1.Gerimis yang tak terlupakan

'Tin! Tin! Tiiiinnnnn! '

Bunyi klakson terdengar bersahut sahutan di kala seorang gadis berdiri di tengah batas jalan, kala itu ia tertunduk meratapi sepatu nya yang telah usang.

Rambut nya yang panjang tergerai tersapu semilir angin jalan yang mulai mendingin dan berkabut karena hujan akan segera turun.

Nasib sang gadis yang naas setelah pemakaman ibu nya beberapa jam yang lalu, tak ada lagi yang menemaninya membuat teh, tak ada lagi yang menemaninya menyulam. Semua hanya tinggal kenangan, sang gadis terlarut pikiran nya dalam nostalgia rindu, rasanya baru kemarin sang ibu tersenyum senang atas diterima nya ia di tempat kerja barunya, di perusahaan besar walaupun hanya sebagai Cleaning Service.

" Selamat Cantik ku, cantik nya ibu simanis ny ayah.. selamat untuk pekerjaan resmi pertamamu, jangan patah semangat sayang.. ibu akan selalu mendoakan yang terbaik! ?uhuk! uhuk! huk!.. "

Denaya yang mendengar ibu nya batuk langsung sigap memapah nya kembali ke tempat tidur.

" Ibu jangan terlalu menggebu gebu, aku kan hanya jadi CS aja buu, nanti pas aku bisa ngumpulin uang buat ngobatin ibu sama modal aku pasti nanti aku bikin perusahaan sendiri! terus jadi boss! heheh.. " Denaya tertawa kecil sembari berlagak seolah olah ia sangat hebat!.

" Hei.. jadi CS kan juga manusia Aya, lagian itu perusahaan besar.. kamu akan banyak belajar disana."

" iya iya aku kan anak ibu yang palinggg cantik sejagat raya dan palingg manis sedunia anak ny ayah hahaha " Denaya tertawa dibuat buat suapaya ibu nya senang dia teringat andai kata ayah nya masih hidup mereka pasti akan sangat bahagia.

Bahagia itu sederhana tapi untuk bertahan hidup itu sulit.

"Tin....nn!!! " tiba tiba ada sebuah Truk yang mengebut tak memperhatikan jalan yang berkabut bahwa ada seorang gadis yang berada ditengah, sang supir yang mengerem mendadak pasrah membayangkan ia akan di penjara karena ulah nya sendiri.

Denaya menoleh kesamping, matanya kosong tanpa harapan hanya pasrah. Seluruh ruang hanya bisu yang terdengar, tak ada suara yang dapat menjangkau keasadaran Denaya hingga..

" HEI! "

'Tinnnnnnn Brak! '

Truk yang berusaha menghindar naas tertabrak pohon dipinggir jalan, memecah keheningan malam, jalanan yang semula sepi berubah ramai, orang orang berdatangan baik warga sekitar dan pengemudi yang lalu lalang.

kesadaran Denaya seolah di paksa utuk bangun. Suara itu sangat mengganggu kebisuan nya dan berhasil mengembalikan kewarasan nya saat ini.

Denaya sudah berada di pelukan seseorang, dipinggir jalan, jauh dari lampu bahkan tempat ia berdiri tadi. Hanya gelap yang Denaya lihat tapi ia dapat merasakan bahwa yang memapah nya sekarang adalah seorang laki laki, begitu terasa panas tubuh nya, bidang nya dada lelaki itu membuat Denaya menahan napas nya.

Hingga lampu sorot sebuah mobil yang lewat membawa sedikit cahaya pada penglihatannya. Denaya terbelalak karena lelaki ini sungguh tampan bahkan mata coklat nya saling bertumbuk pada mata hitam Denaya. Hingga karena saling terpengaruh dan tak sadar kedua wajah mereka sangat dekat.

Gerimis hujan yang rintik menetes ke kening Denaya seolah mengembalikan raganya kembali pada tempat nya.

'lelaki ini...'

Lelaki itu tak berkata satu patah kata pun! ia bahkan tak dapat melepaskan tatapan nya pada Denaya, hingga dia mengecup kening Denaya yang terkena gerimis hujan tadi, tidak! bahkan dua kali. Denaya yang terkesima seketika sadar dan melepaskan diri dari pelukan lelaki itu. Bagaimanapun ia seorang perempuan yang bermartabat.

'hanya khilaf' pikirnya.

"Siapa kamu! enak aja main sorong kukucit nanti bibir mu pakai karet caluk! " tanya Denaya dengan nada marah yang dibuat buat padahal aslinya malu sekali.

lelaki itu hanya terdiam namun ia berdiri dihadapan Denaya!

Tinggi menjulang, sangat tinggi lelaki ini pikir Denaya, dan mengintimidasi!

" Tapi! tapi...terima kasih kamu sudah menolongku, tak tau kalau kamu tak ada munkin aku sudahh.. "

" Jangan lakukan itu lagi!" tedas dan singkat, perkataan lelaki itu seolah menampar Denaya bahwa masih ada yang peduli padanya ya.. peduli padanya.

" kamu.. siapa kamu? bagaimana aku bisa membalas hutang nyawa ini? aku tak punya uang banyak, kecuali tubuh ku akan kulakukan apapun! " tanya Denaya dengan nada sopan.

Sekali lagi Denaya bertemu dengan mata itu.. mata coklat yang menenggelamkan jiwa nya seolah ada lubang disana.

"Hiduplah.. " pelan namun pasti kata itu memebekukan tubuh Denaya, menyadarkan nya bahwa semua nya salah, sangat salah! tak seharusnya ia berpikir untuk bunuh diri!

'tes'

Tetesan gerimis mengenai kepala Denaya seolah menyadarkan nya pada realita. Lelaki itu mengusap pipi kanan nya yang mengalirkan air mata, yang tanpa Denaya sadari telah turun begitu saja, seolah olah tubuhnya begitu menderita.

Lalu tanpa permisi lelaki itu pergi, meninggalkan Denaya dengan secercah harapan untuk hidup!.

Gerimis yang mulai deras datang menghampiri Denaya seolah olah gadis itu memang menunggu hujan lebat, ya, hujan yang sangat lebat yang akan membersihkan tubuh nya dari niat jelek, dan sekaligus menyisakan kanvas baru untuk dilukis dengan berbagai warna.

ya! lembaran baru.

.

.

end chapter 1