Saat ini Vino akan melakukan penerbangannya, tetapi hatinya tak tenang. Apalagi Chella tak membalas pesannya. 'Kenapa malah semakin rumit, Leonna – Chella. Apa yang harus aku lakukan? Ini sangat rumit, aku hanya mencintainya. Dan aku sangat menyayangi adikku, kesalahanku kemarin menyadarkanku kalau semua yang aku pikirkan baik ternyata tidak baik bagi banyak orang.' batin Vino.
"Maaf kapten, semua penumpang sudah menaiki pesawat." ucap salah seorang asistennya seorang copilot.
"Oke" ucap Vino mematikan Telponnya dan memasukkannya ke saku celananya.
Di tempat lain, Chella duduk di dalam kamarnya dengan memegang handphonenya dan juga tengah memutar musik jazz dari pemutar mp3 milik Vino. Ia bahkan berkali-kali mengulang pesan suara dari Vino. "maaf" gumam Chella.
Cinta memang tak harus saling memiliki...
'Inilah jalan yang aku ambil, aku melepaskanmu. Aku mengorbankan cintaku, bukankah cinta itu butuh pengorbanan dan aku mengorbankan cintaku demi sahabatku.'
Rumit...
Itulah yang saat ini Chella rasakan, hatinya meminta dia untuk terus melangkah kearah Vino. Tetapi logikanya menahan, ada hati yang akan terluka saat dia memaksa untuk terus melangkah ke arah Vino. Tetap berdiam diri seperti ini adalah jalan yang terbaik. Setidaknya biarkan oranglain yang melangkah ke arah Vino. Chella hanya akan menunggu disini, menunggu sampai Vino menghampirinya. Menunggu sampai Vino yang memaksanya untuk egois.
Sebulir air mata luruh membasahi pipi Chella, hatinya sakit sangat sakit. Bagaimanapun juga, Chella baru merasakan perasaan ini. Perasaan nyaman dan bahagia saat di samping Vino. "maaf" hanya itu yang Chella ucapkan berkali-kali dengan tangisnya yang tak berhenti.
"Ya Tuhan!"
Pekikan seseorang menyadarkan Chella. Chella segera menghapis air matanya dan berlari kebawah dimana mamanya berada. "ada apa ma?" Tanya Chella.
"Chell,, itu" tunjuk Elza menunjuk layar televisi.
Mata Chella melotot sempurna melihat layar di Tv. Baru saja di beritakan kalau pesawat no sekian. Mengalami kecelakaan saat melakukan penerbangan di Bandara Internasional El Prat Spanyol. Yang membuat Chella mencengang adalah nama-nama penumpang pesawat. Disana tertulis nama pilotnya. Captain Alvino Van Winstone.
Deg
Deg
Deg
Chella menatapnya dengan nanar, dia baru saja mengatakan akan melepaskan Vino. Tapi bukan ini yang ia harapkan....
"Ti-tidak mungkin," gumamnya berjalan muncur dengan pandangan yang masih syok.
Pesawat di kabarkan meledak di puncak gunung berapi Teide Di Spanyol. Penyebab kecelakaannya masih belum jelas. Chella mencengkram kuat handphonenya, dua jam yang lalu Vino mengirimkan pesan suara padanya.
Hai Chell, entah darimana aku harus mengatakannya. Saat ini keadaanku sedang tak baik-baik saja, aku merindukanmu Chell. Aku tau kamu menghindariku karena Leonna, tapi satu hal yang perlu kamu tau. Aku sangat mencintaimu, aku mengatakan apa yang aku rasakan. Tak perduli walaupun kau tak pernah menganggapnya.
"Vino..." Chella menjerit hingga terduduk di lantai sambil menangis sejadi-jadinya. "hikzz....hikz...hikz..." isak Chella sejadinya memeluk handphonenya. Terlalu sering Chella mengacuhkan Vino, terlalu sering Chella tak menganggap Vino. "Vino,,,,hikzz....hikz...hikz...." jerit Chella dan Elza langsung memeluk putrinya dengan penuh kasih sayang.
Walau Elza tak tau apa yang terjadi di antara mereka. Tetapi Elza tau kalau Vino dan Chella ada sesuatu. "Hikzz....hikzzz....hikz...." isak Chella sejadi-jadinya.
Farel yang baru saja keluar dari ruangan meetingnya langsung di sambut oleh seorang pria yang sejak tadi menunggunya, Farel mengernyitkan melihat pria yang terlihat memakai seragam pilot. "ada apa Louis?" Tanya Farel.
