WebNovelJANJI55.96%

Terlalu percaya diri

"sayang, apa ada yang mengganggu mu di sekolah?" meri sangat mengerti kepribadian junior.

"tidak, hanya saja bulan depan akan ada acara perlombaan di sekolah dan murid laki-laki di haruskan berpasangan dengan ayahnya untuk bisa mengikuti lomba itu" jawab junior.

"Mmm, apa tidak bisa jika bersama ibu?"

Junior dengan cepat menggelengkan kepalanya. "ini permainan tenis dan aku harus bersama laki-laki. Ini ganda putra ibu, bukan ganda campuran" juniot menjelaskan.

"anak ibu sudah besar ternyata. Bagaimana kalau kita memanggil uncle ali untuk menemanimu?"

"itu juga bisa" junior menunduk lesu.

Meri tak ingin membahas masalah itu lagi, topik itu masih terasa sensitif di benaknya. Hal yang ia inginkan saat ini menghabiskan waktu bersama junior di pegunungan uludak.

Mereka menikmati matahari pagi kemudian membersihkan diri untuk memulai sarapan. Suasana hotel sangat sejuk walaupun bukan musim salju, di penghujung april masih tetap dingin di tambah lagi saat ini mereka berada di pegunungan.

Saat siang hari menjelang sore, meri mengajak junior memanjat tebing dengan peralatan keamanan yang sudah ia siapkan sebelumnya. Junior memiliki postur tubuh yang lumayan baik di usia yang masih sangat muda. Fisiknya kuat karena meri sudah terbiasa membawa junior saat berolahraga.

Perlahan junior mulai menaiki tebing sedikit demi sedikit, tapi saat di pertengahan kakinya menginjak batu yang licin membuatnya terpeleset. Dengan cepat, meri menangkap tubuh junior agar tak membentur dinding batu yang kasar.

"terimakasih bu" ujar junior saat berada dalam dekapan meri.

"tidak masalah. Berpegangan yang kuat. Saat meletakkan kakimu, sebelumnya kau harus mengetes pijakanmu terlebih dahulu"

"Mmm" junior bergumam menjawab petunjuk ibunya.

Saat ini, wanita yang bersamanya tidak tampak seperti ibunya yang terkesan rapuh, penuh kelembutan dan feminim. Di hadapannya adalah pelatih wanita yang tegas.

"ibu, pakaian yang ibu gunakan saat ini apa tidak menghalangi aktivitasmu?" juniot memandang pakaian meri dari atas kepala hingga kakinya.

"tidak. Pakaian ini menjaga ibu, jadi tidak mengganggu sama sekali. Hanya perlu di biasakan" jawab meri.

Mereka sudah berada di rumah saat malam hari pukul sepuluh dan segera tidur setelah membersihkan tubuh mereka dengan air hangat. Junior sudah memisahkan tempat tidur sejak ia masuk sekolah. Dia ingin mandiri dan tak ingin di ejek dengan sebutan anak mami hanya karena tidur bersama ibunya walau ia masih sangat menginginkannya.

Ke esokan harinya, junior bersiap berangkat ke sekolah bersama dengan meri karena selain mereka ibu dan anak, tempat yang mereka tuju juga sama. Setelah mengantar junior, meri menuju lembaga riset yang berada tak jauh dari fakultasnya.

Bulan mei, ege universitesi akan mengadakan festival bulan mei yang terdiri dari perlombaan di berbagai bidang. Selain itu juga terdapat pertemuan untuk presentasi karya ilmiah yang saat ini sedang di persiapkan oleh meri.

Festival bulan mei itu bukan hanya untuk kalangan mahasiswa ege universitesi tapi juga mahasiswa serta berbagai petinggi kampus yang mengikuti perlombaan. Pertandingan juga mencakup untuk para murid SD, SMP dan SMA.

Acara pertandingan inilah yang di maksud oleh junior untuk ia ikuti. Banyak cabang olahraga yang di tawarkan seperti renang, basket, catur dan yang lain tapi junior memilih tenis agar bisa berduet dengan ayahnya. Itu kemauan kecil yang seperti kode kepada meri secara tidak langsung.

Anaknya itu terlalu cerdas untuk mengatakan maksudnya secara gamblang dan meri terlalu pintar untuk menebak maksud tersembunyi. Ya, mereka memang ibu dan anak dari gen aneh yang sama.

Study meri hanya tersisa satu tahun lagi untuk ia bisa meraih gelar spesialis bedah saraf. Namun, sebelum itu dia harus mengikuti dua presentasi paper ilmiah untuk simposium kampusnya. Salah satunya yang do adakan pada mei bulan depan dan satunya lagi pada mei tahun depan.

Bukan hal sulit karena setiap tahun meri selalu berhasil mewakili jurusannya dengan lolos bersama paper ilmiah yang ia susun sendiri dengan sedikit arahan dari profesor pembimbingnya. Dia adalah mahasiswa yang rendah hati, sehingga meminta arahan kepada yang lebih berpengalaman adalah suatu keharusan baginya.

