Kedua guruku melangkah ke depanku. Pakaian mereka telah berubah menjadi hitam-hitam, dilengkapi dengan jubah hitam.
"Mr.Theo! Mr.Lena! Kenapa anda di sini?" tanyaku.
"Tenanglah, Na," Mr.Lena tersenyum. "Biar kami yang menangani dia."
"Sombong sekali..." ledek lelaki itu. "Seolah kalian bisa mengalahkanku saja dalam sebuah pertempuran."
Lelaki itu lenyap dan muncul 5 langkah dari Mr.Theo, menebaskan tangannya.
Dengan sigap, Mr.The bergegas membuat suatu seperti pusaran hitam. Rantai itu lenyap ketika menyentuh pusaran itu.
"Ah... Theo, ya..." kekeh lelaki itu.
"Ms.Lena..." panggil Leta. "Kok, Mr.Theo bisa kayak gitu, sih? Kayak di cerita fantasi aja."
"Kalian bakal tau kalau udah saatnya," ucap Ms.Lena. "Untuk sekarang, biarkan saja dan jangan dipikirkan dulu."
"Kamu cuma seorang healer dan range," ucap lelaki itu. "Kamu lemah di pertarungan jarak dekat."
"Tapi setidaknya, aku tau kelemahanku," balas Mr.Theo.
Kedua orang itu masih bertarung. Mengeluarkan rantai, menebas lawan, menahan, dan terus seperti itu.
Sampai lelaki itu menebas Mr.Theo dengan dua pedang sekaligus.
"Pedang?!" Mr.Theo terhuyung mundur.
"Kamu memang berkembang, Theo," ucap lelaki itu. "Tapi, aku juga berkembang."
Kedua pedang itu menyatu menjadi pedang yang tajam di dua sisi.
"Kamu bisa mengkreasikan kekuatanmu sendiri untuk menciptakan kekuatan yang unik, Theo," jelas lelaki itu. "Karena itu, kuciptakan pedang ini. Pedang yang bisa kupanggil di manapun aku berada."
Mr.Theo tampak akan menebas. Tapi, gerakan dia terhenti ketika lelaki itu melanjutkan ucapannya.
"Aku tau kamu hendak menghancurkannya," ucap lelaki itu. "Sayangnya, pedang itu tidak mungkin bisa dihancurkan olehmu."
Lelaki itu menebas. Api hitam berkobar cepat ke arah Mr.Theo.
Mr.Theo lenyap dan muncul di dekat kami, tampak terengah-engah dan menatap api itu dengan ngeri.
"Dia benar-benar monster, Len," desah Mr.Theo. "Aku tidak sanggup untuk mengalahkannya."
"Sejak awal, kita sudah tau bahwa kita tidak akan bisa mengalahlannya, Theo," sahut Ms.Lena. "Kita di sini cuma untuk menahannya, sampai waktunya tepat."
"Sampai kapan, Len?" tanya Mr.Theo.
"Sebentar lagi, Theo," Ms.Lena tersenyum. "Sampai waktu itu tiba, tolong bertahanlah."
Mr.Theo mengangguk dan kembali muncul 1 meter dari lelaki itu. Mr.Theo membentuk pusaran itu ketika api kembali muncul, cukup untuk menahan selama 5 detik hingga dia bisa muncul di sisi lain.
Sejauh ini, Mr.Theo hanya bisa bertahan dan menghindar. Dia tidak bisa menyerang apalagi membalik situasi.
"Ms.Lena..." gumam Leta.
"MR.THEO!!! GO!!!" Leo melambai-lambai.
Aku menepuk dahi. Emang dia kira ini kayak pertandingan basket apa?!
Mr.Theo menatap kami dan tersenyum. Sebelum kembali fokus.
Aku dapat melihat sorot khawatir dan sendu dari Ms.Lena. Beliau tampak gelisah sambil terus menerus menatap jam tangan.
Situasi semakin buruk ketika pasukan kecil itu mengepung Mr.Theo. Jelas sekali sasaran utama saat ini adalah Mr.Theo.
