Hai, aku adalah seorang perempuan berusia 25 tahun. Seorang karyawati dari perusahaan swasta. Aku bukan seorang penulis handal, tapi semenjak beberapa waktu yang lalu aku sangat ingin menulis. Akhirnya aku memutuskan untuk menulis sebuah cerita romance yang sederhana. Bagaimana ceritanya? Kalian baca saja ya.. hhe
Nama saya Rima. Saya adalah seorang perempuan, anak pertama dari empat bersaudara. Mempunyai seorang ayah yang berjiwa besar dan ibu yang cantik. Mempunyai saudara kembar dan dua orang adik laki-laki. Dinilai sebagai pribadi yang pendiam, jutek (apalagi dengan yang namanya cowok), namun normal pada masanya, selau dikenal oleh seluruh penghuni sekolah gegara kekembarannya padahal aku sendiri tidak mengenalnya. Contohnya..
"Hai, Rima!" dua orang murid perempuan berwajah tembem menyapa ketika aku sedang berjalan menuju kelas.
"Hai.." Jawabku sambil tersenyum, padahal gak tau namanya siapa, kelas berapa.
Sesampainya di tangga menuju ruang kelas,
"Hai, Rima si kembar!" Seorang murid perempuan yang lain menyapa.
"Hai.." Jawabku yang lagi-lagi ga tau namanya siapa. Ga apa-apa lah yang penting jawab sambil senyum.
Ada juga yang terkadang tertukar antara aku dan kembaranku, contohnya ibuku, ibu memberiku obat sakit perut padahal yang sedang sakit perutnya adalah kembaranku, ajaibnya obat itu manjur, kembaranku sembuh! Contoh lain adalah salah satu guruku, yang seharusnya diremidial itu aku karena nilainya kurang, tapi yang mengerjakan soal remidial adalah kembaranku, ajaibnya juga nilai remedial yang dilakukan atas kerja kembaranku menjadi nilai sah punyaku! Hehehe..
Saat ini hari minggu, tanggal 28 April 2019, pukul 19:19 WIB, suhu udara 22° Celcius. Bertepatan dengan hari yang kusebut hari kepastian. Sepi. Pikiranku mundur, jauh sekali, menembus lorong waktu, berhenti pada saat dimana aku mengenalnya, seorang tokoh utama bernama Reihan.
Sebelum mulai menulis cerita ini, saya mendapatkan inspirasi dari cerita "Dilan". Kisah romance masa SMA yang sukses membuat jutaan orang baper. Sederhana namun berkesan. Kali ini saya akan menulis cerita romance juga, nama tokohnya sengaja disamarkan untuk menjaga nama baik orang-orang yang terlibat. Memikirkan untuk menulis cerita ini menuai perdebatan yang alot antara hati dan pikiran.
Akan ada dua orang yang dijadikan tokoh utama dalam cerita ini, aku atau Rima dan Reihan. Sedikit cerita tentang Reihan yang dijadikan sebagai tokoh utama, mempunyai tinggi satu kepala lebih tinggi dariku, tidak gemuk, berwajah agak tembem, berkulit sawo matang sekarang jadi lebih hitam dari sawo matang, mata sipit, hitung mancung, senyumnya manis, selalu memakai celana jeans panjang, baju kaos dilapis jaket tipis atau kemeja panjang, mempunyai motor berwarna hijau.
Dia menjabat sebagai Ketua Karang Taruna di kampungnya, sebagai pemuda masjid yang aktif, sebagai karyawan di sebuah perusahaan imitasi, sebagai entrepreneur muda juga. Kegiatannya cukup padat. Dia mempunyai seorang ibu, ayah dan merupakan anak ke dua dari 4 bersaudara yang ia beri nama "4R" karena berinisial "R", dia satu-satunya anak laki-laki dari 4 bersaudara tersebut.
Dari sudut pandangku dia cukup baik (dulunya terkadang agak nakal tapi lucu, sekarang sudah jauh lebih baik terutama dalam hal agama), sering membuat sebal, dingin, serius, agak keras kepala sehingga disegani oleh aku sendiri, pemberi nasihat, berjiwa pemimpin, seorang pendaki gunung, dalam hal sikapnya kepadaku sepertinya layak mendapat rekor muri dalam hal membuatku rindu dan nyaman.
