Api Unggun (3)

Rama, Ade dan yang lainnya menahan nafas ketika melihat Putra dan Ditya berada di tengah lapangan.

"Sumpah aku nggak mau dengar Ditya nyanyi." kata Rama sambil menutup telinganya.

"Kenapa jadi aku yang gugup, ya?" tanya Ade pada dirinya sendiri.

Ketika Putra memberikan kode pada Ditya, dia menarik nafas dalam-dalam lalu mengangguk sebagai tanda bahwa dia telah siap.

"Saying 'I love you'

Is not the words

I want to hear from you . . ." Ditya menyanyikan bait pertama.

Ade dan beberapa anak Musik lainnya kaget mendengar suara Ditya.

"Kok beda, sih?" tanya Ade.

"Itu beneran Ditya yang nyanyi?" tanya Rama kaget sambil melepas telinganya dan melihat dengan seksama ke tengah lapangan untuk memastikan siapa yang sedang bernyanyi.

"It's not that I want you

Not to say, but if you only knew

How easy it would be to show me how you feel

More than words

Is all you have to do

To make it real

Then you wouldn't have to say

That you love me

'Cause I'd already know. . ."

Putra sendiri merasa terkejut dengan apa yang dia dengar. Suara Ditya yang sekarang benar-benar berbeda dengan saat mereka latihan. Suaranya begitu merdu, tidak ada lagi nada yang lari-larian dan false. Ditya bisa mengikuti ritme dan alunan gitar dengan sangat baik.

"What would you do

If my heart was torn in two?

More than words to show you feel

That your love for me is real

What would you say

If I took those words away?

Then you couldn't make things new

Just by saying 'I love you' . . ."

Randy pun terpana melihat penampilan Ditya. Ini adalah pertama kalinya dia menyaksikan penampilan Ditya. Ditya terlihat begitu mempesona. Dia mampu menghayati setiap bait dalam lagu tersebut seolah-olah dia sedang merasakan hal yang sama dengan apa yang tertuang dalam lagu itu. Semua orang ikut bersenandung bersamanya. Mereka terlihat menikmati penampilan Ditya dan Putra.

"It's more than words

It's more than what you say

It's the things you do

Oh yeah . . .

It's more than words

It's more than what you say

It's the things you do

Oh yeah . . ."

"Now that I've tried to

Talk to you and make you understand

All you have to do

Is close your eyes

And just reach out your hands

And touch me

Hold me close don't ever let me go

More than words

Is all I ever needed you to show

Then you wouldn't have to say

That you love me

'Cause I'd already know

What would you do

If my heart was torn in two?

More than words to show you feel

That your love for me is real

What would you say

If I took those words away?

Then you couldn't make things new

Just by saying I love you . . ." Ditya mengakhiri lagu sambil menoleh dan tersenyum ke arah Putra.

Semua orang bertepuk tangan dan bersorak riang. Bahkan Rama dan Ade sampai melompat-lompat dan berteriak.

"Good job, Ditya!" teriak Rama.

Putra berdiri dari kursinya dan mengulurkan tangannya kepada Ditya. Ditya ragu-ragu untuk menyambut tangan itu. Setelah Putra memberi kode, baru dia memegang tangan Putra dan bangkit dari tempat duduknya. Mereka berdua tersenyum dan membungkuk kepada para penonton.

Putra lalu menarik tangan Ditya dan mengajaknya kembali ke tempat mereka. Namun, Ditya melepaskan tangan Putra.

"Ada apa?" tanya Putra bingung.

"Aku bisa jalan sendiri." jawab Ditya dingin lalu pergi terlebih dahulu meninggalkan Putra.

Putra tersenyum pahit melihat Ditya meninggalkannya. "Sampai kapan kamu akan menolakku, Ditya . . ." ucapnya pelan pada dirinya sendiri sambil menyusul Ditya.

"Ditya . . ." sambut Yuni dan yang lainnya.

"Dit, suara kamu ternyata bagus banget ya." puji Niar.

"Iya. Ini pertama kalinya aku mendengar kamu bernyanyi." kata Triana.

"Terimakasih ya, teman-teman." kata Ditya.

Tiba-tiba, Putra yang sudah ada di dekatnya, berkata dengan nada kesal, "Hei, Ditya!"

Ditya menoleh ke arah Putra.

"Kemana suara kamu tadi saat latihan? Apa kamu nggak tahu betapa takutnya aku tadi?" omel Putra.

"Iya, Dit. Kamu benar-benar udah membuat aku hampir mati berdiri." kata Rama.

"Pilihan Putra memang T.O.P." kata Dewa.

"Ssssttt.." kata Putra kepada Rama dan Dewa menyuruh mereka berhenti bicara. "Aku belum selesai bicara sama dia." katanya sambil menatap ke arah Ditya.

"Apa kamu puas setelah mempermainkan aku seperti tadi?" tanya Putra.

"Apa? Siapa yang mempermainkan siapa?" tanya Ditya tidak percaya. "Bukankah selama ini kakak yang selalu mempermainkan aku? Kakak yang selalu dengan seenaknya memutuskan segala sesuatu tanpa meminta pendapat orang lain bahkan orang yang bersangkutan. Apa kakak selalu seperti ini? Menganggap bahwa kakak adalah yang paling hebat disini yang bisa memutuskan segala sesuatunya tanpa berpikir panjang! Apakah nggak ada satupun diantara teman-teman kakak yang memberitahu betapa menyebalkannya kak Putra?" balas Ditya dalam satu nafas. "Atau kalian terlalu takut untuk jujur kepadanya?" tanya Ditya sambil menunjuk ke arah mereka.

"Kamu . . ." Putra seperti ingin mengatakan sesuatu tapi sepertinya dia bahkan tidak tahu harus berkata apa. Ade, Rama dan semua yang ada disana terkejut melihat reaksi Ditya. Beberapa bahkan ada yang tertawa pelan.

Putra yang tadinya ingin mengerjai Ditya dengan berpura-pura marah justru mendapatkan serangan balik dari Ditya sebelum dia bisa melancarkan aksinya.

"Kak Putra bahkan belum pernah mendengarku bernyanyi bagaimana bisa membuat keputusan seperti itu? Bagaimana kalau ternyata penampilanku benar-benar jelek?"

"Lalu kenapa kamu nggak menunjukkan suara asli kamu saat latihan tadi? Kenapa kamu harus berpura-pura?" tanya Putra tidak mau mengalah.

"Saat latihan, aku hanya berharap kalian akan mengubah keputusan kalian untuk menggantikan aku dengan orang lain. Karena aku benar-benar nggak mau tampil." jawab Ditya masih dengan nada yang sama. "Dan untuk memberi kakak sebuah pelajaran supaya di kemudian hari kakak nggak bersikap seenaknya seperti tadi." sambung Ditya kesal.

Tepat ketika Putra ingin membalas perkataan Ditya, Randy datang menghampiri mereka, "Putra . . . Ditya . . ."