Duka Cita

"Kak Ana ada apa? Tumbenan kamu telepon aku. Apa kak? Kamu ngga becanda kak? Aku pulang sekarang", ujar Adelia kaget.

Segera ia menyambar tas nya, memasukan Tab dan HP nya ke dalam tas lalu segera keluar dari ruang kerjanya.

"Heru, tolong bilangin si bos. Saya pulang, orang tua saya meninggal dunia kecelakaan", ujar Adelia dengan mata mulai berkaca-kaca.

Segera Heru menelpon Andika memberitahukan perintah Adelia. Saat menunggu lift, tampak Andika berlari menuju Adelia.

"Adel, aku antar kamu. Ayo", ujar Andika menarik tangan Adelia masuk ke dalam lift.

Air mata Adelia mulai mengalir deras, Andika merangkul Adelia berusaha menenangkan wanita cantik itu. Dengan langkah setengah berlari, Andika dan Adelia memasuki mobil Adelia dan sebentar kemudian mereka meninggalkan halaman kantor AN Entertaintment menuju ke rumah Henry Wijaya.

"Sayang iya aku sedang OTW ke rumah. Aku diantar Andika. Uda ya, aku ketemu kamu disana aja", ujar Adelia dengan terisak saat menerima telepon dari Nathan.

Saat telah tiba di pintu gerbang rumah Henry Wijaya, kerabat dan tetangga sudah berkumpul, mereka memandang iba melihat kedatangan Adelia. Andika membawa mobil Adelia ke rumahnya dan lalu memberikan kunci mobil kepada pelayan di rumah Adelia. Kemudian Andika menyusul Adelia kembali ke rumah Henry Wijaya.

Saat memasuki rumah, Adelia mencari kakaknya Anastasia dan setelah menemukannya, ia lalu memeluk kakaknya erat dan keduanya menangis bersama membuat orang yang melihat ikut meneteskan air matanya. Setelah tenang, Adelia melihat ke muka kakaknya.

"Kok bisa seperti itu si kak? Kenapa mereka bisa sampai tertabrak mobil lain?", tanya Adelia dalam isaknya.

"Katanya mobil lain itu yang bawa seorang anak ABG yang baru belajar namun sudah membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Mobilnya menabrak mobil papa dan mama hingga terbalik beberapa kali. Papa dan mama meninggal dalam perjalanan menuju rumah sakit, pak sopir nya meninggal di tempat", ujar Anastasia.

Nathan tampak memasuki rumah, dia sudah melepaskan jas kerjanya dan dasinya. Adelia saat melihat Nathan langsung menghambur ke dalam pelukan Nathan.

"Sabar ya sayang", bisik Nathan pelan berusaha menenangkan istrinya.

"Yang urus jenasah papa dan mama siapa Nathan?", tanya Anastasia.

"Xavier dan Pras. Mereka sedang mengurus kepulangan jenasah papa dan mama. Sabar ya kak", ujar Nathan dan kemudian membawa Anastasia dalam pelukannya juga. Kedua wanita itu menangis di dada Nathan.

"Sayang", panggil Michael yang baru memasuki rumah yang langsung Anastasia berlari memeluk nya.

"Kalian tenang dulu ya. Kasian mama dan papa kalau kalian tangisi. Biarkan mereka berdua tenang di alam sana apalagi mereka berdua pergi bersamaan", ujar Nathan berusaha menenangkan hati Adelia dan Anastasia.

"Iya sayang, mama dan papa biarkan tenang di alam sana. Mereka sudah tidak ada beban lagi, yang kita lakukan sekarang mendoakan mereka", ujar Michael.

Anastasia dan Adelia hanya diam dalam pelukan suami mereka masing-masing. Nathan memeluk istrinya erat, dan mencium pucuk rambut Adelia.

"Mommy, jenasah eyang belum tiba ya?", tanya Xena yang datang sambil menuntun Raffa dan Mika.

Adelia yang melihat kedua cucunya langsung menggendong Raffa dan Nathan langsung menggendong Mika.

"Cantik, anak-anak mu mending di rumah aja jangan ke sini, apalagi sebentar lagi akan banyak orang, nanti merepotkan", ujar Nathan.

"Iya, aku cuma mau nengok sebentar aja Daddy. Tadi kak Pras telepon aku katanya masih ada di rumah sakit, masih ada yang harus di urus", ujar Xena.

"Ya Uda, aku bawa pulang Mika dan Raffa dulu, nanti aku kembali lagi", ujar Xena lalu mengambil Raffa dari gendongan Adelia dan baby sitter dibelakangnya mengambil Mika dari Nathan.

