IV-43. Lampu Dengan Ritme Acak

[Ayah, apakah suhu tubuh Aruna sudah-?] kalimat tanya yang dilontarkan Mahendra tertahan di tenggorokan. Lelaki tersebut seolah tak siap dengan jawaban apapun yang keluar dari mulut mertuanya.

[Dia sangat kuat. Fokus lah menyelesaikan pekerjaanmu, untuknya] jawab Lesmana menenangkan.

[Apa saya perlu mengirimkan dokter?] nada khawatir begitu kentara dari kalimat lelaki tersebut.

[Ini sangat larut, aku yakin Aruna bisa mengatasi ini. Pulanglah, sebelum dia bangun —andai bisa. Itu dokter paling mujarab] pesan ayah Lesmana bak tamparan keras yang jatuh tepat di pipi Mahendra.

[Baiklah, ayah] dan dengan demikian, percakapan di antara mereka berakhir. Netra biru sayu menatap jalanan yang menghitam abu-abu. Sama seperti suasana hatinya. 

***

"Huuh," terdengar helaan nafas resah lelaki bersurai pekat tatkala menatap bantal di sebelahnya. Kosong. Tidak berpenghuni.