"Om, itu-" Louis terdiam sesaat membuat Farel kebingungan. "Alvino..."
Jantung Farel langsung terasa berhenti berdetak mendengar nama putranya di sebut. Kekhawatiran langsung menghinggapinya.
"Ada apa Louis?" Tanya Farel dengan tatapan tajamnya dan suara sedikit meninggi.
"Pesawat yang dia bawa, mengalami kecelakaan. Pesawatnya meledak."
Deg .... Farel langsung memegang dadanya yang terasa sakit dan sangat sesak. Berita buruk apalagi ini...
Tubuh Farel merosot dan beberapa orang membantunya dan segera membawa Farel ke rumah sakit.
Dhika berlari menuju ruangan milik istrinya, langkahnya terhenti saat melihat Thalita tengah menatap layar televisi dengan air mata yang sudah luruh membasahi pipi. Dhika berjalan mendekati Thalita dan menarik lengan Thalita hingga membuatnya tertarik menghadap Dhika dengan tatapan yang sangat syok. "jangan melihatnya" ucap Dhika dengan lembut.
"Vi-vino" gumam Thalita.
"Jangan melihatnya," Dhika menahan wajah Thalita yang ingin kembali menatap layar televisi. " tatap mata aku, sayang." Ucap Dhika membuat Thalita menatap mata coklat milik Dhika yang mampu menenangkan hatinya. "Aku akan kerahkan beberapa batalio anak buah untuk pergi kesana mencari Vino, percaya padaku. Dia akan kembali dalam keadaan baik-baik saja, percaya padaku, Lita" ucap Dhika penuh keyakinan.
Bundaaaaa.....
Vino sayang sama bunda,, bunda jangan nangis lagi yah. Vino disini untuk jadi pelindung bunda...
Bunda nangis karena papa lagi yah...
Apa bunda kangen sama om yang ada di foto ini. Bunda kangen om yang di Indonesia ini yah...
Bunda, kenapa bunda menerima siksaan dari papa, kalau bunda ingin kembali ke om ini. Pergilah bunda, Vino akan tahan papa untuk tidak mencegah bunda...
Bunda apa ini karena Vino? Apa Vino lebih baik ikut mama Mira saja, supaya bunda bisa terlepas dari papa Farel?
Vino sayang banget sama bunda,,, Bunda adalah ibu terbaik yang Vino miliki.
"Vino,,,hikzzz...hikzz..." isakan Thalita begitu menyakitkan membuat Dhika menarik Thalita ke dalam pelukannya. Dari sejak umur Vino satu hari, Thalita sudah mengurusi Vino. Thalita menyayangi Vino, bahkan sangat menyayanginya seperti anaknya sendiri. Vino adalah alasan Thalita bertahan selama ini tanpa ada Dhika di sisinya, Vino adalah penyemangat hidupnya.
Flashback On
Thalita membereskan beberapa pakaian ke dalam kopernya dan Vino masuk ke dalam kamar. "Bunda, apa Vino mengganggu" ucap Vino membuat Thalita menengok.
"Masuklah Vino," Thalita menghentikan aktivitasnya dan duduk di sofa, diikuti Vino. Vino duduk di hadapan Thalita. Vino masih belum mengatakan apapun, kepalanya masih menunduk dan kedua tangannya saling bertautan. "katakanlah Vino, Bunda akan mendengarkannya" ucap Thalita dan terdengar helaan nafas dari Vino.
"Maafkan Vino, bunda." gumam Vino. "Vino sangat malu pada bunda, Vino tau. Ini sangat keterlaluan," ucap Vino.
"Bunda memang kecewa padamu, Vino. Alvino yang bunda kenal dari kecil, bukan seseorang yang jahat ataupun seseorang yang ingin merusak kebahagiaan oranglain. Alvino yang bunda besarkan tidak akan pernah bisa melihat oranglain terluka" ucap Thalita. "Tapi-"
Vino menengadahkan kepalanya menatap Thalita yang tersenyum padanya, bundanya yang selalu terlihat cantik dan baik hati. "bunda tau apa alasanmu melakukan ini," ucapan Thalita membuat Vino berkaca-kaca.
