"Kak kapan kita pulang..."tanya Lina yang kini tengah berada dalam pelukan Reno digelapnya malam.
"kayaknya kamu tuh gak betah banget ya, dekat dekat sama aku..."protes Reno tak suka sebab Lina menanyakan hal itu entah sudah yang keberapa kalinya.
"hmm iyalah siapa juga yang mau dekat dekat dengan orang so sibuk kayak kakak..."ucap Lina jujur.
Memangnya siapa yang tidak kesal jika dimomen liburan seperti ini, Reno masih saja lebih mementingkan pekerjaannya dibandingkan dengan dirinya. Bahkan seharian ini Reno full memfokuskan diri ke laptopnya. Lina pun sampai tertidur karena bosan menunggu Reno bekerja yang dia bilang sebentar lagi selesai, entahlah mungkin kata sebentar untuk Reno itu bukan dalam hitungan menit dan jam tapi dihitung dari seberapa banyak dia menyelesaikan pekerjaannya.
"Cie masih marah nih ceritanya..."Reno mengeratkan pelukannya kepada Lina.
Mereka kini tengah berada dihalaman pondok yang semalam mereka tempati tapi saat ini mereka tengah duduk bersama disebuah kursi dan berada didalam satu selimut yang sama untuk menghangatkan tubuh mereka.
"Ya kan jika mau bergelut dengan pekerjaan. Lebih baik kita pulang..."
"Pekerjaan ku sudah selesai sayang, jadi untuk dua hari kedepan aku bebas. Aku kemarin belum bisa memutuskan aku akan benar mengambil cuti atau nggak karena aku belum mendapat kepastian..."Reno menyandarkan kepalanya di bahu Lina.
"Kepastian apa..."tanya Lina yang entah dia itu tau atau hanya pura pura tidak tau.
"Ya memastikan lamaran ku akan diterima oleh istriku..."
"Haha aku ini sudah menjadi istrimu dari setahun yang lalu kak..."Lina berkata seakan mengingatkan Reno jika dia sudah menjadi seorang istri sudah sejak lama bukan baru dalam itungan jam.
"Iya aku tau,kamu itu sudah menjadi istriku dari tanggal 22 Januari dari satu setengah tahun yang lalu tapi hanya aku yang baru menjadi suami untuk mu dalam beberapa bulan ini..."Reno mengakui semua kebodohannya dimasa lalu yang sudah menyia-nyiakan Lina hanya karena hal bodoh.
"Andai saja sudah sejak dulu aku menjadi suami pasti saat ini kita sudah memiliki seorang anak..." Reno bahkan kini sudah mempunyai harapan besar untuk mereka berdua.
"Sudahlah kakak tak perlu membahas lagi apa yang ada dimasa lalu. Kadang cinta itu tak selalu hadir dengan cara yang indah dan cepat. Semua melalui prosesnya sendiri.."Lina mengelus rambut Reno lembut.
"Lalu bagaimana dengan proses perasaanmu kepada suamimu ini..."Reno seakan ingin memastikan perasaannya sekali lagi.
"Apa, memangnya perasaanku harus bagaimana..."Lina memalingkan wajahnya karena malu.
"Perasaanmu ada ditahap apa saat ini. ditahap suka,sayang apa mulai mencintai..."cara Reno berbicara yang terdengar begitu berani membuat Lina semakin malu.
"Hey jawab dong..."Reno memaksa wajah Lina untuk menatapnya.
"Apa perasaan aku masih penting. Disaat aku berani melakukan ini dan ini kepada suamiku apa perasaan itu masih penting untuk kita bahas..."Lina mencium bibir Reno dan memberinya pelukan erat.
Reno pun dengan senang hati membalas pelukan Lina dan mencoba merajut kemesraan yang lain tapi tiba-tiba...
Dering handphone Reno berbunyi disaat bibir Reno baru saja menempel di bibir istrinya.
"Angkat dulu..."pinta Lina begitu tau siapa yang menelepon.
"Hei Reno Lina...."sapa pak Adi dilayar handphone karena mereka sedang melakukan video call.
