Prolog

Konnchiwa (Hallo) Para Readers Sekalian...!!

Gomenasai Minnasan (Mohon maaf, semuanya), untuk cerita Surga Yang (tak) Dirindukan diganti dengan judul novel yang baru yaitu Air Mata Cinta. Cerita kemarin kebetulan saya tidak bisa lanjutan, sebagai gantinya saya membuat novel baru dengan nama tokoh dan cerita baru yang lebih fresh.

Besar harapan saya, semoga kalian suka dengan cerita baruku ini

Arigatou Minnasan (Terimakasih banyak semuanya)

Jangan lupa dukungannya dengan like dan coment yah....

 

~~~

Disclaimer!!!

"nama tokoh, karakter, tempat kejadian dalam cerita ini adalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan, cerita ini murni karangan dan untuk hiburan semata".

 

***

"Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan dan bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Adalah pengawas atas kamu". (Qs. An Nisa : 1)

***

"pergilah... wanita yang aku cintai, selamatkan dirimu, jangan hiraukan aku. Kau harus pulang dengan selamat, tugasku telah selesai menolongmu, sekalipun kau bukanlah jodohku. Aku harap kau menemukan seorang laki-laki yang bisa menjagamu, melindungimu dan membuat hidupmu selalu dalam kebahagiaan. Semoga aku selalu teringat dan tersimpan dalam hatimu, sekalipun harus terlupakan. Percayalah! Aku tidak akan melupakanmu, aku akan membawa ingatan indah ini dalam hatiku selama-lamanya..."

***

"kak Alvar... bertahanlah! Balqis, mohon! Jangan tinggalkan Balqis sendirian disini...", lirih seorang wanita berjilbab bernama Balqis Almeera Herlambang, dia memegang erat tangan seorang lelaki yang bersimbah darah di pangkuannya.

Lelaki didalam pangkuan bernama Muhammad Alvar Rusydi berpangkat Mayor, dari mulutnya memuntahkan begitu banyak darah segar, "khukk... khukk... khukkk!"

"kak Alvar...!!"

Balqis menangis deras dan linangan air mata jatuh membasahi pelupuk matanya, tangannya terus menekan perut bagian kiri bawa Mayor Alvar yang terkena luka tembak. Tangannya dibawah sana terus menekan luka tersebut namun darah terus mengalir deras, Balqis panik saat itu juga, "bagaimana ini? darahnya tidak berhenti, aku harus mengeluarkan peluruhnya. Tapi, bagaimana...?!"

Balqis begitu panik saat ini karena melihat sekeliling tempatnya berada tidak menemukan apapun untuk bisa mengeluarkan peluruh dari perut Alvar, bukan hanya itu mereka berdua terjebak didalam hutan belantara yang gelap gulita, angin malam yang begitu sangat dingin menyeruak menembus tubuh mereka, mereka hanya bertemankan suara-suara serangga bernyanyi yang memecahkan ke heningan.

Mayor Alvar merasa hatinya begitu sesak melihat wanita yang di cintainya panik dengan kondisinya, sekarang tubuhnya tidak bisa bergerak, semua sendi-sendi, tulang-tulangnya terasa begitu kaku dan mati rasa, pandangannya beralih ke kaki kanannya tepat di tempurung lututnya sudah pecah. Dia tidak mampu untuk berjalan, apalagi mengantarkan balqis untuk pulang. Dia sudah memasrahkan hidup dan matinya kepada Allah, Sang Pemilik Langit dan Bumi.

Balqis langsung melepas jas dokter berwarna putihnya dan mengikat kuat luka di perut Mayor Alvar, setidaknya dengan ikatan jasnya bisa menghentikan pendarahan untuk sementara waktu.

Mayor Alvar tersenyum tipis dengan apa yang dilakukan Balqis kepadanya, namun senyumnya perlahan berubah menjadi sendu saat melihat balqis menangkupkan wajahnya dengan kedua tangan, disana Mayor Alvar mendengar isakan tangisan Balqis yang tersedu-sedu, disana dia bisa melihat bahu dari Balqis bergetar hebat.

Melihat Balqis menangis membuat hatinya sedih dan terasa seperti tertusuk-tusuk bilah pisau berkali-kali, "kenapa kau menangis...?", tanya Mayor Alvar.

Balqis menurunkan kedua tangannya, linangan air mata jatuh dari matanya deras membasahi pipinya, pandangannya beralih kearah tempurung lutut Mayor Alvar yang pecah dan mengeluarkan banyak darah.

"jangan menangis...!", lirih Mayor Alvar.

Balqis langsung mengangkat tangan kanannya untuk mengapus linangan air matanya namun tetap air matanya terus berlinang tidak berhenti, "aku seorang dokter, tetapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Apa yang harus aku lakukan untuk menolong kak Alvar..."