Hanya Thalita yang mengenalnya dengan baik, hanya Thalita yang mampu memahaminya. Thalita beranjak dan duduk di samping Vino, dipeluknya tubuh putra sulungnya itu. " Bunda percaya Vino tak akan melakukan hal seperti ini. Bunda percaya sama kamu" ucap Thalita memeluk Vino dengan sayang.
"Makasih bunda, makasih," Vino menangis dalam diam. Kehangatan dari sang ibu yang Vino butuhkan. Selama ini, Vino tak mampu mendapatkan kehangatan itu dari Claudya, hanya pelukan bundanya yang mampu menenangkan hatinya.
"Katakanlah ke Leonna, jelaskan kalau kamu hanya menyayanginya. Agar Leonna tak berharap apapun padamu." ucap Thalita melepas pelukannya.
"Apa Leonna akan-,"
"Tidak sayang, Leonna akan memahaminya. Leonna telah salah dalam menyimpulkan cinta, yang dia pikir dia mencintai kamu, ternyata salah. Leonna hanya kagum sama kamu, karena bagi Leonna kamu adalah pahlawannya dari sejak dia kecil." Jelas Thalita dan Vino masih terdiam memperhatikan. "Bunda tau kamu menyukai gadis lain." Ucapan Thalita membuat Vino tersenyum malu. Bagaimana bisa bundanya mengetahui itu, "Jangan salah, aku ini bundamu. Dan aku selalu memperhatikan tingkah laku anak-anakku" ucap Thalita dengan senyumannya. "Sekarang jelaskan ke Leonna dan rebut hati Chella secepatnya" bisik Thalita
"Bunda, bunda mengetahuinya?" Tanya Vino tak menyangka.
"Tak ada yang bisa di sembunyikan dari bunda, dasar anak nakal," ucap Thalita membuat Vino terkekeh malu.
Flashback Off
Tubuh Thalita ambruk di pelukan Dhika, "Thalita, sayang, heii." Dhika bergegas membopong tubuh Thalita dan membawanya ke sofa yang ada di ruangan itu. Dhika memeriksa kondisi Thalita.
Tak lama, Thalita membuka matanya dan memijit pelipisnya. Dhika bergegas menyodorkan segelas air ke Thalita dan membantu Thalita bangun dari rebahannya. "Vino" gumam Thalita
"Ssssttt,, aku yakin Vino tidak apa-apa" ucap Dhika membelai pipi Thalita.
"temukan Vino, aku mohon" isak Thalita
"pasti" ucap Dhika menarik Thalita ke dalam pelukannya.
Leonna sedang duduk termenung di dalam kamarnya, ucapan Verrel kemarin sore terus terngiang-ngiang di kepalanya.
Leonn Calling...
"Hallo,"
"...."
"Gue gak apa-apa, gue sedang sedikit flu,"
"...."
"Ada apa?"
"....."
Mata Leonna membelalak lebar, handphonenya bahkan sampai jatuh ke lantai. "a-abang" gumam Leonna, air matanya semakin luruh membasahi pipi. "hikz...hikz...hikzz..." isak Leonna sejadi-jadinya seraya memeluk kedua lututnya.
Tubuhnya bergetar hebat, bagaimana bisa abangnya meninggalkannya secepat ini. Verrel masuk ke dalam kamarnya dan melihat Leonna menangis sejadi-jadinya. Verrel tak tau harus bagaimana, apa harus seperti ini, kenapa Leonna sering sekali menangis. Dia ada di hadapan Verrel, tetapi Verrel masih belum bisa menggapainya. Ia tidak bisa merangkul dan memeluknya. Ia tak bisa menjadi sadaran bagi Leonna.
Leonna menengadahkan kepalanya dan tatapannya beradu dengan tatapan tajam milik Verrel. Wajah Leonna yang sendu dengan matanya yang basah dan merah. Isakannya masih terdengar oleh Verrel,
Tak ada yang mengeluarkan suara di antara keduanya selain tatapan mereka yang terkunci. Otak Verrel memerintahnya untuk berlalu pergi tetapi tubuhnya tak merespon dan malah berjalan mendekati Leonna. Verrel duduk di depan Leonna, dan dengan sebelah tangannya yang tak menggunakan arm sling. Verrel menghapus air mata Leonna membuatnya menatap Verrel dalam. Leonna mencari keteduhan itu dan disana, Leonna mulai menemukannya. Tatapan teduh milik Verrel mulai muncul membuat hatinya menghangat.
