BAB 25 IKATAN TAKDIR

Aku menangis melihatnya. Aku seraya bangkit dari tidurku dan menghambur kearahnya

"Aku merindukanmu."

Dia hanya diam menatapku. Aku memeluknya erat. Tubuhnya lebih kurus daripada yang kuingat. Wajahnya tampak pucat. Tatapannya kosong

"Dhayu.... " tegurku "Apa yang telah terjadi denganmu."

Aku menangis melihatnya. Kugosok-gosok lengannya

"Dhayu katakan sesuatu."

Mulutnya tetap terkatup rapat. Air mata mulai menggenang di sudut matanya.

"Dhayu... Dhayu... maafkan aku. Maafkan aku." Aku merasa pedih melihat kondisinya. Aku telah mencelakakannya. Aku membuatnya menderita.

Aku memeluknya lebih erat. Aku merasakan punggungnya berguncang. Dia menangis. Dia menangis lebih keras lagi.

Aku menepuk-nepuk punggungnya untuk membuatnya tenang.

Kami berpelukan dalam diam untuk waktu yang cukup lama.

Dhayu akhirnya kembali bersamaku. Daniel pasti telah mengambilnya dari pondok pelacuran.

Dia tidak banyak berbicara. Bahkan ketika aku bertanya banyak hal dia hanya menggelengkan kepalanya atau memgangguk. Mungkin dia mengalami sesuatu yang membuatnya trauma.

Dokter memeriksa lukaku. Untunglah dia tidak memeriksa lebih jauh. Aku belum siap memberitahukan kehamilanku kepada Daniel. Aku khawatir dia kalap dan mencelakai anakku. Aku harus berhati-hati.

Sekarang boleh jadi dia bersikap sangat baik kepadaku, tapi bisa jadi dia akan murka saat tahu bahwa aku mengandung anak pria lain.

Aku kembali teringat Aryo. Bagaimana kabarnya? Apa dia sudah menyerah? Aku tidak percaya dia akan menyerah begitu saja.

Setelah tiga Daniel kembali ke mansionnya. Aku sedang menyedok makan malamku saat dia masuk ke dalam ruang makan.

"Apa kau sudah sehat?" tanyanya

Aku hanya mengangguk lemah.

Dia tidak bertanya lebih lanjut. Dia duduk di sebrang kursiku. Seorang pelayan menawarkan makan malam kepadanya, tetapi dia menolak. Dia hanya duduk diam melihatku menghabiskan makanan di piringku. Pandangannya tidak beralih sedikitpun. Aku merasa risih dengan hal itu, tapi tidak dapat berbuat apapun, bahkan tidak berani memprotes perilakunya.

Dia hanya melihat dengan matanya, lalu apa? Kenapa aku harus keberatan dengan itu? Begitulah kuyakinkan diriku.

Aku tidak bisa kesal kepadanya. Aku masih takut dia akan memperlakukanku dengan buruk lagi.

Aku segera menyudahi makan malamku yang sungguh tidak dapat lagi kunikmati. Dhayu membantuku menyingkirkan celemek dari dadaku dan membantuku berdiri.

"Dia adalah hadiahku untukmu." ucap Daniel sambil mengangkat wajahnya pada Dhayu. "Apa kau menyukainya?"

"Apa kau yang membawanya ke tempat mengerikan itu?" tanyaku ketus.

"Tidak... tidak." jawabnya "Rupanya kau selalu menganggapku begitu buruk."

Dia mengerutkan bibirnya tidak senang.

"Tuan van Jurrien yang mengirimnya kesana. Dia sangat marah saat mengetahui kau kabur. Masih untung dia tidak dihukum mati."

Pelecehan atas kehormatan bukankah lebih buruk daripada kematian? pikirku.

Aku begitu sedih mengingat Dhayu menderita karenaku.

Aku berjalan menuju teras meninggalkan Daniel di ruang makan.

Mungkin seharusnya aku meminta maaf kepadanya, karena telah berburuk sangka kepadanya. Tapi aku tidak ingin hubungan kita lebih dekat. Aku tidak ingin memberinya harapan. Bagiku cukup Aryo seorang.

Aku duduk di sebuah kursi kayu berwana putih yang mengarah ke taman belakang. Semuanya gelap. Taman cantik itu sekarang hanya berwarna hitam. Aku duduk diam memandangi kegelapan. Dhayu berdiri diam disampingku. Setelah kembali, dia tidak pernah banyak bicara seperti sebelumnya. Dia tidak pernah lagi tampak ceria.

Walaupun aku cukup bersyukur bahwa Daniel membawanya kembali kepadaku. Tapi tetap saja, aku merasa sedih. Berulang kali aku meminta maaf kepadanya. Dia hanya diam dan melihatku dengan pandangan yang kosong. Dhayu ku sekarang tampak seperti mayat hidup.

"Tolong bawakan syal ku yang berwarna putih." perintahku kepadanya. "Aku akan jalan-jalan."

Daniel mendatangiku. Wajahnya yang kemerahan hari ini tampak pucat. Sudah hampir seminggu aku menyandang status sebagai Mevrow de Bollan, tapi syukurlah dia tidak pernah lagi memaksaku.

"Kau harus istirahat."