Selama sebulan meri menyusun papernya sekaligus membantu junior berlatih. Junior memilih bermain tenis untuk berduet dengan ayah angkatnya dan bermain catur secara personal. Awalnya ia tidak ingin bermain catur, namun saat berbicara dengan kakeknya di Indonesia yang memintanya mengikuti lomba catur dan juniorpun mememuhinya.

Catur adalah salah satu cabang olahraga tanpa perlu otot dan hanya perlu otak untuk menyusun strategi. Mengetahui ibunya adalah yang terpintar mengatur strategi setelah rafa, junior meminta ibunya itu yang melatihnya dan mengajarinya beberapa trik.

Sebagai ibu yang baik, meri selalu menempatkan waktu untuk mengajar putranya itu. Tidak semua pelajaran dapat ia ajarkan karena junior memiliki kegemaran yang sama yaitu membaca. Mereka sama-sama lebih suka belajar melalui membaca dan menganalisa sendiri dari pada mendengarkan. Tapi terdapat perbedaan pada lomba catur.

Selain memikirkan langkah dan strategimu, hal yang tak kalah penting adalah memprediksi gerakan lawan dan menjadikan strateginya sendiri sebagai cebakan untuk masuk ke strategi yang ia susun.

Saat hati itu tiba, meri berdiri sebagai penonton untuk menyemangati putranya di arena tenis bersama dengan Ali. Jadwal presentasi papernya akan di lakukan besok, karena itu ia masih memiliki waktu untuk menyaksikan pertandingan putranya dan akan belajar pada malam hari untuk mempermantap materinya.

"Dokter ana" panggil seorang pria dengan kaca mata berbingkai perak.

Meri memalingkan pandangannya memastikan bahwa yang di panggil adalah dirinya. Dia memang telah merubah nama panggilannya dengan ana agar tak gampang di identifikasi. Begitu pula dengan junior, ia pun di panggil dengan nama tengahnya. Hanya di rumah mereka masih menggunakan nama panggilan lama mereka.

"ah benar itu kau" seorang pria bertubuh proporsional berdiri di hadapannya dengan senyum indah tersimpul.

"apa kau mengenalku?" meri sedikit bingung karena merasa tidak pernah melihat pria itu sebelumnya.

"belum. Aku baru akan berkenalan. Aku Fuad, anak profesor anwar"

"oh, maaf aku tidak mengenalimu. Profesor sudah mengatakan tentangmu, aku meriana panggil saja ana. Silahkan duduk" meri menggeser duduknya agar memberi ruang untuk fuad karena penonton di belakang akan terganggu jika ia berdiri terus menerus.

Mereka duduk bersama menyaksikan perlombaan yang sudah berlangsung. Meri tidak suka berteriak untuk menyemangati putranya atau bersorak saat putranya mendapatkan poin. Penampilannya sangat anggun hingga kehadirannya saja sudah cukup memberi semangat kepada putranya itu.

"aku tidak menduga dokter ana menyukai menonton pertandingan tenis" ujar fuad di sela nonton mereka.

"anakku yang bertanding hari ini. Tentu saja aku harus datang, setidaknya selama aku masih ada waktu" jawab meri.

"oh, aku juga baru tahu kalau dokter ana sudah memiliki putra, maaf tapi aku tidak pernah melihat suamimu"

"dokter fuad tidak melihatnya bukan berarti dia tidak ada" balas meri tajam. "bagaimana dengamu, apa menonton lomba tenis kegemaranmu juga?" meri sedikit tahu bahwa putra profesor pembimbingnya sangat mencintai olahraga.

Saat bimbingan sesekali profesor anwar akan bercerita mengenai putranya yang baru saja lulus meraih gelas spesialis jantung. Dia menceritakan hobby putranya berolahraga mulai dari berenang, berselancar, panjat tebing hingga mendaki gunung.

"lawan putramu saat ini adalah keponakanku"

"ah, kalau begitu kita bersaing hari ini. Aku berharap keponakanmu mengalah demi putraku" ujar meri "tunggu dulu. Apa itu artinya pria di sampingnya adalah kakakmu?"

"Mmm, dia kakakku. Dia sangat berbakat dalam bidang tenis. Putramu sepertinya bermain dengan baik, tapi suamimu tidak" jawab fuad.

Meri mengerutkan dahinya dan menahan tawanya "dokter fuad, yang bersama putraku itu bukan suamiku. Itu ayah angkatnya"

Fuad tersenyum malu karena ucapannya yang menebak dengan salah, tapi ia juga senang mendengar yang bersama anak meri bukanlah suaminya. Jika ayahnya tidak datang dan meri juga tidak pernah muncul bersama seorang pria sekalipun maka itu artinya hubungan suami istri itu sedang kacau. Itulah yang ada di benak fuad.