Adelia mencium kedua cucunya dan Xena membawa mereka keluar dari rumah menuju ke rumah mereka. Beberapa kerabat dan tetangga tampak menyapa Raffa dan Mika yang tampak menggemaskan dan disambut ramah oleh Raffa dan Mika. Setelah membawa pulang kedua anaknya, Xena kembali lagi ke rumah Henry Wijaya, dia melihat Madeline yang ada di teras dalam pelukan Delon.

"Sabar ya kak Madeline", ujar Xena sambil mengelus punggung Madeline. Madeline melihat ke arah Xena lalu memeluk Xena erat.

"Aku tadinya mau ikut mereka pergi ke Bandung tapi ngga jadi karena Delon menjemput aku pergi bersamanya. Kalau aku ikut, mungkin saat ini aku pergi bersama eyang", ujar Madeline terisak.

"Bersyukurlah kak, kamu masih diberikan umur untuk memperbanyak amalan baik lagi. Jangan sedih lagi kak, tugas eyang sudah selesai, tinggal kita yang harus mendoakan eyang kak", ujar Xena lembut.

"Iya Madeline, jangan bersedih lagi ya sayang", ujar Delon mengelus punggung Madeline.

"Sayang? Cie cie", ujar Xena tanpa bersuara tersenyum menggoda kepada Delon. Delon tersipu malu.

Selang beberapa lama, masuklah dua mobil jenasah ke dalam rumah Henry Wijaya membawa jenasah Henry Wijaya dan Indriyani. Tangis Adelia dan Anastasia pecah saat melihat kedua jenasah orang tua mereka yang sudah dimasukkan ke peti mati dibawa masuk ke dalam rumah.

"Dad, lebih baik setelah kita sholatkan langsung kita kuburkan saja ya mumpung masih terang. Lagipula ngga ada yang kita tunggu lagi kan? Itu di rumah sakit juga sudah dipakaikan kain kafan, lebih baik tidak kita buka lagi karena tubuh eyang agak tidak sempurna lagi", bisik Xavier yang saat berdiskusi dengan Nathan dan Michael.

"Iya, kita sholatkan saja sekarang setelah itu langsung kita bawa ke makam. Jadi kita keluarkannya dari peti di makam saja ya", ujar Nathan yang langsung disetujui oleh Michael.

"Jadi gimana? Mobil Jenasah aku suruh tunggu sebentar ya?", tanya Pras kepada Xavier, Nathan dan Michael.

"Iya, suruh tunggu aja", ujar Michael kemudian mereka bersiap-siap mensholatkan kedua jenasah orang tua Adelia dan Anastasia dipimpin ulama tetangga mereka.

Nathan, Michael, Pras dan Xavier berada di barisan terdepan diikuti Delon dan beberapa kerabat. Banyak yang ingin mensholatkan kedua jenasah mengingat keduanya sangat baik terhadap kerabat dan tetangga mereka sehingga sholat jenasah dilakukan bergantian. Setelah di sholatkan keduanya dibawa kembali ke dalam mobil jenasah lalu dibawa menuju ke pemakaman.

Adelia, Anastasia, Madeline dan Xena ikut mengantar jenasah Henry Wijaya dan Indriyani ke peristirahatan terakhir mereka.

Keduanya akan dimakamkan dalam satu liang lahat sesuai permintaan mereka. Sampai di makam, setelah jenasah dikeluarkan dari peti mati, Anastasia dan Adelia sempat histeris karena melihat kain kafan keduanya terlihat bercak darah.

Pras dan Xavier masuk keliang lahat menerima jenasah eyang mereka dan Xavier sempat mengazankan keduanya.

"Saya atas nama keluarga Henry Wijaya sangat berterimakasih atas bantuan bapak dan ibu semua yang telah membantu pemakaman orang tua kami. Mohon dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya apabila kedua orang kami melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja. Apabila ada hutang piutang kepada almarhum dan almarhumah, mohon dapat menghubungi kami, baik saya maupun kakak saya Michael. Sekali lagi terimakasih dan wasallammualakum warahmatullahi wabarokatuh", ujar Nathan.

Semua kerabat membalas salamnya lalu secara pasti mereka membubarkan diri. Nathan memapah Adelia yang terlihat masih belum mau meninggalkan makam orang tuanya.

"Mommy, ayo pulang. Jangan memberatkan eyang dengan air mata Mommy, sekarang kita hanya bisa mendoakan eyang aja", ujar Xavier yang melihat Adelia seperti enggan beranjak.

Pras yang bajunya berlumuran tanah merah tampak berjalan dengan digandeng Xena menuju ke arah mobilnya. Akhirnya Adelia mengikuti langkah Nathan menuju ke arah mobil.

"Bawel, loe jadi supir lagi", ujar Xavier melemparkan kunci mobil Alphard kepada Pras.

"Tau, gw pasti jadi supir mulu", ujar Pras lalu masuk ke dalam mobil.

Setelah mereka masuk ke dalam mobil, mereka akhirnya meninggal area pemakaman.