembuh. masalah ini akan dibahas besok pagi beserta para pemimpin desa lainya.
malam yang begitu sulit bagi Sadali menutup mata. memikirkan langka selanjutnya jikalau mereka tidak mau menerima penduduknya.
'Tuhan, apa yang harus aku lakukan lagi. sudah putus maluku untuk mengemis bantuan seorang musuh.' air matanya mengalir memikirkan nasib penduduk.
di ruangan lain terdengar suara orang berdebat. ki Ageng Gedhe, ki Martayudan dan ki Sugeng.
"bagaimana ki Ageng Gedhe bisa lupa kejadian diperang dulu. saat tentara prajurit kerajaan Sadali membantai penduduk desa. perempuan diperkosa dihadapan suami dan anaknya. anak dibunuh didepan orangtua! " tanya ki Sugeng yang jadi saksi hidup saat perang terjadi dan sekarang dia sebagai kepala desa. tatapan mata merah dan rasa marah menyiratkan kenangan sedih masa lalu. 'jika tahu Sadali adalah mantan senopati kerajaan musuh pasti akan kubunuh saat dia tertidur'. mendengus menahan luapan amarah.
"ki Sugeng, bukankah kita sudah berjanji memaafkan semua kisah masa lalu. kitapun sudah mulai membangun desa ini. bahkan banyak pendatang dari banyak desa korban perang. jika mereka memang niatnya jelek aku Ageng Gedhe akan bertanggungjawab. " jawab ki Ageng Gedhe dengan nada yang memenangkan. dengan ajian Swara¹.
"tapi ki... " belum selesai ki Sugeng berbicara sudah dipotong oleh ki Ageng Gedhe
"sudah saatnya kita menatap masa depan. menjadikan masa lalu sebagai pelajaran hidup. bagi kita yang tua mempersiapkan masa depan dan menjadi contoh bagi generasi muda. tanpa membedakan. asalkan punya satu tujuan yang sama untuk hidup yang lebih baik. aku yakin semua akan damai. " ki Ageng Gedhe meyakinkan semua pasti menjadi esok yang lebih baik.
ki Mertoyudan hanya diam dia tahu apa yang ada dalam benak ki Sugeng.
"ki Ageng Gedhe sudah tahu masalah apa yang dihadapi Sadali?. sampai penduduk dibantai oleh prajurit kerajaannya?" tanya ki Sugeng mulai menurunkan nada bicaranya.
'andai dulu tidak ditolong oleh ki Ageng Gedhe pasti dia dan para penduduk desanya juga akan mati.' mengingat kejadian dimasa lalu. setelah menyerang membunuh siapapun yang melawan para prajurit membakar rumah. perempuan dikumpulkan dan diperkosa dimuka umum. para lelaki diikat dan anak kecil menangis melihat ibu mereka disiksa dihadapanya. sungguh bukan kenangan yang mudah dilupakan. saat mati lebih baik. saat hati dan jiwa melolong menyerah pada takdir.
saat itulah ki Ageng Gedhe dan prajuritnya datang dan membabat semua musuh.
"ya. dan aku yakin Sadali bukan seorang pembohong". jawaban yang mantap oleh ki Ageng Gedhe.
" baiklah kalau ki Ageng Gedhe sudah memberikan jaminan atas kami". ki Sugeng menyerah. menahan amarahnya dan mencoba memaafkan semua masa lalunya.
pagi datang dengan senyuman bocah bermain kejar-kejaran. para pemuda belajar silat dari pagi sampai siang. diruangan dalam pendopo nampak wajah tegang Sadali bagaikan seorang terdakwa sedang disidang.
disana terdapat empat orang.
"nak Sadali, sesungguhnya kerajaan kita bermusuhan. apakah penduduk desamu mau menjadi masyarakat kami?". ki Sugeng tak ingin adanya masalah dikemudian hari.
" mohon maaf ki. sungguh kebahagiaan bagi kami kalaulah ki Sugeng mau menerima kami. apapun peraturan dari desa akan kami taati. " Sadali dengan tatapan pasrah cemas akan masa depan penduduknya.
"baiklah kalau begitu. akan akau kirimkan utusan untuk pendudukmu untuk tunduk dan mengikuti peraturan desaku atau pun menolak. biarkan mereka memilih tanpa dipaksakan. " ki Sugeng menatap tajam ke Sadali.
"terima kasih ki". Sadali menangis bahagia.