"Ya pak. Bapak apa kabar...? pinggangnya udah gak sakit lagikan..." sapa Lina dengan wajah ceria nya seperti biasa.
"Okh sehat donk kan bapak rutin minum obatnya..."jawab pak Adi tak kalah sumringahnya mendapat perhatian dari menantu kesayangannya.
"Rutin dari mana,bapak cuma minum obat dokter satu kali aja..."protes ibu Ratih yang kini ikut berbicara.
"Ikhh sayang banget ya ibu gak bisa ikut ke Bandung. Villanya gimana Lin baguskan..."tanya bu Ratih.
"Bagus kok bu,bagus banget malah. Iya kalo ibu sama bapak ikut pasti seru..."jawab Lina yang disambut deheman oleh pak Adi dan Reno secara kompak.
"Kalian berlama-lama lah disana ya Dan Reno kamu gak perlu khawatir dengan urusan kantor karena selama kamu disana bapak akan menggantikanmu..." Pak Adi langsung mengganti topik karena tau jika istrinya pasti akan mengajak menantunya mengobrol panjang tentang hal yang tak suka untuk didengar laki laki.
"Akh gak perlu pak, bapak istirahat aja dirumah. Dua hari lagi aku pulang kok..."cegah Reno berpura-pura menolak.
"Tenang aja,bapak gak sendiri kok,ada kakakmu disini yang bisa untuk diandalkan..."Riki ikut nimbrung mengobrol dengan kedua orangtuanya.
"Tapi ini gak gratis loh Ren. Iyakan pak..."Riki memberi kode kepada pak Adi yang disambut dengan senyuman penuh arti.
"Apa, apa kakak minta aku gaji..."tanya Reno berputa pura tidak tau.
"Okh yang pasti harus lebih mahal dari itu donk..."Bu Ratih seakan ikut mengerti apa yang sedang dibicarakan anaknya.
"Apa ibu sama kakak minta apa..."Reno seakan menantang orang tua dan kakaknya untuk berbicara lebih jelas.
"Cucu donk...."jawab pak Adi to the poin yang membuat Lina menunduk malu.
"Iya kalian gak boleh pulang sebelum bawa benih cucu ibu..."perkataan ibu Ratih semakin membuat Lina salah tingkah.
Dulu sebelum semuanya berubah seperti sekarang Lina bisa dengan santai menanganggapi permintaan mertuanya untuk memiliki seorang cucu. Tapi kini entah kenapa mendengar semua itu membuatnya menjadi salah tingkah.
"Iya tapi gimana mau jadi benih kalo kita terus saja digangguin begini..."protes Reno yang kini merasa senang begitu mendengar keluarganya sangat menginginkan anak dari dirinya dan Lina. Tak seperti dulu yang tak memiliki pengaruh untuk hati dan perasaannya.
"Ukhh baru ditelpon juga gimana kalo ibu sama bapak beneran ikut..."protes ibu Ratih dengan nada marahnya.
"Hehe udah akh..."Reno hanya menganggapi ucapan ibunya dengan senyuman.
"Ya udah. moga sukses ya..."pamit Riki sebelum mengakhiri panggilannya.
Reno kembali memeluk Lina erat begitu obrolan ditelpon usai. Tapi...
"Sejak kapan foto ini menjadi wallpaper handphone kamu..."tanya Lina begitu terkejut melihat foto pernikahannya terpampang jelas dilayar handphone Reno.
"Sejak tadi siang hehe..."Reno menjawab dengan tertawa kecil karena malu.
"Emang kakak punya foto pernikahan kita..."tanya Lina heran karena setau dia Reno dihari pernikahan mereka tak pernah sekalipun mengambil foto dengan handphonenya.
"Punya donk,masa aku gak punya foto pernikahan aku sendiri..."Kini Reno berkata dengan nada bangga. Tapi Lina menanggapinya dengan tatapan tak percaya.
"Dengar ya jangan mentang mentang aku dulu ini jahat aku ini playboy. Tapi aku takkan mungkin melupakan hal penting yang terjadi dihidupku...."Reno kini mulai berbicara serius.