Setelah kecanggungan itu, mereka hanya diam dan fokus menyaksikan perlombaan. Itu berlangsung cukup sengit dan mendebarkan dimana selisih poin hanya satu dan saling berkejaran hingga pertandingan selesai.

Meri menemui junior yang sudah menyelesaikan pertandingan pertamanya dan tak lupa menyapa anak sulung profesornya.

"anda tadi bermain hebat. Terimakasih sudah mengalah" ujar meri dengan nada gembira.

"putramu yang bermain dengan baik. Dia cukup memahami bahwa putraku lemah dalam pertandingan ini, jadi dia selalu menyasarkan semua bolanya kepada putraku" jawab dokter imran.

"maaf karena putraku menyulitkan putramu" meri berusaha merendah "dan kau anak manis, bertemanlah dengan putraku di luar. Persaingan hanya cukup di arena" nasehat meri kepada putra dokter imran.

"presentasi papermu besok, kita akan bertemu di auditorium. Jadi persiapkan dirimu"

"tentu"

Junior kembali memeluk meri saat saingannya itu sudah pergi jauh dan hilang dalam keramaian. Junior masih harus mengikuti lomba catur jadi setelah menemaninya berganti pakaian olahraga dengan seragam sekolah, meri mengantarnya ke tempat lomba catur dan kembali menjadi penonton.

Perlombaan catur harus steril dari manusia lain yang mungkin akan berbisik riuh mengenai strategi atau langkah masing-masing. Karena itu, kedua peserta menggunakan penutup telinga dan penonton hanya bisa menonton dari jarak jauh dengan layar LCD besar yang menayangkan papan catur dan langkah mereka.

Dengan santai, meri melihat aksi putranya yang tampa ampun menghajar lawannya. Tak butuh waktu lama junior sudah memenangkan babak pertama. Bahkan karena terlalu singkat, para penonton berpikir mereka hanya menyaksikan anak kecil yang bermain sembarangan asal melangkah dan junior orang yang beruntung untuk menang.

Hal yang tidak mereka ketahui, lawan junior sendiri hampir menangis karena semua langkah dan strateginya seakan terbaca hingga ia merasa kewalahan dan terintimidasi. Babak penyisihan itu berlangsung singkat dan di menangkan oleh junior.

Babak kedua di lanjutkan pada siang hari setelah azan zuhur. Meri membawa junior ke restoran untuk makan, tapi karena tempat itu sudah penuh oleh para mahasiswa serta orang tua yang juga menonton pertandingan anaknya, meri membawa junior ke McDonals yang berada di depan kampus berjarak sekitar 500 meter dari pintu keluar.

Awalnya mereka akan makan di cafetaria kampus, tapi melihat restoran di luar kampus bahkan penuh maka cafetaria kampus sudah pasti penuh lebih awal. Mereka akhirnya makan dengan nyaman setelah berhasil mendapatkan tempat duduk kosong di pojok ruangan.

"ibu, bagaimana pertandingan caturku tadi?" tanya junoor meminta penilaian ibunya.

"cukup bagus" jawab meri singkat.

"cukup? Kenapa aku merasa kata itu jauh dari kata menuaskan" ujar junior merasa ibunya tidak merasa puas dengan permainannya tadi.

"junior, cukup bagus itu agar kau tidak sombong dan ceroboh saat bertanding nanti. Seharusnya kecepatan yang kau miliki tadi hanya kau tunjukkan di babak ke dua" nasehat meri.

"kenapa?"

"sayang dengarkan ibu. Strategi mu tadi akan menyulitkanmu di final karena lawanmu sudah lebih banyak mengetahui pola pikirmu. Memberi kesempatan kepada lawan untuk mengetahui pikiranmu adalah kesalahan terbesar kecuali jika kau memang bermaksud mengecohnya" meri berusaha menjelaskan maksudnya.

"lalu aku harus apa?"

"babak satu hanya penyisihan, di babak dua masih ada empat pasangan, semi final menyisakan dua pasangan dan terakhir final hanya tersisa satu pasangan. Di babak satu tadi harusnya kau bermain santai. Ibu tahu lawanmu tadi terlalu lemah, tapi setidaknya kau harus berpura-pura kesulitan agar lawanmu di babak selanjutnya meremehkan mu dan kau bisa mengambil keuntungan dari hal itu"

"baiklah aku mengerti"

"apa yang bisa junior ambil dari perkataan ibu?" tanya meri memastikan.

"terlalu percaya diri akan membuat seseorang lemah terhadap lawan"

"anak pintar"

Junior menangkap maksud dari ibunya bahwa kepercayaan dirinya di awal berdampak buruk padanya di babak selanjutnya. Dan di babak selanjutnya dia akan membuat lawannya di babak semi final merasa percaya diri berlebih hingga dia akan bersikap acuh dengan langkahnya. Beruntung di babak penyisihan lawannya terlihat sangat lemah sehingga lawan selanjutnya akan merasa kemenangannya adalah suatu hal yang wajar.