Sheril,,,,, Sheril,,,,,, mau pergi kemana kamu?????" Ibu Devi berjalan cepat mmengikuti langkah Sheril yang berjalan menuju keluar tanpa membawa map yang sudah ia siapkan.
Sheril tidak memperdulikan seruan Ibu Devi dan teru berjalan, sampai di garasi ia mendapati adik dari Dipo yang baru saja datang ke rumah itu.
"Ka Sheril????" Deby terkejut melihat kakak iparny ke luar dari rumah dengan wajah penuh dengan air mata dan memuk sebuah foto di dadanya sambil sedikit berlari.
"Kak Sheril ada apa? Kakak kenapa?" Deby seperti tidak mengetahui apa yang tegah terjadi di sana dan menanyakan dengan polos kepada Sheril. Namun Sheril tidak memperdulikan sapaan adik iparnya itu yang terus bertanya sambil menggendong bayi kecil di tangannya.
"Sheril...!!!! tunggu mamah, kamu tidak bisa pergi begitu saja, ini belum selesai" tak berapa lama, Ibu Devi berlari dari dalam rumah dan memanggil-manggil Sheril yang tengah memarkirkan mobilnya, berusaha segera keluar dari rumah itu.
"Mah,, apa yang mamah sedang lakukan? Ada apa dengan Kak Sheril mah??? Kenapa dia begitu sedih dan seperti tengah di penuhi amarah yang sangat kuat?" melihat mobil Sheril keluar dari pintu gerbang mereka, Deby segera mengajukan banyak pertanyaan kepada ibunya itu.
"Sudahlah, kamu lebih baik cepat masuk, anakmu kepanasan itu, mamah akan mengejar Sheril". Ibu Devi tidak menjawab pertanyaan Deby, putrinya, dan malah berlalu ke salah satu mobil mewah yang terparkir di garasi, bermaksud untuk segera menyusul Sheril.
Namun kemudian suara salah satu asisten rumah tangga dari dalam rumah menghentkan langkahnya. "Ibu,,, ini ada telepon dari bapak" kemudian ia segera meraih pesawat telepon itu dan berbicara dengan serius.
Sheril menangis sambil terus berusaha fokus melihat jalanan, ia tidak tahu harus melakukan apa, semua yang terjadi saat itu begitu tiba-tiba dan ia tidak menyangka sama sekali dengan semua yang tengah menimpa kehiduan rumah tangganya dengan Dipo.
"Kenapa kamu tega sama aku Dipo??? Apa sebenarnya kesalahanku selama ini sampai kamu menikahi wanita lain???? Aku sangat mencintai kamu, aku selalu sabar dengan semua sikap kasar dan dinginmu kepadaku, kenapa kamu begitu tega melukai hati aku?" Sheril bertarung sendiri dengan kesedihannya, semua pertanyaan itu di tujuan pada orang yang sudah jelas tidak ada bersamanya.
Sheril memilih untuk tidak pulang ke rumah, ia menuju tempat tenang, sebuah danau di tengah perumahan tempat ia tinggal, dia menghentikan mobilnya dan mencari-cari ponsel di dalam tasnya.
Namun setelah ia terus mencari keberadaan ponselnya yang tidak juga di temukan di dalam tasnya, ia menjadi sangat kesal "kenapa semua hal menjadi sangat menyebalkan di saat situasiku seperti ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" dia kemudian turun dari mobil dan berjalan mendekati danau setelah menyerah dengan ponsel, yang mungkin tertinggal di rumah ibu mertuanya.
Semua bayangan indah yang pernah ia lewati bersama Dipo begitu saja terbayang di kepalanya, Sheril sempat tersenyum sejenak walaupun air mata masih saja terus mengalir di pipinya, hingga saat semua bayangan itu berubah menjadi masa-masa dimana perdebatan demi perdebatan dirinya dengan Dipo, senyum itupun kemudian hilang, dan kaki Sheril seperti tidak lagi mampu menahan beban tubuh mungilnya, ia jatuh ke hamparan rumput tepat di pinggir danau yang sangat tenang.
"Ya Allah, apa yang kamu lakukan padaku? apa salahku? aku selalu mengikuti semua perintahmu, tapi kenapa aku diberikan ujian yang begitu berat, kau mau mengambil suamiku dariku? Dan menyerahkannya pada wanita lain? Apa dia jauh lebih pantas untuk suamiku dibandingkan diriku? Apa dia jauh lebih baik dariku? Apa benar Dipo akan lebih bahagia dengan wanita itu?" sejenak semua amarah Sheril menjadi sedikit menurun dan mulai memikirkan kebaikan untuk suami yang ia cintai.
"Jika memang ini terbaik untuk Dipo, buatlah ini tidak terlalu menyakitkan bagiku, kuatkan hatiku, kuatkan aku agar bisa melepaskannya dan membiarkan dia pergi dengan wanita yang kini telah mengandung anaknya, tapi aku mohon, pastikan kebahagiaan akan menjadi miliknya mulai sekarang, mulai di saat aku pergi darinya!!!" Air mata tak bisa lagi tertahan, semakin deras dan deras, Sheril merunduk dan bersujud beralaskan rumput basah yang menopang semua tubuhnya beserta semua kesedihannya saat itu.
