Siang ini langit seperti tak bersahabat di saat Manda tengah berdiri menunggu datangnya bis di halte
Seandainya si putih -mobilnya tidak mogok lagi, dirinya mungkin tak akan punya perasaan tidak tenang melihat langit yang sudah mendung itu.
"Manda"
Dilihatnya seorang laki-laki memanggil namanya hendak turun dari atas motor.
"Marchel?"
Manda terkejut tatkala melihat siapa laki-laki yang menghampirinya.
"Lo lagi nunggu bis? Mobil lo kemana emangnya?"
"Biasa.... mobil tua. penyakitnya ya mogok. By the way, lo sendiri belum pulang?"
Marchel mengangguk kemudian.
"Ini juga mau pulang. Kebetulan saja gue liat lo. Mau bareng gue? sepertinya bis nya telat. Lo lihat, langit juga sudah mendung, sebentar lagi pasti turun hujan."
Manda tampak berpikir sesaat, sebelum akhirnya ..-
"Boleh."
Berbeda hal nya dengan Anna yang saat ini tengah menunggu kekasihnya itu rapat organisasi.
Gadis itu terdiam seraya duduk menatap langit-langit yang mulai gelap. Dengan seraut wajah yang sendu, entah kenapa suasana ini membuat dia sedikit mengingat akan masa lalu. Di mana masa-masa kelam itu terjadi dalam hidupnya.
Anna memejam erat matanya, saat itulah ia bisa merasakan getaran di hati, lebih tepatnya perasaan takut.
Takut akan kehilangan dan takut akan kesepian.
"Anna."
Anna membuka mata, dan menoleh tatkala seseorang memanggil namanya, dilihatnya Leo yang saat ini tengah berdiri menatap aneh dirinya.
"Lo kenapa?"
Anna sadar, seharusnya ia tidak mengingat itu semua. Bagaimana pun ia harus bisa mengotrol dirinya sendiri.
"Gue gak apa-apa. Lo belum pulang?"
Entah kenapa Leo merasa Anna menyembunyikan sesuatu. Tapi pada akhirnya laki-laki itu pun memilih untuk tidak bertanya lagi.
"Gue, belum saja."
Katanya seraya duduk di kursi panjang yang gadis itu tempati. Sementara Anna mengerutkan dahinya mendengar ucapan Leo.
"Lo sendiri?"
Anna mengangkat kedua bahunya.
"Biasa, gue nunggu Revan. Eh, yang kemarin itu sekali lagi makasih ya. Sebagai gantinya kapan-kapan lo juga gue teraktir deh."
Leo merasakan sesak di dadanya setiap mendengar nama laki-laki itu dari mulut Anna. Tapi siapalah dia, gadis itu juga tidak akan pernah sekalipun melihat dirinya.
Leo pun tersenyum kecil.
"Oke, Gue tunggu teraktiran dari lo. Asal sering-sering saja ya. Sampe apa?"
"Apa?
Anna menautkan kedua alisnya bingung.
"Sampe lo bangkrut!"
Kata Leo dengan lugas, membuat Anna tertawa kemudian.
Tanpa mereka sadari Revan yang sudah menyelesaikan rapatnya melihat itu semua, begitu pun dengan Sisil yang ada di sebelahnya. Gadis itu tersenyum sinis melihat reaksi Revan yang memandang tajam kedua orang yang tengah mengobrol itu, entah apa yang mereka obrolkan hingga di mana obrolan itu berakhir dengan tawa keduanya.
Revan pun melanjutkan langkahnya mendekati Anna dan Leo yang masih saja asyik dengan dunianya, begitu juga Sisil yang mengekori laki-laki itu.
"Sepetinya kalian sedang asyik. Apa gue ganggu?"
Seketika Anna dan Leo pun menoleh pada sumber suara. Anna bangkit dari duduknya begitu tahu suara siapa itu, ia pun melangkahkan kakinya menghampiri Revan tanpa peduli akan reaksi Leo yang sakit melihatnya.
