Kencan Romantis Berakhir Tragis

"Jalanan sedikit agak macet mengingat ini bersamaan dengan jam pulang sekolah. Mungkin kita akan sampai sekitar 30 menit lagi.Akan ku carikan rute tercepat."

Aku hanya mengangguk saja menanggapi pernyataanya. Jam 14.00 . Kami terlalu banyak berputar-putar sehingga jam 14.00 terasa datang dengan cepat mengingatkan ku pada 2 jam yang terbuang sia-sia.

" Aku akan berangkat ke Canada besuk" Carl mencoba membuatku merasa lebih baik.

" Di sana sedang musim dingin. Ada pertunjukkan dari musisi terkenal. Apa kau sudah pernah pergi ke Canada?"

" Tidak belum pernah, apa disana bagus?"

Carl tersenyum. Jawabannya jelasn, ia berkali-kali ke sana.

" Untuk apa?.." Tanya ku mengagetkannya.

" HA..?" Ia menanyakan lagi pertanyaan yang baru saja ku tanyakan."

"Maksudku untuk apa Kau ke sana? Liburan?"

" Sebenarnya ada urusan bisnis. Aku harus bertemu beberapa investorku besuk"

Permbiacaraan ini berhenti saat kami mulai memasuki area parkir Mall ini.

Carl menyelipkan karcis parkir di sisi kanan nya.

Ini rumanyan ramai untuk ukuran hari Rabu yang mayoritas orang beraktivitas. Lagi pula ini bukan Mall besar, harusnya tak seramai ini.

Setelah memarkir mobil ini kami berjalan menuju restoran jepang tersebut. Dengan lift yang ada tak butuh waktu lama . Kurang lebih 5 menit.

Pelayannya menggunakan baju kimono merah hari ini. Kami naik ke lantai 3. Benar saja hanya ada aku dan dia. Tapi baiknya ada live musik jepang di sini. Ditambah Koki memasakkan langsung makanan dihadapan kami. Tak seburuk yang aku bayangkan.

Dari jendela pun aku bisa melihat pemandangan kota Jakarta. Ramai tentunya tak mungkin ku katakana sepi kan.

Tak seburuk yang ku bayangkan. Selesai makan Carl mendatangi kasir. Ia tak iingin aku melihat berapa bon yang di bawa oleh pelayan. Ia meminta salah satu pelayan mengajakku membuat ikebana sebagai souvenir.

Dari kartu yang di keluarkan bisa ku tebak ini tak murah . Kami pun melanjutkan perjalan kami untuk melihat perayaan Hari Budaya di lantai dasar.

Ada pertunjukkan seni dari berbagai daerah di sana. Ku coba melirik jam tanganku . Sudah jam 18.00 dan tempat ini menjadi tambah ramai.

Di suatu sudut aku meliahat ada nenek–nenek yang mencoba menuruni eskalator flat dengan kursi rodanya. Di sisi lain banyak sekali anak-anak muda yang menawarakan handy craff buatan mereka sendiri. Saat aku kembali menoleh ke arah yang yang sama .

Kali ini aku melihat kursi roda yang meluncur dengan begitu cepat. Di ikuti si pengendara. Suara jatuhnya tak terdengar sama sekali karena suara music di Mall ini yang sangat kencang. Anehnya tak satupun berhenti untuk menolongnya.

Mereka melihat dan pergi mengacuhkannya. Aku berlari sekencang yang aku bisa. Carl mengikutiku dari belakang. Saat aku tiba di sana , darah mulai mengucur pada dahi nenek ini. Sementara aku mencoba menolong beberapa orang yang melintas hanya saling pandang atau mereka berbisi-bisik sendiri lalu meninggalkan kami.

Dari arah seberang dua orang security berlari mendatangai kami. Mereka melihat kecelakaan tersebut dari CCTV yang terpasang pada setiap sudut Mall.

Kami membawa nenek ini ke klinik di Mall ini. Namun dokter menyarakan agar nenek ini dibawa ke rumah sakit terdekat. Carl segera mencari kunci mobilnya. Dua orang security ini menggendong nenek dan meletakkannya di kursi belakang.

" Naiklah…" Carl memintaku untuk naik dan kamipun bergegas menuju rumah sakit yang paling dekat.

Sesampainya di sana, beberapa perawat berlari sambil membawa tempat tidur dorong.

"Tunggulah di sini, setelah mendapat tempat parkir aku akan ke sini" Kata Carl .

Para perawat segera memberikan pertolongan pertama. Tak lama kemuadian sorang dokter jaga mendatangiku.

" Kau anaknya?"

" Bukan " jawabku

"Cucunya?..." aku menggeleng.

" Saudaranya?"

" Bukan dok " Jawabku cepat!

Dokter itu menghela nafas.

" Baik apa hubunganmu dengannya?..."

"Tidak ada. Kami menolongnya saat dia terjatuh dari eskalato. Kenapa apa ada masalah?"

" Ya " dokter itu menjawab. " Tanpa persetujuan dari pihak keluarga, kami tak bisa berbuat apapun."

Aku ingat kami juga membawa tas nenek itu. Mungkin masih ada di mobil. Aku segera menelpon Carl.

