Sosok tinggi Avery berjalan cepat, membelah kerumunan. Ia membaca buku panduan.
Ia mungkin akan melewati klub melukis, kuis, manga, cerdas cermat, peneliti mitologi, dan sastra klasik.
Ia masuk ke ruangan klub pertama, melukis.
Hanya ada 1 keluarga di sana. Ruangan itu memamerkan lukisan-lukisan indah.
Keluarga itu tampak sangat harmonis. Ibunya memiliki rambut yang entah kenapa membuat Avery mengingat sosok Azalea, cukup membuat dia tersipu.
Sang ayah berambut pirang dengan mata biru cerah.
Dan anaknya adalah gadis yang entah kenapa langsung tidak Avery sukai. Rambut pirangnya dikuncir dua dan memakai pakaian yang imut.
"Menjijikan," gumam Avery.
"Hallo," Nada menggoda muncul dari sapaan anak itu. "Namaku Bella Lynch. Siapa namamu? Kamu tampan."
Ayah dan ibunya hanya cekikikan.
"Kamu cocok dengan anak kami," ujar sang ayah, membuat Avery langsung berdoa semoga tidak jadi.
Ketika Avery membuka mulut, pintu terbuka dan menampilkan sosok perempuan bertudung.
Ia memakai hoodie hitam dengan gambar tengkorak, celana kapri hitam berhias motif percikan cat ungu, dan sepatu pantofel. Ia menyandang ransel. Dan yang membuat Avery tersenyum adalah ia memakai kalung berbandul kunci.
Avery bergegas merangkul gadis itu, merasa terselamatkan.
Gadis itu melepas kupluk hoodie yang ia pakai.
Berbeda dengan gadis bernama Bella itu, Azalea tampak jauh lebih cantik. Auranya berbeda dengan Bella yang manja dan genit. Aura Azalea dewasa, anggun, dan misterius.
Rambut hitam lurus sepinggangnya denga bagian bawah bergelombang itu terikat sempurna menjadi satu kuncir kuda, membuat dia tampak tangguh. Bola mata ungu anggurnya mengkilat tajam. Hidung mancungnya, pipi agak tirusnya, dagu lancipnya, dan kulit pucatnya. Itu sempurna.
"Azalea!" pekik Bella.
"Tch! Mengganggu proses pendekatan saja!" Ayahnya tampak kesal.
"Chad!" Ibunya tampak tenang.
"Hallo, 'keluarga'-ku," Suara Azalea semakin tajam dan datar dari biasanya, membuat Avery tau bahwa itu pertanda bahaya.
"Tampan, kamu mengenal dia?!" pekik Bella.
"Tampan?" kekeh Azalea. "Panggilan baru, ya, Ave."
Avery merona ketika Azalea memanggil nama kecilnya, yang hanya diketahui oleh Pak Jack.
"Kenapa kamu bisa-" Ucapan Avery terpotong.
"Pak Jack," kekeh Azalea. "Sedikit permohonan kecil."
"Kamu memanggilnya dengan nama kecil?!" seru Bella. "Dia milikku."
Cukup. Amarah Avery sudah di puncak.
"Aku BUKAN milikmu!" seru Avery berang.
Itu membuat keluarga kecil itu terdiam.
Azalea menghela nafas dan berusaha untuk menenangkan anak chaos yang tersulut emosi itu.
"Ingatkan aku untuk tidak macam-macam dengan Chaos, Avery," canda Azalea.
Avery menghela nafas dan tersenyum simpul.
"Avery, kita tidak bisa terus-terusan di sini," ujar Azalea. "Waktu kita sempit. Aku yakin Isla dan Rick juga sedang berusaha. Ayo kita pergi."
Avery dan Azalea melanjutkan perjalanan.
Mereka masuk ke ruangan kuis.
Lalu, cerdas cermat.
Kemudian, mereka masuk ke ruang klub peneliti mitologi.
Di ruangan itu terdapat mading besar yang ditempeli penjelasan-penjelasan terhadap mitologi-mitologi darimana pun itu.
"Mungkinkah kepingan itu ada di sini?" bisik Azalea.
"Entahlah," Avery mengangkat bahu.
Rupanya tidak ada.
Mereka melangkah gontai ke ruangan sastra klasik.
Mereka menjual buku tulisan mereka dan beberapa buku cerita tua yang populer hingga tidak terlalu populer.
Ketika mereka hendak membayar, mereka melihat kubah yang terbentuk. Mereka saling pandang dan buru-buru berlari.
Oh, tidak...
Cepat sekali dan di tengah kerumunan...