Benar, ternyata tak ada harapan

****

Segala ucapan yang dikatakan Dirles ngebuat emosi gue ga tertahankan, akhirnya gue mengeluarkan unek-unek gue sama dia. Yang berakhir menjadi pertengkaran yang cukup panas. Awal nya gue puas akhirnya mengungkapkan sebagian isi hati gue dan memaki dia, tapi semakin lama semakin menyadari sikap gue tadi ada rasa bersalah dibagian memaki dia. Terlebih ini akan ngebuat dia semakin benci sama gue, lebih tepatnya ga ada harapan mendapatkan dia lagi seperti saran Julia kemarin dan saran James tadi pagi. Gue gegabah, gue takut ga bisa menjalankan saran mereka.

Cukup, ya bahkan sudah menyadari sikap gue selama berumah tangga sama Khristal. Ternyata dia emang sudah terbebani hidup sama gue. Yang awalnya gue benci dan emang ngebuat dia juga benci ama gue dengan cara mendekati kembali Sera, sekarang menjadi terbalik, gue semakin memantapkan kembali sama Sera supaya dia bisa bahagia dengan cara berpisah dari gue lelaki yang brengsek ini, gue memutuskan ingin dia kembali seperti dulu, bahagia, ceria, tertawa. Ternyata ini mungkin yang dia harapkan akhir ini. Pisah dari gue dan dia bisa mendapatkan kebahagiaan dia mungkin juga kebahagiaan gue.

****

Jam udah nunjukkan pukul 17.30 kuliah udah selesai, gue memutuskan langsung pulang kerumah aja, mau langsung bobo. Sumpah mager banget gue kemana lagi. Ekh baru aja jalan diloby kampus suara James manggil gue . Akhirnya gue menoleh kearah dia.

"Dek"

"Ya, kenapa James?"

"Lah, kok sebutan abangnya ga dipake?" etdah, lupa gue kan.

"Hehehe, lupa bang. Namanya juga belum kebiasaan."

"Oh gtu, tapi dibiasakan donk ya. Senang loh gue dipanggil abang, tapi cuma lo yabg bisa manggil abang, yang lain kagak boleh. Hahaha."

"Astaga, jahat amat dah abang sama yang lainnya donk."

"Bodoh amat dek."

"Ish,"

"Dek, mau langsung pulang?"

"Oh, iya bang."

"Yaudah ayo.."

"Maksudnya ayo apaan bang?"

"Lah, katanya mau pulang, ayo abang antar kerumah."

"Hah! Aaa, ga usah bang. Gue pulang sendiri aja. Abang kalo mau pulang duluan aja."

"Kenapa ditolak sih dek? abang niat baik kok."

"Ihh, abang gue tahu kale abang niat baik. Masalahnya gue ga mau ada salah paham loh bang."

"Yaelah, salah paham ama siapa sih? Dirles?"

"Bu..bukan bang, bukan dia. Tapi sama tetangga bang. Ntar gue dituduh selingkuh lagi. Ga mau akh.." jawab gue sedikit ngambek sih. Hahaha

"Oh gitu, tapi ga apa kok. Bilang aja abang apa sodara gitu."

"Ihh, abang ga usah dulu ya tuk beberapa waktu ini. Soalnya kan gue baru berumah tangga, tetangga juga tahu loh abang kalau gue ga punya saudara apa lagi orang tua dan gue juga takut tetangga ceplos cerita sama mama Sharon, gitu loh.."

"Iya juga sih, yaudah kalau gitu abang luan ya, kalau ada apa-apa kabari abang ya."

"Ok bang, hati-hati ya.."

"Iya, lo juga hati-hati ya.."

Huft..., akhirnya pergi juga tuh James. Gue takut kale kalau org sekitaran rumah. Ya kale gue dituduh selingkuh padahal yang selingkuh tuh noh, si Dirles. Dan gue pun lanjut jalan kedepan tepatnya kehalte nunggu bus.

Gluduk...!! Gluduk..!!

Duaar....!! Ccrrr....!!