" Ada apa?" sahut Carl dari saluran sebelah.

" Dokter ingin kita menghubungi saudaranya. Mungkin kau bisa periksa tasnya . Kita butuh identitasnya."

" Aku mengerti"

Jawabnya mengakiri panggilan dari ku.

Lima menit kemudian. Carl melakukan panggilan.

"Tak ada apapun yang menunjukkan identitas di tasnya" panggilanpun berakhir.

Aku segera mencari dokter yang tadi menayaiku. Ia sedang berdiri di depan meja kasir sambil menelpon. Setelah teleponnya berakhir aku mulai mengatakan bahwa aku tak temukan identitas apapun yang bisa membawaku ke keluarganya.

" Baiklah tanpa keluarganya kami tak bisa lakukan apapun"

"Apa maksud Anda dok?" Aku mencoba mengikuti dokter yang terus berjalan dengan sedikit mengacuhkannku.

" Ya tanpa keluarganya, kami hanya bisa melakukan pertolongan standar saja."

" Seperti apa?."

Kami berhenti saat seorang perawat memberikan secarik kertas pada Dokter Lorensto .

" Seperti yang kau lihat…" katanya menjelaskan sambil membuka tirai di mana nenek tadi dirawat.

" Membersihkan luka, mengukur tekanan darah dan mengukur suhu tubuh pasien, selebihnya harus ada persetujuan dari pihak keluarga."

Aku melihat keadaan nenek itu sekilas . Dan kembali melayangkan pandanganku ke dokter.

" Dengan kata lain ia bisa saja mati jika tak diperiksa lebih lanjut?" sahut ku.

" Hei aku tak mengatakan nya Nona Muda. Hati-hati dengan mulut mu.!" Dokter itu kembali menarik tirai dan menutupnya.

" Dengar ya, ini adalah tagihan yang harus kau bayar untuk pertolongan standar di sini ."

Aku melihatnya

" Tak terlalu mahal bukan?.." dokter itu kembali mulai berbicara.

" Banyangkan jika aku harus memberikan pertolongan lain, sebut saja CT scan atau foto roentgen , cek kadar gula dan lain –lain untuk menolongnya, di tambah penangangan yang harus kami lakukan. Aku terus saja memandangi angka –angka yang ada di depanku.

" Jadi, untuk perawatan lebih lanjut, kami membutuhkan keluarganya untuk menyelesaikan semua ini. Bagaimana?"

Tanya dokter lalu meninggalkankku lagi untuk melihat pasien di tirai lain.

" Jadi ini tentang uang?". Dia terkejut melihatku tak menyerah.

Dia tutup kembali tirainya sebelum menjawab pertanyaanku.

" Bukan untuk ku Nona. Namun untuk biaya perawatannya. " di menepuk bahuku.

Kali ini aku sadar , tak ada uang kau tak boleh sakit.

" Buatkan rinciannya sekarang akan ku bayar!" seruku dengan sedikit menantang.

" Woo woo woo…Kau tak takut keluarganya tak akan mengganti uangmu?"

Aku melipat tanganku dengan kesal kedepan.

" Hari ini aku menghabiskan setidaknya 15 juta hanya untuk makan siang"

Si dokter syok mendengar perkataanku. Dari wajahnya tampak ia tak percaya padaku.

"Lakukan sekarang atau aku memindahkannya! "Gertakku, lalu menghampiri Carl yang datang dari pintu masuk.

" Ada apa?" Carl menanyaiku. Aku menoleh ke dokter itu dan cepat-cepat membuang muka.

" Tidak ada tunggulah di luar, hampir selesai" Carl menunggu dan segera meninggalkan ku.

Ia menunggu di luar dengan beberapa keluarga pasien lain .

Aku kembali menghampiri dokter tadi. Perawatnya datang membawa selembar kertas rincian yang ku minta. Aku memperhatikannya .

"Itu hanya pengecekan saja. Setelah kami tau apa yang harus kami lakukan, akan ada biaya tambahan."

Aku melirik dokter itu dengan kesal. Ku buka dompetku. Dan ku tahu jumlahnya tak cukup. Ku ambil salah satu kartu di dopet ku. Ku berikan pada perawat yang bersamanya. Ia menerimanya dan langsung dokter itu berlalu begitu saja.

Setelah di gesek perawat tadi mengembalikannya padaku. Dan prosedur memintaku untuk keluar menunggu hasilnya.

Carl dari tadi berdiri mematung. Kali ini , ia mulai terbiasa denganku. Ia tak tanyakan apapun padaku. Ini memang bukan saat yang baik untuk bertanya .

Satu jam berlalu . Dokter Lorensto keluar dan menemberi syarat agar aku mengikutinya.

" Pemeriksaannya sudah selesai. " Ocehnya sambil berjalan ke tirai yang berisi nenek yang tadi kami bawa akibat jatuh dari escalator.

" Dia baik- baik saja. Kau beruntung…." dia melanjutkan pembicaraan ini setelah ia membuaka tirainya.

" Ini hasilnya…."

