Kehilangan

Sudah seminggu Xena kembali ke rumah Nathan Utomo. Daddy dan Mommy nya melarang Xena kembali ke rumahnya sendiri karena mereka mengkhawatirkan Xena dan kedua cucunya bila Pras sedang pergi bekerja. Mau tak mau Pras mengalah sambil ia juga segera merenovasi rumahnya agar bisa nyaman ditempati keluarga kecilnya bersama Xena dan kedua putra kembar nya.

Siang itu udara amat terik, setelah menidurkan kedua putra kembarnya, Xena bersantai dikamar diatas ranjangnya sambil membaca novel kesukaannya. Ada dering telepon masuk ke HP Xena dan itu dari nomor telepon Lily.

"Hai Lily ada apa sayang?", tanya Xena lembut.

"Xena bisakah kamu ke rumah sakit Lexi Group? Lily membutuhkan dukungan mu", ujar Anthony pelan.

"Iya, aku ke sana. Ada apa Anthony?", tanya Xena sambil tangannya membuka lemari nya mengambil pakaian ganti.

"Lily keguguran Xena", ujar Anthony pelan dan terdengar isaknya.

"Astaga, Anthony. Oke aku ke sana sekarang. Ada di kamar berapa?", tanya Xena.

"Di kamar 602", ujar Anthony lalu menutup teleponnya.

Xena buru-buru mengganti pakaiannya lalu keluar kamar dan memanggil kedua baby sitter nya untuk menjaga kedua bayi kembarnya. Setelah rapi berpakaian, Xena mengetuk kamar Luna.

"Kak Luna aku titip sebentar Raffa dan Mika ya. Aku harus ke RS. Lily keguguran kak", ujar Xena saat melihat Luna membuka pintu. Hari ini Luna sedang meminta cuti tidak masuk bekerja.

"Iya, pergilah Xena, aku nanti akan ke kamarmu sambil menjaga Raffa dan Mika. Salam buat Lily ya, nanti kalau Xavier pulang aku ajak tengok Lily juga", ujar Luna terlihat khawatir.

"Makasih ya kak", ujar Xena lalu berjalan menuruni tangga dengan cepat.

Saat Xena keluar rumah, tampak mobil Pras memasuki halaman rumah dan kemudian berhenti di depan Xena.

"Ayo aku antar ke RS. Anak-anak sama si mba kan?", tanya Pras dengan muka cemas.

"Iya, ada kak Luna juga, aku titipkan juga mereka ke kak Luna", ujar Xena lalu masuk ke dalam mobil Maybach Pras kemudian mobil melaju menuju ke RS Lexi Group.

Sampai di halaman parkir RS, kebetulan ada mobil yang hendak keluar dekat dengan pintu masuk UGD, dengan segera Pras lalu memarkirkan mobilnya. Xena segera keluar dari mobil dan diikuti Pras. Xena terlihat panik sekali sampai hampir tertabrak mobil yang melintas pelan di dekatnya, untung nya Pras cepat menarik tubuh istrinya.

"Sayang lihat-lihat dong nyebrang nya. Bagusnya orang itu jalannya pelan, kalau cepat gimana", omel Pras.

"Maaf aku panik sayang", ujar Xena.

Pras menggandeng tangan Xena berjalan cepat menuju ke pintu masuk dan segera menuju lift naik ke lantai 6 untuk perawatan VVIP. Di lantai 6, tampak Anthony berdiri bersandar di depan kamar seakan tanpa nyawa. Pras melepaskan tangan Xena lalu berjalan mendekati adiknya dan memeluk adiknya erat yang kemudian saat tahu kalau yang memeluknya adalah Pras langsung menangis sesenggukan.

Xena masuk ke ruang rawat inap, tampak olehnya muka pucat Lily terbaring di atas tempat tidur ditemani Yuni dan Andika. Xena mendekati Yuni lalu mencium tangannya lalu mencium tangan Andika. Saat melihat Xena, Yuni berdiri lalu memeluk Xena erat dan mulai menangis.

"Sabar ya Tante. Kok bisa sampai kejadian begini kenapa? Ya ampun, kenapa muka Lily pucat sekali", ujar Xena cemas.

"Lily terjatuh di kamar mandi, lalu pendarahan dan dokter juga bilang anaknya tidak bisa diselamatkan", ujar Andika sedih.

"Ya ampun Lily", ujar Xena sambil menitikkan air mata nya.

Yuni masih menangis di pelukan Xena dan Xena lalu membimbing Yuni duduk di sofa agar tidak menggangu tidur Lily. Dokter terpaksa memberikan obat penenang karena saat tau anaknya tidak terselamatkan, Lily histeris dan hampir melukai dirinya sendiri.