"Aku ingat kita menikah dirumahmu. Dihari minggu tanggal 22 Januari dijam sembilan pagi. Aku melamarmu secara resmi ditanggal 15 Januari seminggu sebelum pernikahan kita digelar. Pertama kali kita bertemu dihari Sabtu disebuah mall di kota Bekasi. Kalo gak salah ditanggal 10 September awal pertama kita bertemu...."Reno dengan lancar mengatakan hal yang ia ingat, ya secara garis besar hampir semuanya sih Reno ingat.
"Kamu menandatangani kontrak kita ditanggal 10 Januari dijam tiga sore tepat dirumah kita yang dulu waktu di Bogor. Malam pertama kita ,kita lalui dengan tid...."Lina membekap mulut Reno karena merasa sedikit terharu.
"Aku sedikit curiga jangan-jangan kakak bukan hanya mengingat tentang kita tapi tentang wanita yang lain juga ya ..."Lina hanya sedikit mencari tau bukan bermaksud tidak menghargai perkataan panjang lebar Reno tadi.
"Ya tentu saja aku ingat. Aku ingat semua permintaan mereka yang minta inilah itulah. Tapi aku tak pernah hafal bagaimana wajah mereka secara pasti..." Reno tau jika dia memang pantas untuk dicurigai.
"Ya iyalah karena mereka pasti sangat banyak. Tapi kakak gak akan lupa bagaimana rasa dari mereka kan..."Lina bertanya lebih jauh untuk memastikan laki laki macam suaminya ini.
"Rasa mereka. Memangnya kamu pikir selama ini aku itu playboy seperti apa..."Reno tau Lina pasti berpikir dia orang seperti apa
"Ya seperti itu..."Lina tak berani berbicara secara langsung karena takut Reno tersinggung.
"Maksud kamu aku ini laki laki yang suka celup sana celup sini gitu..."Reno memperjelas maksud Lina dan diangguki oleh Lina.
"Aku ini masih orisinil Lina..."jawab Reno dengan tegas sambil menggenggam bahu Lina kencang.
"Masa..."jawab Lina yang seolah olah meledek.
"Mau aku buktikan hah..."Reno langsung menciumi Lina bertubi tubi begitu dia menyelesaikan perkataannya. Bahkan dia tak memberi Lina kesempatan untuk menjawab.
Lina yang mendapat serangan bertubi-tubi dari Reno tak merespon ataupun memberontak. dia hanya diam mematung melihat suaminya yang terlihat begitu bersemangat.
"Kenapa..."Reno berhenti dari aktivitasnya begitu tau Lina tak memberi respon apapun.
"Lalu apa yang kakak dapat dari mereka. Gak mungkinkan kakak gak punya imbalan akan uang yang kakak keluarkan untuk mereka..."Lina bukannya tak percaya tapi hanya saja tak mungkin seorang laki laki bisa dengan cuma cuma memberikan uang yang begitu besar tanpa timbal balik yang setara.
"Kamu ingin tau apa yang aku dapat dari mereka..."Reno tau pasti penilaian Lina sama seperti orang diluar sana yang menganggapnya sebagai laki-laki brengsek.
"Nanti akan aku beri tau..."Reno meyakinkan Lina untuk mencoba percaya padanya sampai nanti malam saja karena dia mempunyai buktinya didalam laptopnya yang kini tertinggal divilla.
"Sekarang percaya kan..."Reno sekali lagi bertanya karena Lina masih saja tak merespon.
"Aku tambah nih..."ancam Reno yang kini sudah bersiap untuk mencium Lina dibagian lehernya.
Cup...
"Iya aku percaya..."Lina mengecup bibir Reno dengan tatapan penuh haru.
Reno yang melihat tatapan Lina begitu dalam membuatnya tak ragu untuk kembali mencium bibir istrinya dengan penuh kelembutan.Dan langsung disambut ciuman itu dengan senang hati oleh Lina. karena sedikit demi sedikit rasa ragunya akan Reno mulai terkikis oleh sikap manis suaminya.