Ia berikan hasil tertulis dari cek lab dan beberapa foto rontigent.

" Tak ada yang perlu dikawatirkan. Kau beruntung.!Tak ada biaya tambahan untuk ini. "

Dokter Lorensto berhenti sejenak, sebelum ia melanjutkan perkataannya.

" Dia akan sadar beberapa menit lagi." kata dokter sambil menunjuk kearah pasien.

Dan benar, nenek itu mulai sadar. Perawat melakukan beberapa perlakuan standar pada pasien yang baru saya pinggsan. Seperti menayakan nama, alamat dan apa yang ia lakukan sebelumnya.

" Kami tak perlu melakukan apapun padanya. Hanya ada sedikit luka yang perlu dijahit. Dan selebihnya semuanya normal.Ajaib bukan? Untuk orang seusianya, biasanya mereka akan menderita gegar otak ringan atau patah tulang. …"

" Dok….maaf.." Sela perawat yang menangani Nenek ini.

" Namanya Ny. Servin ~Ia pergi sendirian saat kejadian. Kita beruntung, karena Ia bisa mengingat semuanya dengan jelas….."

Selesai menjelaskan semua itu pada kami. Perawat itu undur diri .

" Boleh aku tanyakan satu hal…? Nona…..?"

" Reveline" Jawabku memberitahukan bagaimana cara menbaca namaku.

" Jika wanita ini , tak mau mengganti biaya semua ini. Maksudku semuanya, atau malah ia tak menghargai semua yang kau lakukan, apa yang akan kau lakukan?"

Aku berputar mendekati Ny.Servin yang terus memandangiku. Walaupun aku mendengar dengan jelas pertanyaan dr. Lorensto aku yakin, Ny. Servin tak bisa mendengar dengan jelas mengingat ia baru saja sadar.

" Tidak ada! Biarkan saja! Aku tak peduli" Pasti jawabanku membuat sang penyelamat ini heran.

" Ibuku pernah bercerita…" Sambung si dokter.

Ia berusaha membuatku tertarik dengan kata-katanya. Akupun kembali mendekati dokter ini setelah ku rasa Ny . Servin memang tak terluka parah. Setelah aku benar-benar cukup dekat ia berbisik dan melanjutkan ceritanya. Sambil sedikit menoleh ke arah Ny. Servin yang berusaha membuat dirinya untuk bangun.

" Ibu berkata padaku~sebaiknya,!..Kau tak menolong orang asing dengan berlebihan!..Belum tentu , saat kita dalam masalah akan ada orang yang akan menerima kita atau membantu kita."

Aku semakin benci padanya. Mengacuhkannya, tak mau melihat wajahnya.

" Aku serius Nn. Reveline ! Mungkin kata – kata ku akan berguna suatu saat nanti"

---Ting ting ting ting---

Handpohone berbunyi.

Aku membuka tas ku dan ku angkat. Sambil membalikkan badan menjauh dari Dr. Lorensto agar ia tak mendengar pembicaraan ku. Dokter itu pun mengerti dan mendekati Ny. Servin sambil sedikit berbincang-bincang dengannya.

" Rev ini penting !~ Kau di mana?"

" Di…sudah lah ada apa Alfon kau menelepon ku malam-malam begini?"

" Sudah lihat TV…" , aku langsung reflek mencari Tv di sekelilingku.

" Belum …di sini tak ada TV..!" Alfon diam sebentar. Entah apa yang di lakukan .

" Aku tak bisa cerita sekarang! Bisa kau datang ke Mabes Polri?

Oh Apa Carl masih bersamaMu?....Hallo Rev kau masih di sana"

Aku masih diam tak bisa bicara. Otakku membayangkan hal-hal buruk terjadi pada Alfon. Bahkan sampai tiga kali ia pun tetap tak mendapat jawaban . Barulah setelah Alfon berteriak aku kembali sadar.

" Iya Alfon?"

" Apa kalian masih bersama?" Tanya Alfon padaku.

" Ia benar"

" Baguslah, Mabes Polri! Dengan Carl!. Setengah jam lagi ! Jangan tanyakan apapun sampai kau tiba di sana!"

Sambungan ditutup. Aku segera menghampiri Ny Servin. Dokter Lorensto ada bersamanya. Mereka beralih pandangan padaku.

" Apa semua baik-baik saja? " Tanya dokter yang mendampingi dari tadi.

" Sesuatu terjadi?" tanyanya lagi.

" Ny. Servin, apa anda bisa ku tinggal sekarang?" aku bertanya pada Ny Servin.

" Sudahlah! Kau boleh meninggalkannya. Akan ku urus kepulanganya. Akan ku coba hubungi keluarganya." Dokter Lorensto meyakinkanku semuanya akan ia tangani.

" Percayalah padaku…mungkin Kau menganggap aku tak memiliki perasaan tapi setidaknya kami masih memiliki akal sehat.." Sang dokter meyakinkanku lagi.

Tanpa banyak komentar lagi aku segera bergegas pergi mencari Carl. Dia masih menungguku didepan dengan berbicara pada seseorang di ponsel miliknya.

" Carl bisakah kau mengantarku ke kantor polisi ?"