"Baby"
Sapa Anna dengan senyum manis, walau akhirnya senyum itu hilang setelah melihat Sisil -musuh bubuyutanya.
"Kita pulang."
Ucap Revan dingin, seraya melangkahkan kakinya pergi tanpa memberikan waktu pada mereka untuk sekedar basa-basi.
"Tunggu, Van!"
Anna pun berlari mengejar kekasihnya yang sudah meninggalkannya. Menyisakan Leo dan Sisil yang sadari tadi memperhatikan kedua pasangan itu. Leo dengan segala kerutan di dahinya seakan kata-kata bermunculan di pikirnnya, sementara Sisil dengan senyum sinisnya yang masih ia pertahankan.
***
Revan memberhentikan motornya tepat di rumah Anna, saat itu pula Anna turun dari motornya.
"Terima kasih."
Lelaki itu hanya menjawab dengan anggukan, tidak lama ia kembali melajukan motornya tanpa ingin mendengar kata apapun lagi dari gadis itu.
Sedangkan Anna yang melihat itu menatap sedih kepergiaannya. Dalam hati ia bertanya, ada dengan kekasihnya itu?
Anna menghela nafasnya lelah, lalu gadis itu pun melangkahkan kakinya menuju rumah.
"Kau sudah pulang, honey? Oh God, i miss you so much. Kamu juga rindu mama bukan? Lihat ini, mama bawa oleh-oleh banyak buat kamu."
Aleena datang menghampiri seraya memeluk singkat Anna setiba ia memasuki rumahnya. Tak lupa dengan semangatnya ia juga memperlihatkan barang-barang branded sebagai buah tangan untuk putrinya itu.
Sementara Anna hanya diam melihat datar sang mama, tanpa senang sedikitpun dengan apa yang Aleena tunjukan padanya.
Demi Tuhan, ia tidak butuh itu semua.
"Hy, are you oke?"
Aleena sedikit khawatir karena sadari tadi putrinya itu hanya diam saja.
"I'am.... the not."
Setelah berkata itu, Anna pergi melangkahkan kakinya menaiki tangga. Tidak peduli panggilan Aleena yang terus memanggil namanya.
Anna menutup pelan pintu kamarnya, membenturkan sedikit kepalanya. Ada apa dengan hari ini? ia merasa tidak semangat. Apa ini karna Revan yang terlihat berbeda atau karna Aleena yang muncul tanpa rasa salah sedikitpun.
Sekali lagi, gadis itu menghela nafasnya.
.
.
Di lain tempat, Revan menghentikan kembali motornya tepat di taman dekat danau yang tidak jauh dari komplek Anna.
Sejenak ia ingin merenungkan apa yang terjadi pada dirinya. Entah apa yang ia rasakan, ia juga tidak tahu. Dia merasa terlalu jauh melangkah, mendadak ia takut dengan semua hal yang sudah ia jalani itu.
Revan pun memejam erat matanya, hingga mata tajam itu terbuka kembali.
Dalam hati ia merasakan perasaan panas di hatinya tatkala melihat keintiman Anna dan laki-laki itu. Ia tidak suka dan ia benci mengakui itu.
Andai saja ia tidak mendengarkan perkataan Dimas kala itu, apakah cerita ini akan tetap sama? dia juga tidak tahu.
Dia merasa lemah, dia merasa tidak berdaya.
Revan pun menghela nafas gusar. Mungkin dirinya hanya perlu sedikit bersabar untuk menghadapi semua. Sebisa mungkin mengontrol hatinya itu untuk tidak semakin jauh melangkah, hingga akhirnya ia harus mengkhianati seseorang yang sudah lebih dulu singgah di hatinya.
Ya, itu tidak boleh terjadi.
***
Hujan ini membasahi bumi, menebarkan aroma tanah yang menggoda. Membasahi tiap pucuk kehidupan yang bermakna, dan membiarkan mengalirnya kata yang tertahan.
Dan tak kuasa, hari ini terbantahkan dalam laga dan membentuk sejumput makna dalam butiran rasa mengandung buih keserakahan hati.