***
Cerita ini terjadi siang hari pada tahun 2007, dimana aku sedang duduk di kelas 8 di sekolah Madrasah Tsanawiah, mata pelajaran Tahfid Qur"an. Kalian yang berpendapat bahwa jika murid-murid yang sekolah berbasis Madrasah itu nggak seru, kalian salah. Bagiku sekolah Madrasah itu sangat-sangat berwarna, Eits bukan semata-mata karena ada Reihan, saat itu aku belum begitu mengenalnya, hanya sebatas teman kelas, itu pun hanya satu tahun saja, kelas 8B. Aku sangat menyukai Madrasah Tsanawiah karena banyak hal yang mempengaruhi kita sebagai murid-muridnya untuk menjadi pribadi yang lebih baik, giat belajar, dan sangat kompetitif!
Kami satu kelas sedang duduk di ruangan pembelajaran tanpa kursi dan meja, beralaskan sejadah berwarna hijau panjang yang biasanya ada di masjid. Duduk dengan format letter U, menghadap kepada seorang ustadz yang sedang memberikan pelajaran.
Tugas pembelajaran kali ini adalah menyetorkan hafalan Al-Qur'an, Surrah An naba. Meskipun sebenarnya ini adalah tugas kelompok, tapi untuk setoran hafalan tetap di test secara individu. Murid-murid yang telah menyetorkan hafalannya, karena merasa sudah bebas, sebagian dari mereka ada yang mengobrol, bercanda, namun ada juga yang terus mengulang hafalan meskipun sudah setor, dan banyak hal.
Seorang teman yang duduk bersebelahan denganku mendadak mengajak ngobrol. Namanya Nina.
"Rim, kalau dari segi sikap kamu lebih suka Rangga atau Yanuar?"
"Kenapa gitu Na?" Tanyaku heran.
"Nggak, nanya aja, dari segi sikap kok bukan suka atau gimana gitu." Katanya sambil senyum.
"Kalau aku sih lebih suka Rangga, mungkin karena teman dari SD juga, jadi lebih tahu dia orangnya kayak gimana, baik, pinter, mudah berteman. Tapi Yanuar juga baik, soalnya pernah satu kelas waktu kelas 7D"
"Oh gitu.. Iya sih baikan Rangga."
Aku kembali fokus lagi dengan suara hafalan Qur,an, dilantunkan dengan mengikuti gaya murrotal Shyeik Hanafi. Tapi lagi-lagi..
"Kamu tahu gak kalau di kelas kita ada yang suka sama kamu Rim?" Kata Nina sambil menyikut tanganku.
"Nggak tahu." Jawabku singkat.
"Beneran? Masa gak merasa ada cowok yang sikapnya aneh, perhatian atau gimana gitu?"
"Nggak, emang kamu ngerasain gitu? Kalau kamu ngerasa gitu berarti dia sukanya sama kamu bukan sama aku."
"Iiih serius Rim! Dia itu selalu sama kayak kamu, nih contohnya ya kalau kamu dapat nilai 80, dia juga dapat nilai 80, pokoknya banyak samanya deh, kalian berdua!"
"Ngaco deh, masa gara-gara dapat nilai sama dibilang suka?"
"Nggak itu aja, aku sering mergogik dia lagi liatin kamu"
"Ssst! Jangan ngaco deh!"
"Yaelah dibilangin gak percaya, ya udah liat aja kedepannya pasti dia makin caper tuh sama kamu!"
"Hah?"
"Iya nanti dia caper, cari perhatian."
"Siapa sih?" kataku dengan nada yang diusahakan terdengar biasa namun sebenarnya penasaran.
"Reihan." Jawab Nina sambil tersenyum.
Masa iya? Tanyaku dalam hati. Ah bodo amat, jangan dipikirin omongannya Nina.
***
Hari itu suasana kelas tidak begitu ramai, sebagian besar teman-teman sedang berada diluar kelas, ada yang jajan, ada yang nongkrong diluar kelas, sisanya ada di kelas, mengerjakan tugas LKS fisika. Aku sendiri sedang asyik mengobrol dengan Tina, teman sebangkuku.
Tiba-tiba seseorang yang diceritain Nina tempo hari datang. Reihan dari kejauhan sudah mengulum senyum.
"Ma, pinjem LKS Fisika dong." Katanya setelah tiba di depan bangku ku..
"Tumben minjem buku" Kataku yang benar-benar heran.
"Hehe, iya piinjem bentar ya."