"Sabar ya Tante. Aku ngga tau harus omong apa, Lily pasti sangat sedih kehilangan anaknya", ujar Xena pelan.

Pintu ruangan terbuka dan Anthony masuk diikuti Pras. Andika mendekati Anthony lalu memeluknya erat.

"Sabar ya nak, mungkin ini memang sudah jalannya. Kalian masih muda, jalan kalian masih panjang", hibur Andika.

Anthony hanya mengangguk dalam diamnya. Pras mendekati Xena istrinya dan duduk disampingnya. Yuni tampak lebih tenang dan mulai dapat duduk sendirian.

"Sabar ya Tante", ujar Xena lagi.

"Mami, kita pulang duluan ya, kita bawa jasad Janin Anthony dan Lily untuk kita kebumikan. Kita makamkan saja di pemakaman dekat rumah ya", ujar Andika kepada Yuni.

"Oh iya, apa yang bisa saya bantu Om?", tanya Pras.

"Pras tolong bantu biar proses keluarnya jasad janin Lily dipercepat, soalnya takut keburu sore. Saya tadi sudah hubungi keluarga untuk urus izin pemakaman nya dan katanya sudah ready", ujar Andika.

"Ok om. Sebentar ya, saya suruh mereka langsung bungkus dengan kain kafan aja ya biar segera sampai rumah langsung di makamkan", ujar Pras lalu keluar dari ruangan.

Anthony mengikuti langkah Pras untuk mengurus jasad janinnya yang sudah berumur 6 bulan. Sekitar setengah jam, Pras kembali ke ruangan dan berbicara dengan Andika.

"Om, biar saya sama Anthony yang urus pemakaman janin Lily ya om, biar cepat. Biar om sama Tante di sini temani Lily", ujar Pras yang diangguki Andika. Pras menghampiri Xena lalu menciun pucuk rambut istrinya.

"Aku pergi sebentar ya sayang", pamitnya.

"Hati-hati ya kak Pras", ujar Xena.

"Sayang, jangan pulang dulu ya, nanti aku kembali ke sini lagi jemput kamu", ujar Pras lembut dan dijawab anggukan oleh Xena.

Setelah lama, Lily tampak mulai sadar. Xena buru-buru mendekati Lily dan memegang tangannya erat. Lily yang membuka matanya melihat ke arah Xena lalu saat kesadaran nya mulai pulih, Lily kembali histeris. Ia menangis menjerit dan Xena dengan susah payah memeluk Lily walaupun sempat ia merasakan nyeri lukanya masih terasa.

"Lily, istighfar. Jangan seperti ini. Sabar sayang", ujar Xena pelan.

"Anakku pergi Xena. Anakku meninggalkan aku Xena", jerit Lily.

Seorang dokter datang setelah dipanggil Andika dan kembali memberikan obat penenang dalam dosis ringan kepada Lily.

"Tidurlah dulu Lily, lupakan dulu luka hatimu sayang", ujar Xena lembut. Secara perlahan tubuh Lily menjadi lunglai dan kembali tertidur.

"Dokter apakah tidak apa dia diberikan pemenang lagi?", tanya Xena.

"Saya sudah konsultasi dengan psikiater nya dan diberikan dosis serendah mungkin Bu Xena", ujar dokter tersebut.

"Oke dokter. Tolong diperhatikan ya saudari saya ini", ujar Xena.

"Tentu Bu, Bu Lily prioritas kami saat ini. Permisi bu", pamit dokter meninggalkan ruangan.

"Biar saat ini Lily tidur saja dulu biar saat dia bangun nanti, dia dapat berpikir dengan jernih", ujar Xena kepada Yuni yang hanya mengangguk sambil menitikkan airmata nya.

Tak lama datanglah Nathan ditemani Adelia, mereka baru dikabari oleh Pras mengenai keadaan Lily. Adelia mendekati Yuni yang langsung kembali menangis dalam pelukan Adelia. Nathan memeluk erat Andika kemudian dia berangkul Xena saat ia melihat Xena.

"Raffa dan Mika kamu tinggal sama baby sitter di rumah?", tanyanya lembut.

"Iya, tadi aku juga titip sama kak Luna Dad", balas Xena pelan. Saat ini yang mereka bisa lakukan hanya menunggu Lily untuk bisa menerima kenyataan harus kehilangan bayinya. Pras dan Anthony bersama beberapa kerabat memakamkan jasad janin Lily di pemakaman dekat rumah Andika.