Pertemuan Tidak Terduga

Raffa menyembunyikan hasil pemeriksaannya, bahkan dia menyembunyikan bahwa dia sudah diperiksa. Aku semakin penasaran, apa yang terjadi dan bagaimana hasilnya.

Aku memutuskan untuk menemuinya di rumah sakit. Sampai di rumah sakit aku langsung menuju ruang praktek Raffa. Aku tidak melihat perawat yang berjaga di depan dan aku melihat pintu ruangan Raffa terbuka sedikit, aku memutuskan untuk langsung masuk ke ruangan Raffa.

Dari pintu terlihat Raffa sedang berbicara pada seorang perawat. Raffa melirik ke arahku, tersenyum padaku dan memberi isyarat padaku untuk menunggu. Aku mengurungkan niatku untuk masuk, lalu menunggu di ruang tunggu. Tidak lama, perawat yang tadi berbicara dengan Raffapun keluar, lalu menyapaku, Sekilas aku melihat name tag di dadanya, suster Mira.

Raffa keluar dari ruangannya lalu mengajakku masuk. "Ada apa sayang, ko tumben kesini ga bilang-bilang?", katanya sambil duduk di kursi pasien, karena aku lebih dulu duduk di kursi kerjanya. Aku tidak menjawab pertanyaannya, malah aku balik bertanya. "Sayang, kamu pernah ga duduk di kursi itu sebagai pasien?". Raffa menatapku dengan penuh pertanyaan. "Sayang, kita udah 2 tahun menikah dan aku belum juga hamil. Aku mau kita....", belum selesai aku berbicara, Raffa memotong pembicaraanku. "Sudahlah sayang, aku ga mau lagi ngomongin hal ini". Raut wajah Raffa mendadak berubah, wajahnya tampak sangat kesal dan marah. Aku memandangi wajahnya, ada apa dengan Raffa, mengapa dia tidak mau aku memeriksakan diri, sementara dia sudah memeriksakan dirinya.

Aku keluar dari ruangan Raffa karena Raffa masih ada jadwal praktek. Aku mencoba menelepon Rina, mumpung aku di rumah sakit, jd bisa sekalian ketemu Rina. Tapi ternyata Rina sedang tidak di rumah sakit. Aku memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Rina di telepon, soal ketidaktahuanku tentang pemeriksaan Raffa. "Baiklah aku akan coba mencari tahu apa hasil pemeriksaannya", "makasih ya Rin, aku tunggu kabarnya", kataku lalu menutup telepon.

Aku menyetir mobilku, tapi pikiranku melayang ke Raffa. Ada apa dengan Raffa, apakah dia memang tidak mau punya anak dariku. Tapi kenapa. Lalu apa hasil pemeriksaan dia, kenapa dia menyembunyikannya dariku. Semua pertanyaan itu berputar-putar di kepalaku membuat kepalaku pusing. Kuhentikan mobilku, kulihat sekeliling, ada sebuah cafe. Kuparkirkan mobilku di cafe itu. Baru saja aku duduk dan melihat buku menu, seseorang menghampiriku. "Bella....", seorang laki-laki sedang berada di depanku. Laki-laki yang sangat kukenal. "Tommy...", kataku masih tidak percaya dengan penglihatanku. "Bel...kamu masih mengingatku..." katanya. Tentu saja aku mengingatnya, Tommy yang 7 tahun yang lalu sangat aku cintai. Laki-laki, yg dengannya aku selalu merasa bahagia, merasa dicintai, laki-laki yang sejak kepergiannya ada ruang kosong dan sepi di hatiku. p

Masa laluku seperti hadir kembali, sejenak aku melupakan Raffa. Tommy menceritakan banyak hal, aku pun juga menceritakan padanya banyak hal. Lalu Tommy sekilas melihat cincin yang melingkar di jari manisku. "Kamu sudah menikah?", tanyanya seakan sedang menyelidiki aku. Aku memegang cincinku dan mengangguk padanya. Terlihat raut wajah kecewa, tapi lalu dia tutupi dengan senyum cerianya. "selamat ya Bel, aku bahagia kalo kamu bahagia", katanya tapi entah kenapa seperti ada penyesalan di wajahnya. "Mana istrimu?", kataku mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia tersenyum, "Aku belum menikah, Bell. Sebenarnya aku hanya ingin menikah dengan seseorang, tapi tampaknya dia tidak menyukaiku lagi", katanya sambil menatapku. Kutatap matanya, seperti ada rasa yang dulu selalu aku rasakan setiap kali menatap wajahnya. Lalu aku tersadar, aku ingat Raffa dan aku harus pulang. Setelah berpamitan pada Tommy dan bertukar no hp, aku pun kembali ke mobilku, meninggalkan Tommy yang sebenarnya masih ingin mengobrol denganku.

Sampai di rumah, aku rebahkan tubuhku di tempat tidurku, kupejamkan mataku, lalu terbayang wajah Tommy. Tommy masa laluku yang kini hadir kembali.