Tiba Daniel berdiri disampingku.

Aku hanya mengangguk. Aku masuk ke dalam mansion dan langsung menuju kamarku.

Daniel mengikutiku.

Aku melihat Dhayu berjalan kearahku dengan membawa syal yang kuminta.

"Noni tidak jadi jalan-jalan kah?" tanyanya.

Setelah bertemu kembali dengannya, itulah kalimatnya yang terpanjang yang dia ucapkan.

Aku menggelengkan kepalaku. Dia mengikutiku menuju kamarku.

Dhayu membantuku menggunakan baju tidurku. Dia menyisir rambutku, seperti yang dulu dia lakukan. Daniel duduk di kursi dekat jendela mengamatiku. Aku tidak berani mengusirnya dari kamar itu. Karena itu juga kamarnya.

Lalu dia meminta Dhayu untuk meninggalkan kami. Daniel mengantikan Dhayu menyisir rambutku. Aku menolaknya.

"Biar aku lakukan sendiri."

Dia memaksa. Akhirnya aku hanya bisa membiarkannya melakukannya.

Lalu aku bangkit dan menuju ranjangku. Dia membantu menyelimuti tubuhku. Dia tidak memaksaku. Dia duduk di samping ranjang, melihatku.

"Aku ingin kau bisa menerimaku." katanya lirih

Muncul rasa bersalah dihatiku. Aku tidak bisa menerimanya. Hatiku untuk Aryo. Hanya dia.

Dimanapun dia, hatiku hanya untuknya.

Mulutku terkunci rapat. Hanya akan menyakitinya jika kubuka mulut ini.

"Margaret, tidurlah... aku akan membiarkanmu istirahat."

Aku bersyukur sekali dengan keputusannya. Aku masih belum mampu melayaninya seperti seorang istri. Mungkin tidak akan pernah mampu.

Hampir dua minggu Daniel tidak kembali ke mansion. Aku pun tidak mendengar kabar apapun dari Aryo. Ada gundukan kecil di perutku yang datar. Dia adalah little Aryo. Aku mengelusnya saat aku merindukan bapaknya.

Apakah dia juga merasakan kerinduanku?

Dhayu sudah mulai mau berbicara kepadaku lebih banyak.

"Noni, akan kabur lagi?"

Aku menggelengkan kepalaku. Jika aku pergi, aku harus membawa Dhayu bersamaku. Dan sangat sulit lepas dari penjagaan Daniel.

Hari itu udara terasa lebih dingin. Aku mulai putus asa. Bagaimana aku bisa keluar dari sini? Papa tidak pernah mengunjungiku. Walaupun aku pribadi tidak merasa dekat dengan sosok Papa, bagaimanapun juga dia selalu memperlakukanku dengan baik, kecuali saat menculikku dari rumah Aryo.

Dia bahkan merasa sedih dengan kondisiku. Dia merasa bersalah karena telah menjualku demi keselamatannya. Dia hanyalah salah satu pejabat VOC yang terjerat korupsi. Tim audit yang dikirim dari Kerajaan Belanda telah melakukan investigasi terkait dengan kondisi keuangan VOC yang sangat parah. Papa telah berkolusi dengan Daniel. Dengan menggunakan aku, Daniel meloloskan Papa dari tim investigasi. Sebagai gadis modern, aku merasa terhina sekali. Tapi mungkin seperti inilah nasib para wanita di masa lampau. Kita seakan hanya semacam komoditas. Kita hanyalah barang yang bisa dialih tangankan sesuai kebutuhan. Tidak memiliki hak suara dan hak memilih nasibnya. Tapi aku cukup salut dengan gadis van Jurrien ini. Dia sudah lari dari pertunangan yang tidak diinginkannya. Dan pelarian dia benar-benar tidak tanggung-tanggung. Dia mempertaruhkan keselamatannya, menempuh ribuan mil untuk mencapai tanah Batavia. Dia benar-benar lari.

Benarkah gadis ini sudah mati? Lalu bagaimana denganku? Setelah sekian lama aku berada di masa ini, tidak ada tanda-tanda bahwa aku akan kembali. Setiap aku terbangun, masih tetap pada situasi yang sama. Aku sempat terkejut melihat wajah gadis ini. Itu adalah wajahku beberapa tahun yang lalu. Wajah saat aku masih sekolah.

Wajah ini kini tampak kusam. Ada lingkaran hitam disekitar mataku. Aku sudah benar-benar merusakkan wajah cantiknya. Dan bukan cuma itu, aku membuatnya kehilangan kegadisannya, aku juga membuatnya hamil. Entah bagaimana aku akan bertanggung jawab terhadap tubuh ini. Bagaimana dengan tubuhku? Apakah tubuhku disana sudah mati? Apakah gadis van Jurrien yang ada disana? Jika memang seperti itu, semoga dia bisa menyesuaikan dengan keadaan masa depan yang pasti membingungkannya.

Dan aku mulai menikmati kehidupanku di masa ini. Aku mulai menyukai sesuatu yang sedang tumbuh di rahimku. Aku mulai was-was bahwa suatu saat aku akan kehilangannya. Aku cemas aku akan meninggalkannya.

Aku terjebak! Aku mengikatkan diriku terlalu dalam dengan kehidupan ini.