rumah liburan (2)

Aku memejamkan mata, tidak tau apa yang harus kulakukan selain pasrah atas apa takdir yang akan kulalui.

Aku merasa nafasku tercekat.

Byur!

Aku tenggelam di sungai itu.

Dalam sekali... aku tidak mencapai dasar juga. Aku masih terlalu shock untuk berenang lagi ke tepi.

Air terasa amat dingin, mensusuk tulang.

Aku mencoba untuk berenang naik. Terasa luar biasa berat.

Belum lagi dengan tumbuhan yang menjerat kakiku. Jeratannya terus semakin kencang, seiring dengan pemberontakkanku.

Jelas tumbuhan itu akan menyeretku ke dasar. Bagaimana ini?

Aku menciptakan rantai-rantai.

Rantai ciptaanku saling menjerat dengan tumbuhan yang menjeratku. Mereka terus menjerat.

Aku berkonsentrasi.

"Aku ingin agar tumbuhan-tumbuhan itu akan mati dikarenakan racun di rantai," batinku.

Asap ungu kehitaman berbaur dengan air sungai dan menyebar.

"Oh, tidak!" batinku. "Aku lupa kalau aku tidak bisa berenang ke atas."

Aku mulai panik ketika asap itu mulai mengenai kakiku.

Mulai bereaksi.

Kakiku mulai mati rasa, mulai menyebar hingga badan dan tangan.

"Apakah aku akan mati di sini?" batinku. "Mama, papa, aku... tidak mau mati di sini..."

Badanku mulai lemas dan penglihatanku mulai mengabur. Terseret ke dasar sungai.

Yang terakhir aku lihat adalah 2 orang yang berenang ke arahku.

______________________________

Aku dapat mendengar suara sayup-sayup.

Aku mengerjapkan mata.

Aku membuka mata dan disambut dengan cahaya yang menyilaukan mata.

Aku terduduk dan menatap sekeliling.

Aku terduduk di sofa panjang yang normal, di selimuti oleh selimut normal.

"Pakaianku sudah kering?" pikirku.

Ruangan ini seperti ruangan normal di duniaku. Segalanya normal.

Prang!

Aku menoleh.

Grep!

Aku hanya melihat rambut yang indah.

"Vynete..." gumamku. "Dimana ini? Dimana yang lain?"

"Kanna, ini di rumah liburan keluarga kami," jawab Vynete. "Kami benar-benar bersyukur kamu telah sadar kembali, kamu sudah tidak sadarkan diri hampir 6 jam."

Aku melongo.

"Yang lain?" tanyaku.

"Mereka sedang istirahat, Nak," Vynete tampak bahagia. "Leo sedang tidur dengan Ilv. Kamu bisa tidur dengan Leta."

"Aku akan tetap di sini, Vynete," jelasku. "Aku akan terus di sini sampai pagi. Tidak apa."

Vynete mengangguk dan mengusap rambutku dengan lembut. Seperti mama.

"Aku akan membawa selimut lagi untukmu," Vynete pergi.

Ia kembali membawa selembar selimut tebal lagi.

Vynete mendobel selimutku dan tersenyum. Lalu, ia melemparkan beberapa kayu bakar ke perapian hingga tetap menyala.

"Aku ke kamar dulu, ya," ucap Vynete. "Kalau kamu butuh sesuatu, ambil apapun itu."

"Terima kasih, Vynete," Aku mengangguk.

Vynete mengecup keningku dan beranjak pergi setelah menutup pintu.

Aku menyibak selimut dan menggeser tirai jendela. Melihat rumah rembulan yang megah di atas sana, sungai, petak-petak bunga, dan pohon-pohon.

Aku mengambil teropong dan meneropong. Rupanya, jika berjalan menyusuri kelok sungai akan mencapai laut beberapa meter lagi.

____________________________________

Saat itu, aku tak tau...

Bahwa keesokan harinya, aku akan menghadapi sesuatu yang besar.