ketika usianya genap 17..... Siwa yang memang sering bermimpi hal-hal aneh tiba-tiba jelang tengah malam begitu ingin pergi kesebuah komplek pemakaman keramat di gunung semut, dibawah pohon beringin yang sangat rimbun dia masuk kesebuah kuburan yang dipagar tembok diberi pintu, dia sendiri tidak mengerti kenapa hatinya mendorong ketempat itu,komplek pemakaman itu jauh dari rumah penduduk walaupun dari tempat Siwa memarkirkan mobilnya hanya beberapa langkah saja tapi sangat sunyi,bahkan bunyi jangkrik dan binatang malam pun berhenti begitu Siwa berjalan perlahan memasuki kuburan itu,
cahaya bulan sangat terang malam itu tanpa penyinaran tambahan apapun Siwa masih bisa melihat dengan jelas semua sudut dikomplek itu,cahaya pantul dari bulan seperti sengaja diarahkan kedaerah itu sehingga layaknya petang saja disitu,
Siwa tertegun menatap nisan berupa batu berdiri tanpa nama .
perempuan muda ini seperti tidak punya rasa takut,ketika tiba-tiba entah darimana datangnya dia merasa tubuhnya terangkat menerobos sela-sela rimbun beringin semakin tinggi bahkan akhirnya melewati pohon itu dan dia dapat melihat cahaya-cahaya lampu dipusat kota dari ketinggian itu,dia memandang kebawah cukup tinggi posisinya dari tanah lalu memutar kepalanya untuk melihat siapa yang mengangkatnya,itu adalah ular yang sangat besar memiliki sepasang tangan dengan jari-jari runcing,menggunakan mahkota emas lidahnya menjulur dan berdesis kemudian ular itu berkata,
"salam yang mulia Ratu,saatnya yang mulia belajar semua kesaktian yang anda miliki,usia yang mulia sudah cukup,nama saya Jonggrang kalapitung kapanpun anda butuh saya panggilah,hamba akan langsung berada dekat yang mulia tapi hanya yang mulia yang dapat melihat hamba"
Siwa tidak berkata apapun dia memandang takjub ular yang bisa berbicara itu suaranya sudah renta,seperti suara seorang kakek-kakek, Siwa hanya mengangguk lalu kembali memandang bentangan pemandangan indah dibawahnya, matanya bersinar kejam terlihat menyeramkan untuk seorang gadis diusia yang masih sangat belia.
"turunkan aku " pinta Siwa datar
Jonggrang kalapitung menurunkannya dan meletakkan tepat didepan mobilnya,Siwa melangkah pelan dan meninggalkan komplek pemakaman itu.
ketika tiba dirumah ayah,ibu dan kakaknya Wisnu terkejut melihat Siwa mengendarai mobil, mereka tidak pernah tau kapan Siwa belajar mengemudi,dan kenapa sudah semahir itu.
"darimana kami nak?" ibunya terlihat kuatir lalu menghampirinya
sementara sang ayah memeriksa berkeliling mobilnya untuk memastikan anaknya tidak mengalami kecelakaan dan Wisnu langsung pada inti pertanyaan
"kapan kamu belajar bawa mobil,dan darimana tengah malam begini?"
Siwa tidak menjawab 1pun pertanyaan mereka.
ayahnya langsung memeluknya dari belakang
"selamat ulang tahun anak gadis ayah"
Siwa terkejut gerakan refleksnya membuka pelukan ayahnya dan mendorongnya menjauh tapi dorongan itu bahkan membuat ayahnya terpental melewati jalan didepan rumah mereka dan menabrak pintu gerbang rumah tetangga depannya,semua tercengang,alarm rumah tetangga langsung menjerit-jerit membuat kegaduhan.
Pak Barata tidak merasakan sakit pada tubuhnya dia malah berlari untuk menemui anaknya dengan wajah sangat kuatir.
tetangga-tetangga terbangun karena pintu gerbang itu melengkung seperti habis ditabrak mobil
Siwa masih berdiri mematung antara bingung dan takjub. tak sepatah katapun keluar dari mulut mungilnya.
Wisnu berlari memeluk ayahnya.
"ayah apa yang sakit ?" Wisnu begitu kuatir selain tentunya takjub dengan apa yang baru dilihatnya.
Bu Dewi tadi menjerit histeris melihat kejadian yang berlangsung sepersekian detik,membuat kegaduhan tadi tambah heboh.
ketika semua tetangganya semakin riuh Siwa sudah tidak ada ditengah kerumunan itu, ayahnya pun kebingungan mencarinya sekaligus bingung bagaimana menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
tapi pak Barata berhasil meyakinkan tetangga- tetangga bahwa Siwa menabrak pagar rumah depan dengan mobil mereka sampe bengkok, dia berjanji akan memperbaikinya,dan mohon maaf atas kegaduhan yang terjadi,walaupun semua orang sedikit kebingungan jika ditabrak mobilnya kok itu mobil masih ada digarasi dan mulus tanpa goresan,malam yang heboh,
sementara Siwa berdiri di balkon kamarnya bersedekap tangan memandang kearah kegaduhan itu tanpa ekspresi.