Terdampar dalam tepi yang teduh seraya menjembatani raut temaram kalbu di antara senja dan rintik hujan
kian merambah dan kian deras.
.
.
.
Dengan sendu di balik jendela kamarnya, Anna menatap langit yang menjatuhkan gemercik air dengan cepatnya.
Sesekali gadis itu melihat ponsel yang ada di tangannya, menunggu kabar seseorang yang nan jauh di sana.
Sudah tiga jam berlalu, tapi kekasihnya itu tak kunjung membalas pesannya.
Anna semakin yakin, ada yang salah dengan laki-lakinya itu. Mengingat sikapnya yang tidak sedingin biasanya.
Revano❤
15:35
sudah sampe ?
Anna kembali menghela nafas melihat pesan yang ia kirim sebelumnya kepada Revan. Mungkin alangkah baiknya jika ia menelepon saja, tapi ia merasa sangsi untuk itu.
Ting
Suara detingan pesan berbunyi. Dengan cepat Anna pun melihat kembali layar ponselnya.
sdh 18:40
Anna bernafas lega, senyuman tercetak di bibirnya tatkala melihat isi pesan itu. Walaupun singkat, itu tidak jadi masalah. Karna toh memang seperti itulah Revan.
read.... kamu ada masalah?
Anna tersenyum senang karna ternyata laki-laki itu langsung membaca pesannya. Tapi itu tak berlangsung lama, karna nyatanya setelah lima menit Revan tidak membalas pesan itu. Anna tidak ingin putus asa, ia pun mencoba menggerakan kembali jarinya untuk mengetik sesuatu.
read.. Baby
read.. Hanny
read.. Banny
read.. Kamu lagi apa sih? sibuk banget kayaknya ampe ampe di read doang 😔
read.. Revan 😢
read.. Kamu kenapa sih😭
Anna menghela nafas panjang, merasakan perih di tenggorokannya. Gadis itu menatap sendu layar ponselnya yang juga belum ada tanda-tanda balasan dari laki-laki itu
Bagai lari seratus meter di lapangan, mengetik pesan tapi tidak ada sama sekali tanggapan itu sangat menguras hati dan pikirannya. Hingga sepuluh menit berlalu, Revan tak kunjung membalas pesannya. Pada akhirnya Anna pun menyerah, ia langsung menangkupkan wajahnya di atas kedua lututnya.
Revano❤ is calling . . .
Anna mengangkat kepalanya sadari ponselnya berdering, ia melotot seketika begitu melihat siapa yang menelepon.
"hmm.."
Sahut Anna setelah menempelkan ponselnya di telinga. Padahal Revan belum mengeluarkan suaranya.
"Kamu kenapa?"
Tanya Revan di sebrang sana dalam sekali tembakan.
"Aku enggak apa-apa. Kamu yang kenapa? sibuk banget kayaknya."
Anna dapat mendengar helaan nafas Revan, sebelum akhirnya..-
"Maaf, gak sengaja. tadi aku abis ngobrol sama daddy. terakhir balas pesan dari kamu belum aku keluarin."
Tanpa sadar Anna kembali menghela nafas panjang, rasa sakit yang di rasakannya tadi berangsur menghilang.
"Oh gitu, aku kira kamu marah sama aku, gak mau sama aku lagi."
Beberapa saat terasa hening. Tidak ada suara dari laki-laki itu.
"Revan?"
Sahut Anna karna laki-laki itu tak kunjung bicara.
"Sudahlah, tidak usah mikir yang macam-macam. Malam minggu nanti ada acara?"
"Tidak, kenapa?"
"Kita keluar, aku jemput"
Hah?
Kedua bola mata Anna membulat sempurna, tatkala Revan berkata itu. Apa dirinya tidak salah dengar? mengajak seorang gadis di malam minggu, bukankah artinya laki-laki itu mengajak gadisnya kencan?
Saat itu pula Anna merasa senang. Ia berdesis menahan senyum bahagia, Karna untuk pertama kalinya Revan mengajak jalan dirinya.
Anna akui, dirinya pasti tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini.