Matahari meranjak naik menyinari jendela kamar tempatku masih tertidur, mataku masih terasa perih sehingga tampak memerah dan berkaca-kaca. Tiba-tiba teringat sebuah rencana yang Indah didalam kepala untuk masa depan, ku bayangkan berjodoh dengan orang yang tepat, hidup sederhana dalam naungan cintanya. Aku berjalan sembari membawa khayalan itu di kepala sehingga apapun yang aku lakukan tetap teringat tujuan suci untuk pemilik hati yang sesungguhnya. Ku pantaskan diri menjadi lebih baik lagi, ku luruskan niat semata-mata hanya untuk Allah, tidak ada sangkut pautnya tentang manusia, kalau pun Allah berkenan menghadirkan yang terbaik untuk diri ini semua itu adalah hadiah dari yang maha kuasa. Dalam pikiranku terbayang seorang wanita menghampiri kemudian meminta untuk di halalkan, lalu aku berfikir bahwa engkau wanita yang baik sedangkan diri ini penuh dengan keburukan. Bagaimana mungkin ayahmu Ridho menikahkan putrinya dengan pemuda seperti ini. Lalu ia pun pergi dengan kepala menunduk sementara aku diam kaku melihatnya, berkata lirih dalam hati apakah aku menyakiti perasaannya? kemudian perlahan berbalik arah meninggalkan jauh. Sepanjang perjalanan pikiranku masih terpusat pada apa yang baru saja terjadi, aku menyadari bahwa aku telah menyakiti perasaannya, namun maksudku tidak untuk menyakitinya, hanya saja aku mengukur diriku sendiri bahwa aku tidak pantas untuknya. beberapa hari kemudian aku masih memikirkan hal itu, apakah pikiran itu datangnya dari Allah sebagai teguran untukku ataukah hanya sekedar khayalan jiwa ku. Jika datangnya dari Allah seharusnya aku lebih peka untuk memperbaiki diri agar bisa mendapatkan wanita sprt yg aku khayalkan, sementara jika itu hanya khayalan jiwaku seharusnya aku hilangkan agar tak mengganggu hidup indahku.