Curiga

Catatan Si Dion 4

Dan akhirnya aku, Agung dan Rani jalan bersama. Kami bertiga pergi ke cafe untuk sekedar hangout, makan dan ngobrol-ngobrol. Kemudian kami berlanjut jalan-jalan ke sebuah taman kota.

Sungguh hatiku terasa terenyuh setiap melihat kemesraan mereka berdua. Agung dan Rani adalah pasangan yang serasi. Tampan dan cantik. Laki-laki dan perempuan. Aku sedih melihat keintiman mereka dan aku cemburu. Bibirku tersenyum tetapi batinku menangis.

Apalagi saat mereka memintaku untuk memotret kebersamaan mereka dengan ponsel Agung. Duh ... rasanya hati ini tercabik-cabik. Andai Aku di posisi Rani, alangkah bahagianya aku. Bisa memeluk, mencium dan merangkul Agung dengan sesuka hati.

"Dion ... Ayo kita selfie bertiga!" seru Rani tiba-tiba.

"Ah ... Gak usah!" jawabku.

"Ayolah ... Buat kenang-kenangan!" ujar Agung sambil menarik lenganku، lalu ia merangkulku. Aku jadi tertunduk malu. Aku berdiri di antara Agung dan Rani. Wajah kami menghadap ke layar kamera ponsel.

"Aku ... Tidak usah ikut foto," ungkapku sebelum Agung menjepret tombol kamera. Perlahan aku melepaskan rangkulan tangan Agung dari bahuku.

"Lho ... Kenapa, Yon?" tanya Agung heran. Jidatnya seketika mengkerut. Matanya menyipit tajam.

"Kata orang tua kita tidak boleh foto bertiga," terangku.

"Emang kenapa sih?" ucap Rani bingung.

"Bila kita foto bertiga maka salah satu dari kita akan meninggal dalam waktu dekat," terangku.

"Ah ... Mitos itu. Jangan dipercaya!" tukas Agung langsung dan menarik tubuhku kembali. Kemudian tanpa ragu kami pun cekrek.... Cekrek .... Ber-wefie ria.

Kami berpose manjah, gokil, sok imut dan lain sebagainya. Pokoknya seru.

Catatan Si Dion 5

Hari demi hari kian berlalu. Hubungan asmara antara Agung dan Rani semakin menggebu. Mereka semakin lengket. Seperti perangko. Maunya nempel terus. Tak mau terpisah. Dan keberadaanku jadi semakin tersisih.

Di mata mereka aku hanya selembar kertas yang mereka coret-coret dengan seenaknya. Mereka jadikan aku sebagai tempat curhat saja. Setiap kali mereka menceritakan tentang hubungan cinta mereka, Aku hanya bisa memberikan saran dan masukan yang positive.

Mereka tidak tahu ada hati yang terluka. Tersobek-sobek. Hancur berkeping-keping. Ketika kisah cinta mereka terekam di panca indra.

Aku hanya bisa menangis dalam kesendirian. Teman terbaikku hanya buku catatan harian. Segala keluh kesah kutuangkan dalam buku tersebut. Disitulah aku menuliskan perasaanku. Tulisan yang mengungkapkan rasa kejujuran dari lubuk hati yang paling dalam. Betapa sakitnya memiliki cinta yang menyimpang. Cinta yang kurang waras. Cinta yang tak mungkin terbalas. Cinta terlarang dan yang terbuang.

Aku ingin memusnahkan cinta ini. Namun aku tidak bisa. Aku ingin berhenti mencintai Agung, tetapi aku tidak mampu. Aku bimbang. Gamang. Aku hanya bisa pasrah dengan keadaan yang menimpaku ini. Biarlah aku hadapi dengan berbesar hati dan penuh keikhlasan.

Catatan Si Dion 6

Suatu hari, di saat malam minggu. Agung pergi berkencan bersama Rani. Sedangkan aku cuma sendirian di kamar. Memandang hampa langit-langit sambil membayangkan masa indah agar aku tidak merasa sepi hingga aku terlelap dalam mimpi.

Sementara itu di kejauhan sana. Di sebuah tempat wisata. Tampaklah dua insan yang sedang dimabuk asmara. Lelaki dan wanita. Ganteng dan cantik. Tak lain dan tak bukan, mereka adalah Agung dan Rani.

Keduanya duduk saling berhadapan dengan sorot mata yang serius.

"Mas ... Ada yang ingin kubicarakan sama kamu," kata Rani memulai.

"O, ya ... Bicara soal apa, Dek? Kok nampaknya serius sekali?" tanggap Agung penasaran.

"Soal Dion, Mas ..."

"Emang ada apa dengan Diaon?"

"Kalau aku perhatikan sepertinya ada yang aneh deh pada Dion."

"Aneh bagaimana?"

"Memang Mas gak pernah perhatikan gelagat Dion?"

"Tidak ...." Agung menggeleng.

"Wajah Dion itu kian hari kian memucat Mas ... Dan aku yakin ada sesuatu yang disembunyikan dia."

"Ah ... Itu perasaan kamu aja, Dek ...dari dulu wajah Dion memang pucat pasi seperti vampire!"

"Aku jadi khawatir Mas ..."

"Khawatir kenapa sih, Dek?" Agung menyentuh tangan Rani lalu mengusapnya pelan-pelan.

"Jangan-jangan Dion sedang mengidap suatu penyakit serius Mas ..."

"Hahaha ...." Agung terkekeh, "kenapa kamu berpikir seperti itu sih Dek. Udahlah tak usah berpikir macam-macam ... Mas jadi curiga nih sama Adek ...."

"Curiga kenapa?"

"Kok Adek begitu detail memperhatikan Dion."

" Bukan begitu Mas ... Sebagai teman dekatnya seharusnya Mas lebih tahu keadaan dia. Aku yang lihat sepintas aja merasa aneh kok dengan rona wajah Dion yang selalu pias."

"Mungkin Dion kecapekan aja Dek ... Karena selain kerja dia di kosan sibuk dan rajin bersih-bersih."

"Ya mudah-mudahan aja sih kalau Dion cuma kelelahan dan tidak sedang sakit."