Dalam perjalanan pulang, saat itu sudah malam dan Sheril masih belum bisa berkomunikasi dengan Dipo karena ponselnya tertinggal di rumah ibu mertuanya, tiba di depan rumah, segera ia membuka pagar rumah dan memasukan mobilnya ke garasi.
Tubuhnya lemas, tidak ada tenaga dalam setip langkahnya memasuki rumah itu. "dia belum pulang" setelah melihat sekeliling isi rumah, Sheril menyadari bahwa Dipo tidak ada disana.
Kemudian mendekat ke dinding yang terdapat banyak foto dirinya dengan Dipo, senyum penu luka terlihat di ujung bibirnya saat melihat satu persatu foto yang penuh kenangan dengan Dipo, kemudian dia mengambil satu foto dari dinding dan membawanya ke kamar.
"aku hanya akan membawa satu ini saja" foto Dipo yang sedang duduk di kursi saat mereka berdua masih merupakan mahasiswa, Dipo tersenyum manis di foto itu, ia seperti tidak memiliki beban apapun.
"Apa aku yang merampas senyum ini darimu? Kenapa aku belum pernah melihat senyum ini lagi dari bibirmu setelah kita menikah?" Sheril berbicara sendiri dengan foto Dipo yang terus ia usap. Sheril mulai menyalahkan dirinya sendiri atas ketidak bahagiaan Dipo selama ini, seperti yang dikatakan oleh ibu mertuanya.
Kemudian Sheril tertidur sambil terus memeluk foto Dipo di dadanya, hingga pagi tiba, sekitar pukul 6 pagi, ia masih belum bangun karena rasa lelah bergadang semalaman, merenungi semua yang telah ia lewati sehingga tragedi pahit ini menimpanya.
Seseorang berjalan dari luar kamar dan masuk ke sana mendekati Sheril yang masih pulas tidur, terlihat olehnya sebuah foto lengkap dengan bingkainya terus Sheril peluk dalam baringannya.
Perlahan tangannya meraih foto itu, berniat untuk menyimpannya karena sangat terlihat tidak nyaman ketika Sheril tidur dengan foto sebesar itu di pelukannya. Namun kemudian Sheril dengan sigap bangun dan menahan foto itu dengan kuat di tangannya.
"Jangan.....!!!!!!" Sheril teriak sejadinya saat terkejut dengan seseorang yang akan mengambil foto Dipo darinya.
"Dipo...??????" Sheril kemudian sadar bahwa yang ada di hadapannya adalah Dipo, suaminya. Reflek Sheril langsung memeluk suamiya itu, ia tidak melepaskannya untuk beberapa saat, dan Dipopun tidak menolak saat Sheril memeluknya dengan erat, ia hanya diam dan membelai rambut Sheril yang sedikit berantakan.
Namun hingga tiba saat Sheril menyadari apa yang tengah ia lakukan, segera ia melepaskan pelukannya dan mundur beberapa langkah dari posisinya saat itu.
"Ah,, ah,,, Maafkan aku !!!!" Sheril menunduk dan merapihkan rambutnya sambil sedikit terbata meminta maaf pada Dipo. "Kenapa kamu minta maaf? Kamu tidak perlu melakukan itu, aku suamimu" Dipo kemudian mendekat ke arah Sheril dan meraih tangannya yang gemetar.
"Tidak, jangan sentuh aku, jangan pegang tanganku" terbersit saat itu di pikiran Sheril, ketika Dipo yang notabene suaminya tegah bersama wanita lain, berduaan dan pasti juga tidur bersama sehingga mereka kini memiliki bayi yang tengah di kandung, sentuhan Dipo pada Sheril terbayang seperti Dipo sedang menyentuh gadis lain di pikirannya saat itu, sehingga membuat Sheril jijik dengan semua kontak fisik yang terjadi antara dirinya dan Dipo, bahkan hanya membayangkannya saja Sheril seperti ingin membenturkan kepalanya sehingga ia bisa kehilangan kesadaran.
"Sheril dengarkan aku !!!" Sheril terus mundur dan menjauh dari Dipo. "Berhenti Dip, jangan mendekat lagi atau aku akan teriak, aku mohon, kita bsa berbicara seperti ini saja" Sheril seperti langsung di kungkung oleh rasa traumatik yang kuat dalam dirinya dengan semua kejadian yang menimpa rumah tangganya secara tiba-tiba itu.
"Oke baiklah,,,, tapi aku mohon, dengarkan aku!!!!!" Dipo kemudian mengikuti permintaan Sheril dan mencoba mengerti situasi istrinya saat itu. Dipo telah tahu yang terjadi kemarin, tentang ulah ibunya yang memberitahu soal dirinya kepada Sheril.