Astaga, belum lagi keluar dari gerbang kampus. Suara petir yang sangat kuat dibarengi hujan deras langsung ngebasahi baju gue. Orang-orang pada berlarian berlindung. Gue semakin berlari kehalte buat berteduh. Dari gerbang ke halte cukup jauh. gue basah kuyup kan jadinya.

Gue semakin kedinginan aja astaga, tanpa babibu gue pesan tuh grab. Gue takutnya pasti padat tuh bis. Sial, kok semua pada nolak sih. Banyak amat sih alasan driver ini yang macet lah, masih jauh lah. Toh kan gue tetap nunggu. Hampir aja gue lempar hp kejalan, tangan gue menggantung keudara, gue menelan saliva dalam sedalamnya.

Tahu apa yang gue lihat? mobil Dirles, ya mobil Dirles keluar dari gerbang kampus, bentar lagi mobil nya melewati gue. Gue ga tahu sengaja ga sengaja dia menurunkan kaca jendela mobilnya, ngapain dia buka kaca mobilnya ya? Apa mau ajak gue pulang ya? Ah, halu lo bego!! Gue semakin menajam kan pandangan gue.

Degh..! ya Tuhan. Mau apa lagi dia lakukan ini sama gue sih. Gue bersyukur Tuhan telah menurunkan hujan yang deras, dia mengerti isi hati gue, dia tahu akan ada kejadian lebih menyakitkan dari yang tadi. Gue menangis senangis nangisnya. Ga bakalan ada yang tahu gue menangis toh wajah gue dari keluar gerbang udah dibasahi air hujan, bahkan menjerit ga bakalan ada yang denger karena disini cuma gue sendiri nunggu dihalte.

Sakit rasanya kalau kita beneran ga dianggap, ga dihargai. Istri mana ga terluka melihat suaminya satu mobil sama wanita lain apa lagi itu pacar suaminya. Sakit kan? Ya itu yang gue rasakan sekarang. Gue menangis melihat dia duduk disamping Sera.

Ternyata harapan tinggal harapan, gue pupus dapatkan dia lagi. Sialnya halte gw berhadapan dengan lampu lalu lintas, lebih sialnya lampu merah dan mobil Dirles tepat dihadapan gue. Dan lebih sialnya ntah angin apa, dia tiba-tiba mencium sera saat kaca jendela terbuka full. Mata gue tetiba melebar meski tetap menatap mereka,air mata ga bisa dihentikan lagi.

Menangis menangis adalah cara gue melepaskan marah dan sakit hati, ingin gue meghapus air mata ini, tapi gue takut kalau Dirles berpikir mungkin gue menangis dan menangis karena ulah dia. Dan memang tujuan dia bikin gue terluka lagi. Gue menahan tangan gue untuk tetap dibawah.

Saat mata kami ketemu, dia mencium kembali kening Sera dengan penuh sayang dibarengi dengan senyum smirk nya ke gue, ternyata dia menyadari gue berdiri dihalte ini. Barulah dia pergi dari hadapan gue karena lampu jalan udah warna hijau petanda jalan.

Begitu dia menjauh, disnilah nangis gue sejadinya menjerit seperti menahan luka yang dibersihkan alkohol, gue menangis menunduk meliat tanah sampai senggugukan akibat menahan tangis tadi supaya ga bersuara.

Otak gue terus tergiang dengan ciuman mereka.Tuhan, kuatkan Khristal, Khristal nyaris ga sanggup hidup seperti ini. Terlalu sakit Tuhan. Dia bahkan sudah mencium Sera yang bukan miliknya. Hiks..hiks.

Lama gue menangisin dia, akhirnya gue pun mencoba lebih menenangkan diri gue sejenak. Meredam isak tangis, meredam emosi, meredam marah, meredam sakitnya ini. 10 menit setelah gue bener-bener kembali segar.

Gue memutuskan pulang dengan berjalan kaki mungkin sekalian ingin merasakan hembusan angin malam, toh hujan udah mulai reda. Meski masih grimis-grimis halus. Bodoh amat mau dibilang orang kek orang gila kek. Rumah? halah palingan gue sejam lagi sampai rumah.