"Iya boleh, tapi nanti simpen di kolong meja aja ya, soalnya mau ke kantin dulu"
"Ok, siap" Katanya sambil senyum
Aigooo.. Aku benar-benar penasaran dengan cerita Nina tempo hari. Pokoknya harus cari tahu dulu apakah benar atau hanya bercanda saja. Setelah pulang dari kantin ku lihat buku LKS ku sudah berada di kolong meja.
Ah iya kejadian seperti itu pernah terjadi juga sebelumnya, cuma bukan Reihan, dia Rangga. Kurang lebih sama lah cari perhatian. Rangga itu adalah teman SD ku, orangnya baik, seorang murid teladan pada masa sekolah, selalu mempunyai popularitas, suffle, rajin, ada tahi lalat di dekat alisnya, cara jalannya khas, pipinya tembem meskipun badannya bisa dibilang kurus dan tinggi, dan satu lagi, mirip aktor Indonesia. Eh kok tahu banyak ya? Sssst.. nanti diceritain siapa Rangga itu.
Kejadiannya terjadi pada saat kelas 6 SD, aku selalu senyum-senyum sendiri kalau ingat kejadian ini, hahaha dasar bucin! Kira-kira seperti ini ceritanya..
Hari dimana akan ada ujian mata pelajaran IPS, jam pelajarannya setelah jam istirahat. Waktu istirahat masih tersisa hampir setengah jam lagi. Aku berjalan sendiri menuju kelas, niatnya sih buat menghapal kembali mata pelajaran IPS sebelum ujian di mulai. Ruang kelas masih kosong, aku duduk di bangkuku, mengambil buku IPS dari dalam tasku.
Eh kok buku IPS nya ada 2 sih? yang satu lagi punya siapa ya? Tak ada tulisan nama pemilik buku itu. Di buka sampai lembar terakhir pun tak ada nama pemiliknya. Aku mulai mengulang membaca dan menghapal mata pelajaran IPS. Selang 10 menit tiba-tiba ada seorang teman sekelasku masuk.
"Ma, mau ngambil buku IPS dong" Rangga datang dengan muka polos.
"Oh, punya kamu Rangga, kenapa disimpen di tas aku?" Tanyaku heran.
"Soalnya kan mau ujian, takutnya ada yang nyontek" Alasan diluar nalar.
"Kan ujiannya juga baru mau di mulai setelah jam istirahat, kenapa takut diconteknya sekarang?"
"Ya ga apa-apa dong. Makasih ya Ma!" Katanya sambil lari keluar kelas membawa buku IPS nya.
Aku tertawa sendiri. Dasar orang aneh. Aku suka.
***
Siang itu langit cerah, awan bertumpuk menampakkan gradasi warna putih seperti kapas, matahari sesekali tertutup olehnya. Angin berhembus pelan, memberi sejuk, meniup pelan kerudung yang ku pakai. Aku terdiam sendiri di lantai 2 di luar kelas 8B, menjadikan pagar sebagai penyangga tubuhku, menikmati angin, hiruk pikuk sekolah, memperhatikan murid-murid yang sedang bermain bola di lapangan.
"Hai, Ma!" Tina, sahabatku datang dan menyapa.
"Hai." Jawabku dengan riang.
"Hmm anginnya sejuk, enak. Dari tadi Ma? Atau baru datang juga?"
"Dari tadi, biasa kerajinan datangnya hehe.."
"Emang, kebiasaan."
Kita berdua tertawa. Tina adalah seorang sahabat yang baik, selama mengenalnya tak pernah ada satu hal pun yang membuat aku marah padanya. Mungkin karena dia lebih tua jadi lebih bisa mengerti aku orang seperti apa. Aku senang mempunyai sahabat seperti Tina. Orang nya tinggi, hitam manis, cantik.
"Rima, sini sebentar!" salah seorang teman sekelas memanggilku, namanya Kiki.
Aku menoleh.
"Iya, ada apa Ki?" Aku berjalan ke arahnya.
"Kamu udah dapet suratnya?"
"Surat apa Ki?"
"Ga tau juga isinya apa, dari Reihan tapi suratnya di titip ke Rani, udah nyampe belum suratnya?"
"Hah? Surat dari Reihan? Surat apaan sih? Ga ada, aku ga dapet surat kok."
"Jadi suratnya belum nyampe ke kamu ya? Ah si Reihan itu, ngapain juga sih ngasih surat tapi di titp-titip ke orang lain!"
"Apaan sih Ran?" Aku ga ngerti dengan pembicaraannya. Datang-datang nanyain surat yang ga jelas.