BAB 28 SUAMI

Daniel menghentikan aksinya, mendengar suara tangisku lebih keras.

"Kau..!"

Dia memandangku dengan kesal. Dia menarik tubuhnya menjauhiku. Giginya bergerutuk menahan amarah.

"Daniel, aku sudah menikah dengan Aryo."

Aku tak mampu memandangnya. Aku menanti petaka dari uacapanku. Tapi Daniel hanya diam memandangiku. Ekspresi yang tak mampu kubaca. Ada marah sedih sekaligus sakit disana. Lalu dia menunduk menatap lekat cincin bermata safir yang tersemat dijariku. Sebuah simbol bahwa aku adalah miliknya, bahwa aku adalah wanitanya.

"Kau...!" ditariknya dengan kasar pergelangan tanganku. Diarahkan cincin itu lebih dekat dengan wajahku. "Kau tahu, ini adalah cincin dari nenekku. Ini adalah salah satu simbol keluargaku. Cincin ini telah dipakai turun temurun wanita dalam keluargaku!" ucapnya dengan penuh amarah. "Dan aku memberikannya kepadamu!"

Pergelangan tanganku yang tadinya sakit karena cengkeramannya, kini tak lagi terasa sakit. Karena hatiku lebih sakit. Aku sedih karena harus menyakitinya. Tapi aku tidak mampu mengkhianati hatiku. Aku mencintai Aryo dan bukan Daniel. Aku menginginkan bersama Aryo bukan yang lain. Tidak peduli seberapa hebat dan baiknya Daniel. Aku tetap tidak bisa begitu saja memindah rasa dalam hatiku. Semakin Daniel menunjukkan kebaikannya, semakin aku bersedih karena telah menyakitinya.

"Aku sudah menikah dengan Aryo sebelumnya." jelasku dengan suara tercekat. "Apa kau ingat saat aku pertama kali kabur dari rumahku? Apa kau ingat saat kau menjemputku di sebuah rumah di selatan Batavia? Aku sudah menikah saat itu."

Aku menunggu reaksinya. Aku masih khawatir dia akan kalap seperti sebelumnya. Mata Daniel meredup. Ada kekecewaan luar biasa disana. Ada rasa sakit dalam sorot matanya.

Apakah dia sudah merasa ditipu oleh Papa atau olehku? Aku tahu dia telah banyak membantu Papa lolos dari investigasi. Bahkan Papa memiliki kedudukan baru dalam lingkaran pemerintah Hindia Belanda.

"Papa sudah mengetahuinya. Papa bahkan yang telah menjemputku dari rumah Aryo kala itu. Aku..."

Aku masih khawatir untuk menyampaikan kehamilanku. Aku mengkhawatirkan keselamatan kandunganku. Sudah beberapa kali bahkan Papa memintaku untuk menggugurkannya.

Wajah Daniel tertunduk. Sebelah tangannya memijit-mijit pelipisnya, seakan sedang sakit.

"Margaret..." suaranya dalam dan berat. "Apa kau yakin dengan apa yang kau katakan?"

"Ya." jawabku penuh kepastian.

"Margaret..." dia menatapku dengan wajah penuh kesakitan. "Kau sungguh mengecewakan!"

"Maaf.." kataku lirih

"Apa kau pikir maafmu bisa menyelesaikan semuanya?"

"Aku mohon lepaskan aku. Aku harus kembali kepada suamiku."

Daniel berdiri menjauhiku.

"Suami?" tanyanya sambil tertawa sinis. "Suami katamu?" Dia kembali mendekatiku. Wajahnya didekatkan ke wajahku hingga hampir tidak berjarak. "Lalu aku apa!" sentaknya

Aku sangat terkejut.

Daniel menarik wajahku dengan kasar dan menempelkan bibirnya di bibirku.

Aku menolaknya sekuat tenagaku. Tapi itu hanya membuat ciumannya semakin dalam. Dia terus menarikku lebih dalam. Setelah kami sama-sama kehabisan nafas, dia menghentikannya. Dia menjatuhkan tubuhnya diatas tubuhku.

"Aku tidak peduli siapapun dia dan apapun hubunganmu sebelumnya.... " ujarnya dengan nafas terengah-engah. "yang jelas sekarang akulah suamimu."

Bagaimana mungkin dia benar-benar tidak menyerah?

"Kau akan segera melupakannya..."

Kata-katanya terdengar seperti vonis hukuman mati bagiku. Ingin aku menjerit dan menangis.

Saat aku dalam kebingungan dengan keputusannya, sekali lagi dia melumat bibirku dengan ciumannya yang dalam dan menuntut. Tangannya bergerak tidak beraturan di seluruh tubuhku. Aku mendorongnya. Aku menahan tangannnya, tapi tenagaku sungguh tak sebanding dengannya.

Aku tidak menyukainya, aku membenci situasi ini.

"Daniel!" sentakku saat bibirnya mulai menyusur di leherku.

"Aku suamimu! Aku menuntut hak ku!" sergahnya

Aku mendorong tubuhnya dengan lebih keras. Dan hal itu membuatnya semakin kalap. Wajahnya semakin gelap. Ditariknya kedua tanganku dan ditekannya dengan satu tangannya diatas kepalaku.

"Aku tidak akan membiarkan kau merusak malam ini!" hardiknya. "Sekarang kau adalah milikku. Lupakan pria itu. Pernikahan kalian tidak ada artinya. Akulah suamimu."

Dadaku terasa perih dengan perkataan Daniel.

Ini semua salah Papa. Bagaimana mungkin dia menjebak anaknya dalam situasi seperti ini?

Gadis van Jurrien ini bukanlah gadis penurut seperti gadis-gadis yang lain. Buktinya dia bahkan melarikan dirinya hingga Batavia demi lepas dari pertunangan yang tidak diinginkannya. Pelarian dia saja untuk ukuran gadis di masa ini sudah sangat luar biasa. Aku mungkin belum tentu mampu melakukan itu.

Yah, buktinya saat ini pun aku sulit melepaskan diri dari situasi yang luar biasa menyedihkan ini.

Daniel masih saja terus memerangkapku. Sekujur tubuhku terasa sakit karena terus melawannya. Pergelangan tanganku yang ditahannya, rasanya seperti akan patah.

"Aku mohon..." rintihku.

Aku terisak karena rasa sakit tubuhku maupuan hatiku

"Kau benar-benar memuakkan!"

Dia menyentakkan tanganku dengan penuh amarah.

"Hans!" serunya memanggil asistennya. "Bawa wanita publik itu kemari!" serunya dengan tetap memandangiku. Dadanya naik turun penuh kemarahan

Wanita publik? Apakah dia menyimpan pelacur di rumah ini? Apakah dia memang biasa ke rumah pelacuran?

Setelah beberapa saat terdengar ketukan di pintu.

"Bawa masuk!" serunya kasar

Seorang pria memegang lengan seorang gadis dan membawanya ke dalam kamar itu.

Seorang gadis kecil.

Tunggu dulu! Itu adalah Dhayu!

Apa maksudnya?

Daniel memanggilnya wanita publik?

"Dhayu?" tanyaku tidak mengerti, kepada Daniel.

Daniel tersenyum sinis memandangku.

"Kau tidak mau melakukannya?" tanyanya "Lalu biarkan kau melihat dia melakukannya untukmu?"

Apa maksudnya?

Ya Tuhan!

Aku menutupi mulutku secara reflek karena paham dengan maksud Daniel.

Tidak!

Daniel menarik Dhayu lebih dekat.

"Tunggu!" seruku