Si nyonya besar pergi dan menghilang entah kemana. Meski keberadaannya sudah musnah, tapi tetap saja meninggalkan jejak yang tak terelakkan.
Kata-katanya terus terngiang di telingaku. Aku sampai tak bisa tidur dibuatnya. Ficaso masih berdiri di luar. Aku tak tahu sampai kapan ia mau tetap di sana. Aku mencoba menenangkan pikiranku dengan berenang di kolang indoor sebelah kamarku.
Ku kunci ke-empat pintunya sehingga tak seorangpun bisa masuk ke sana.
Aku mencoba berfikir. Untung rugi dan resiko setiap keputusan yang harus ku ambil. Aku mempertimbangkan setiap langkah dan penawaran itu masak-masak. Jujur, ini lebih sulit dari sekedar membeli barang-barang diskon di sebuah toko.
Mengingat, tak seorang pun bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa mendatang. Di saat-saat ini lah aku menanti datangnya keajaiban Tuhan.
Diam-diam aku berharap dan membanyangkan, seseorang datang dan menolongku keluar dari tempat dansituasi ini secara ajaib. Tapi siapa? Pikiranku mulai putus asa.
Mungkin, jika hal ini terjadi pada orang lain meraka tak akan sebingung diriku. Diam-diam aku menyesal, karena tak mampu memikat hati siapapun untuk membuatnya menikah dengan ku.
Apa rahasia para perempuan sehingga bisa membuat seorang pria tergila-gila dan bertekuk lutut dihadapannya? Memberikan semua hal yang mereka inginkan bahkan berkorban untuk mereka.
Ah, semakin dipikirkan semakin sesak dadaku.
-----Ting Ting Ting Ting -----
Lamunanku buyar dan mencari sumber suara itu secara reflek.
Itu bunyi handphone yang diberikan Fianka padaku beberapa waktu lalu. Aku beranjak dari kolam dan berjalan menuju tempat tidur. Perlu kiuingatkan, kolam ini terhubung langsung dengan salah satu pintu di kamarku. Jadi aku bisa langsung saja berjalan tanpa mempedulikan sekelilingku.
"Bagaimana hasil perenungan Anda Lady Reveline? " Tanya seseorang di sana.
"Oh Tuan Fianka, kenapa berisik sekali" tanyaku.
"Ya, aku mengantar istriku dengan jet nya. Sekarang jetnya akan lepas landas. Bagaimana sudah dapatkan jawabannya?''
"Tunggu aku akan tanya pada Alfon."
"Tak perlu, aku sudah tanya mereka. Kau dapat satu sponsor dari sebuah pabrik kertas. Mereka akan memberikan supplay kertas selama1 tahun untuk kalian. Itu saja.", imbuhnya.
"Apa yang akan Anda katakan pada istri anda?", jika ia tahu mengenai semua ini?"
Ia terdiam sebentar. Sepertinya berpindah tempat. Atau jet nya sudah lepas landas karena tak ada lagi suara berisik yang tadi ku dengar.
"Hallo? Maaf tadi aku harus melambaikan tangan pada istriku. Ia melambai dari jendela. Bisa Anda ulangi pertanyaannya?"
Aku mengulangi kembali pertanyaanku padanya.
"Oh mengenai itu, aku tahu apa yang haru aku katakan padanya." jawabnya santai. Tak lama ia menjelaskan panjang lebar semua rencanananya dengan rinci.
Ternyta si Fiankan ini adalah pria yang pintar membuat istrinya percaya padanya. Walaupun selama ini sang istri terlihat mengendalikannya, diam-diam justru Tuan Fianka lah yang mengendalikan si istri.
"Istriku butuh suka pencitraan positif. Ini akan membuatnya dikenal sebagai wanita baik hati oleh publik. Ia akan menjadi lebih terkenal. Dia senang sekali."
"Dan yang harus ku bayar kepada Anda?" tanyaku lagi.
"Tak ada", sahutnya.
"Kau sudah membanyarnya dengan keadaanmu sekarang. Anggap ini caraku meminta maaf atas kekacauan yang istriku buat. Setelah ia tenang aku kembalikan padamu"
Memang semua ini hanya mainan bagi istrinya yang secantik dewi yunani. Mereka mempunyai sumber dana dan dukungan yang kuat dari berbagai pihak. Dengan semua itu, bukan tak mungkin mereka bisa menyelamatkan semua orang di sekolah itu.
Ironi sekali. Orang-orang seperti Fianka bisa menghancurkan dan bisa membangun apapun yang mereka inginkan. Bahkan nampaknya, nasib begitu banyak orang pun hanyalah mainan belakan bagi mereka.
Ku akui, tak ada alasan bagiku untuk menolak saat ini. Jika tak ku temukan orang lain yang bersedia mengelola dan menjadi sponsor. Sekolah ini akan di tutup!
Aku bukannya takut miskin. Selama ini, Tuhan memelihara dan menyediakan semua hal yang aku butuhkan. Aku lebih kepada harus betanggung jawab sebagai pengelola. Di sekolah itu, ada banyak karyawan dan orang tak bersalah.
" Baiklah kita sepakat." , seruku dengan berat hati.
"Ok Besuk pagi aku akan pergi ke apartementmu", kata Tuan Fianka.
Rupanya Fianka belum menyadari kalau aku benar-benatr sudah bangkrut dan tak memiliki apa-apa.
"Aku sudah menjualnya untuk pembayaran pajak. Lagi pula Ada hal yang harus kuselesaikan dulu. Kita bertemu di tempat lain saja" jawabku.
"Ok, baiklah kalau begitu. Aku mengerti. bagaimana jika kita bertemu di restaurant Drop Sea World untuk makan siang?" .
Aku menyetujuinya. Semoga aku bisa datang tepat waktu.
Setelah panggilan ini berakhir, aku juga mengirim e-mail pada Alfon dan Julien. Aku ingin mereka datang juga. E-mail yang ku kirim pada mereka di balas dengan berbagai macam pertanyaan. Tapi semua ku abikan dan tak satupun pertanyaan mereka aku jawab.
Sekarang aku harus memulai memikirkan tawaran Ny. Servin. Karena walupun Fianka bersedia mengelola sekolah kami untuk sementara waktu. Tapi aku tak mungkin meminjam uang dari nya juga. Beberapa kali ku ambil kalung Mermaid Tears ini.
Ku pandangi dalam-dalam. Ku lempar ke kolam dan kuambil lagi. Ku lempar ke lantai dan ku ambil lagi. Memang tak bisa pecah. Sepertinya Jacob tak berbohong tentang keasliannya.
Aku coba browsing dengan komputer di kamar ini. Sekali lagi Jacob benar, ini kalung curian yang hilang. Tak mungkin di jual di pasaran secara legal. Yang ada malah aku akan di tuduh sebagai penadah jika aku menjualnya.