Serangan tengah malam

Aku kembali ke asrama setelah 2 minggu libur.

Sebenarnya, tidak banyak yang terjadi pada saat liburan. Tapi, lelaki itu selalu datang untuk menemaniku setiap malam di manapun aku berada.

Entah kenapa, aku merasa tenang dan nyaman di dalam dekapannya setiap malam. Aku merasa aman selama berada di dekatnya.

Ia juga sering menceritakan masalahnya.

Banyak sekali.

Sepertinya dia orang yang memiliki tanggung jawab yang besar.

Lelaki itu sama sepertiku, ayahnya telah pergi.

Persoalan lelaki itu jauh lebih besar daripada masalahku.

Aku tidak mengerti mengapa dia menceritakan masalah itu kepada anak 11 tahun yang bahkan tidak akan bisa memberikan penyelesaian. Tapi, dia selalu bilang bahwa aku cukup mendengarkan dan setidaknya ia tidak perlu menanggung beban itu sendirian.

Aku tidak menceritakan tentangnya ke Ibu ataupun Isla.

___________________________________

Aku menyelinap ke lorong yang gelap. Aku berjalan cepat dan menuju ke tempat yang tersembunyi.

Aku duduk di atas bonggol kayu.

Lelaki itu datang. Hanya saja, dia hanya punya waktu sebentar karena harus kembali ke tempat kerjanya.

Aku masih di atas bonggol kayu, menatap langit malam yang sama indahnya.

"Azalea?" Suara datar itu... Bu Lighton.

Aku menoleh, tersentak melihat penampilan Bu Lighton.

Rambut hitamnya berkobar menakutkan, bola matanya menjadi merah darah dan memberiku tatapan intimidasi.

"Bu Lighton...?" bisikku takut-takut.

"Melanggar jam malam, huh, Azalea?" bisiknya. "Kamu harus mendapat hukuman. Ikut aku!"

Aku hanya mengikutinya.

Dia mengarahkanku ke ruang olahraga. Apakah aku harus membersihkan piala di ruang olahraga.

Aku masuk.

Gelap dan berdebu.

Bu Lighton tidak bicara ataupun memerintah apapun kepadaku.

Hening.

"Bu..." gumamku.

"Sst!" Bu Lighton mendelik kepadaku.

Aku membungkam mulutku sambil melirik ke arah jam dinding.

23.55 pm

5 menit sebelum jam tengah malam.

24.00

Lampu ruang olahraga yang tadi dinyalakan kini berkedip mati.

Awan hitam bergulung menutupi rembulan.

Suara rantai yang diseret terdengar menggema dan menakutkan.

Crang!

Pekikan Bu Lighton terdengar.

Crang!

Pekikan itu semakin menjadi-jadi, membuatku meringkuk sambil menutup kuping.

Suara pekikan itu berangsur hilang.

"Bu Lighton..." panggilku takut. "Apa anda baik-baik saja?"

Aku berusaha melihat posisi Bu Lighton.

Guruku itu lenyap!

"Bu?!" Aku menoleh ke segala arah. "Bu Lighton anda dimana?!"

Kaak!

Aku menjerit keras ketika sosok Bu Lighton entah bagaimana menukik tajam ke arahku.

"Bu..." Suaraku tercekat ketika melihat sosok di hadapanku.

Bukan Bu Lighton. Hanya makhluk berkulit kelabu pucat dan keriput. Dengan wajah yang hancur dan rambut kusut yang mengerikan.

Makhluk itu menggeram, memamerkan gigi taringnya yang tajam dan mengerikan.

Brak!

"Azalea!" Pak Jack dan Isla menyerbu masuk.

Bu Lighton menoleh dan menggeram. Ia menggerung begitu keras.

"Isla! Kita tidak bisa ikut bertempur saat ini," larang Pak Jack ketika Isla hendak menyerbu.

"Azalea! Kalung aneh itu! Kamu memakainya?" seru Pak Jack, masih dalam posisi siaga.

Aku membuat kalung itu putus. Tidak peduli dengan sakit di leherku.

Ini masalah hidup dan mati.

Makhluk aneh itu hendak menyebuku. Tetapi selalu tertahan oleh sesuatu yang tidak bisa kulihat.

"Azalea! Pikirkan ayahmu!" rengek Isla.

"Untuk-" Aku hendak bertanya.

"Cepat! Atau kita akan habis di sini!" potong Pak Jack.

Aku mencengkram kalung itu. Memejamkan mata dan memikirkan ayah yang selalu muncul di mimpiku.

"Ayah, aku takut sekali," gumamku. "Ayah, aku mohon tolong bantu aku."

Kalung itu membentuk kunci.

"Kunci?" pikirku.

"Pikirkan senjata apapun asalkan panjang!" Isla memekik.

Aku menjerit ketika makhluk itu kembali terlontar oleh sesuatu yang tak kasat mata.

Aku memikirkan sabit kematian.

Dan kalung itu berubah!

Aku tidak tau apa yang aku lakukan. Tapi, aku mengayunkan sabitku asal.

Makhluk itu terkoyak dan lenyap.