Mayor alvar melihat keatas langit tepatnya kearah timur tempat dimana sang surya akan terbit, di ufuk timur muncullah sebuah cahaya kemerahan yang perpaduan sempurnah dengan munculnya matahari terbit. Kedua mata Mayor Alvar terpejam sesaat untuk merasakan hembusan angin lembut pagi yang menyejukan menerpa wajah dan tubuhnya, angin tersebut seakan masuk ke relung hatinya terasa begitu sangat damai dan menenangkan juga memberikan kejernian pikirannya.

"ada satu cara kau bisa menolongku...", ucap Mayor Alvar.

Langit perlahan berubah yang awalnya gelap menjadi cerah ketika sang surya benar-benar muncul dari ufuknya, menghantarkan cahaya yang menyorot ketubuhnya begitu sangat hangat.

Mayor Alvar mengeluarkan kompas miliknya, "pergilah kearah barat, disana kau akan menemukan beberapa rumah penduduk. Kau bisa meminta bantuan mereka untuk menolongku..."

"tapi, kak alvar...", ucap Balqis terpotong.

Mayor Alvar langsung memberikan kompasnya kepada balqis, "gunakan kompas ini! kompas ini, akan membawamu ketempat yang aku katakan tadi. Pergilah...!", perintahnya menyela ucapan Balqis.

Linangan air mata masih terjatuh dari mata Balqis hingga mengenai pipi Mayor Alvar, dia tersenyum tipis seraya menatap dalam manik mata cokelat milik Balqis. Balqis bimbang sekarang, di satu sisi dia ingin tetap menemani kak Alvar tetapi keadaan lelaki di pangkuannya keadaannya tidak baik-baik saja. Dia hanya takut keadaan Mayor Alvar menambah parah selepas kepergiannya.

"kenapa kau diam? pergilah! Mintalah bantuan kepada mereka, cepat...!!", perintah Mayor Alvar.

Balqis masih terdiam dengan pandangan matanya kearah kompas yang ada ditangannya, kemudian beralih melihat kearah Kak Alvar nya, "kau bisa pergi sendiri, kan? Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku, aku akan baik-baik saja disini. Allah Subhanahu Wa Ta'ala akan melindungiku disini, jangan takut! Berjalanlah lurus ke barat. Pergilah, Balqis...!"

Dengan berat hati Balqis menganggukan kepala mengikuti perintah dari Mayor Alvar untuk pergi kearah barat agar bisa meminta pertolongan kepada warga sekitar, "baiklah, aku akan pergi. Kak Alvar, bertahanlah! Aku akan segera kembali...", balasnya.

Mayor Alvar membalas senyum tipis dan anggukan kepala yang lemah, "iya, pergilah! Aku akan menunggumu disini, tidak perlu khawatir. Cepat pergilah...!", perintahnya.

Balqis dengan perlahan mengangkat tubuh Mayor Alvar dari pangkuannya kemudian dia membaringkan di atas tanah, dia kembali mengusap air matanya yang jatuh. Sebelum melangkah pergi Balqis mengenggam erat tangan dari Mayor Alvar.

"bertahanlah, kak! Aku janji akan segera kembali...", ucap Balqis.

Mayor Alvar membalas dengan anggukan kepala lemah tak lupa menarik bibirnya membentuk senyuman, Balqis bangkit dari duduknya dan mulai melangkah meninggalkan Mayor Alvar. Dia terus berjalan menjauh dan sesekali melihat kebelakang untuk memastikan Mayor Alvar disana baik-baik saja, Balqis menyekat air matanya dan mulai berlari memasuki hutan-hutan.

Di bawah sana, Mayor Alvar memejamkan mata saat merasakan hangatnya sang surya menyinari dirinya juga angin sejuk yang menerpa dirinya begitu sangat lembut membuatnya ingin tidur, kicauan-kicauan burung seakan menjadi nyanyian tidur untuk dirinya.

"maafkan aku, sepertinya aku tidak bisa menepati ucapanmu untuk bertahan dan menunggumu kembali. Mataku ini begitu berat sekali ingin tertidur, tolong maafkan aku karena tidak bisa mengantarmu pulang sampai ke Indonesia. Aku harap, Allah melindungi langkahmu dan menjagamu sampai pulang ke Indonesia kembali...", gumamnya.

Pandangan mata nya mengarah melihat langit yang sudah terang benderang, "Ya Allah... sungguh indah langit diatas sana dan sungguh hangat sinar dari matahari disana, semua seakan tersenyum padaku Ya Rabb. Aku begitu bahagia, aku tidak menyesal sekalipun kau memanggilku untuk kembali. Aku hanya memiliki satu permintaan, semoga wanita yang aku cintai pulang dengan selamat dan menemukan lelaki yang bisa melindungi juga menjaganya...", lirih Mayor Alvar dengan tersenyum simpul yang tulus.

Kemudian Mayor Alvar menarik nafasnya dalam-dalam, "laa ilaha illallah... tidak ada sesembahan yang berhak dan wajib disembah melainkan Allah", lirihnya dengan perlahan matanya menutup bersamaan hembusan angin sejuk menerpa dirinya, setelah mengucapkan kalimat 'Tauhid' bibirnya menarik membentuk senyuman indah.

###