"Bertahanlah..." gumam Ms.Lena lirih. "Tolong bertahanlah, Theo."
"Ms.Lena..." panggilku.
Kedua temanku dan Ms.Lena menoleh ke arahku yang masih menatap datar pertarungan itu.
"Kalau lelaki aneh itu terkena serangannya sendiri, apakah ada kesempatan untuk menang dari dia?" tanyaku.
"Mungkin..." ucap Ms.Lena. "Tapi, itu mustahil. Lelaki itu, Thanatos, sangatlah fokus."
"Kalau ada keajaiban, mungkin saja, kan?" ucapku.
Satu rahasia yang paling aku tutup rapat-rapat adalah...
Lelaki itu, Thanatos, menghantam dinding akibat api yang ia buat.
Semua orang di sana terkejut, kecuali aku.
Rahasianya adalah aku bisa membuat sesuatu terjadi seperti apa yang aku ucapkan. Tapi, soal yang satu ini... kekuatan(?) anehku ini jarang muncul, jadi kupikir hanya kebetulan.
Thanatos bangkit dan memandangku sambil menyeringai puas.
"Kamu membangunkan kekuatanmu yang lain, Gadis kecil," Thanatos terkekeh. "Luar biasa. Kamu mewarisi kehebatan kedua orang tuamu dan leluhurmu."
Mr.Theo menatap Ms.Lena panik.
"Embodiment of desire! Kekuatan itu muncul setelah beribu-ribu tahun!" Thanatos tertawa terbahak-bahak.
Pasukan itu bersorak sorai seolah sudah menang dan Mr.Theo telah kalah. Mereka tidak peduli lagi dengan Mr.Theo.
"Aku mengampunimu, Theo," ucap Thanatos. "Aku berbahagia saat ini. Tapi, kalian tidak bisa menahanku untuk membawa gadis kecil yang berbakat ini..."
"Jauhkan tangan kotormu dari muridku!" seru Ms.Lena.
"Jangan terlalu posesif, Lena..." kekeh Thanatos licik. "Dia hanya harus tau dunia ini ada yang hitam dan putih..."
Ms.Lena bergegas berdiri di depan kami, hendak melindungi.
Mr.Theo yang dikepung menatap Ms.Lena dengan khawatir. Tapi, dia tidak bisa menolong karena dia juga kalah jumlah.
"LENA!!!" Seruan Mr.Theo membuat kami menoleh, termasuk Ms.Lena dan Thanatos.
Mr.Theo menatap Ms.Lena lembut. Dia menghela nafas dan mengangguk.
Ms.Lena menghentakkan kaki.
Pusaran hitam berkabut muncul di dinding belakang kami.
"Masuk, Anak-anak! Cepatlah!" seru Ms.Lena.
Aku dan Leta tidak bergerak sama sekali.
Ms.Lena berjuang mati-matian untuk menahan Thanatos agar tidak bisa mencegah kami.
"Leo! Seret kedua temanmu!" pekik Ms.Lena.
Leo bergegas menyeret kami. Aku hanya pasrah karena tau akan sia-sia jika aku memberontak.
Leta berusaha agar dia tidak terseret Leo.
"Aku mau membantu!" bantah Leta.
"Bodoh! Lari!" seru Mr.Theo, sebelum kembali menabrak dinding untuk yang sekian kalinya.
"Larilah! Demi kami!" pekik Ms.Lena, tepat sebelum ia menabrak atap akibat serangan Thanatos.
Tarikan Leo semakin kuat. Dia melempar kami dengan kasar ke pusaran itu, sebelum dia sendiri melompat masuk.
Aku bisa meliat sosok Thanatos yang menggapai kami, tapi terlambat.
Kami hanya pasrah. Tidak tau akan tiba dimana. Sunyi. Hanya terdengar isak tangis Leta.
Sebenarnya aku mau muntah. Kami melayang di tengah kegelapan layaknya malam yang hanya diterangi bintik-bintik seperti bintang. Kami juga tidak jarang berputar.
Ini... ruang(?) tanpa gravitasi...