Hanya 30 detik mereka bertatapan, Verrel langsung menarik kembali tangannya dan tatapannya kembali berubah datar dan dingin. Membuat Leonna semakin kehilangan,, mata Leonna semakin nanar saat melihat Verrel beranjak hendak meninggalkannya tetapi Leonna menahan tangan Verrel.
Verrel masih berdiri memunggungi Leonna, Leonna beranjak dan menarik lengan Verrel hingga menghadap kearahnya. Ia langsung memeluk tubuh Verrel dengan sangat erat. Sangat sangat erat, walau Verrel tak membalas pelukannya. "aku tau aku salah, aku tau aku mengecewakanmu, Kak. Tapi ku mohon, aku mohon maafkan aku kak" isak Leonna. "aku mencintaimu,,,,"
Verrel membeku mendengar ucapan Leonna yang terakhir. Apa dia salah dengar? Setau Verrel, telinganya masih normal.
"Aku mencintaimu..Kak." ucap Leonna menangis sejadi-jadinya.
"Apa kamu yakin dengan yang kamu ucapkan?" Tanya Verrel membuat Leonna melepaskan pelukannya dan menengadahkan kepalanya menatap Verrel.
"I-iya Kak, aku mencintaimu.. aku baru menyadari itu semua." ucap Leonna tetapi Verrel hanya tersenyum kecut.
"Apa kamu tau apa arti mencintai?" Tanya Verrel membuat Leonna terdiam membisu. "dengar De, aku melepaskanmu bukan berarti aku tak menginginkanmu. Bukan berarti aku marah dan membencimu. Tetapi ada kalanya kita berjalan di jalan kita masing-masing. Baik kamu atau aku, kita sama-sama melangkah di dua arah yang berbeda untuk menemukan jati diri kita."
"Ini bukan masalah siapa yang mencintai dan siapa yang dicintai. Tapi ini masalah ketulusan dan keikhlasan." ucapan Verrel membuat Leonna menatap Verrel dengan seksama. "saat kamu mengatakan kalau kamu mencintaiku, tetapi aku malah ingin melepaskanmu. Itu bukan berarti karena aku tidak mempercayaimu. Hanya saja, tidak semua bisa selesai dengan kata-kata. Bagiku, cinta itu adalah keikhlasan dan ketulusan. Dan untuk kembali berjalan beriringan, harus ada keikhlasan dan ketulusan dulu di antara kita. Dan inilah jalan yang terbaik, untuk kita menemukan keikhlasan dan ketulusan itu." ucap Verrel membuat Leonna speechless mendengar kata-katanya.
"Inilah yang terbaik untuk kita." tambah Verrel. "Sekarang pergilah, aku baru saja mau mengabarkan masalah Vino, tetapi kamu sudah mengetahuinya. Di bawah ada Adrian, dia mau menjemputmu untuk pergi bersama-sama ke Spanyol." ucap Verrel membuat Leonna terdiam.
Perlahan Verrel menjauhi Leonna.
Haruskah????
Haruskah aku melepaskannya???? Jerit batin Leonna
Leonna menuruni tangga dan bertemu Adrian di bawah sana. "Kak," Adrian langsung memeluk Leonna dengan mata merahnya. "papa Farel masuk rumah sakit, keadaannya kritis. Mama dan papa akan pergi ke Spanyol bersamaku juga Leon. Kakak ikut juga kan." ucap Adrian melepas pelukannya.
Leonna melirik ke ruangan dalam, "aku tidak akan pergi, Rian." ucapan Leonna membuat Adrian membelalak kaget.
"Maksud Kakak?" Tanya Adrian.
"Bunda dan Ayah yang akan pergi, aku tidak akan kemana-mana." ucap Leonna.
"Tapi kenapa?" Tanya Adrian bingung.
Biasanya Leonna selalu yang paling depan kalau menyangkut abangnya itu.
"Karena suamiku disini, dia tidak pergi. Dan akupun tak akan pergi." ucap Leonna dengan pandangan nanarnya.
"Tapi ini masalah abang dan papa Farel." ucap Adrian.
"Aku tau, aku tau Rian." ucap Leonna terlihat bingung. "Aku tak akan kemana-mana, sampaikan salamku pada mereka semua. Suamiku membutuhkanku disini." ucap Leonna beranjak pergi meninggalkan Adrian yang melongo. Tanpa Leonna sadari, Verrel mendengarnya di ruang keluarga.
Di dalam kamar, Leonna menangis sejadi-jadinya di pinggir ranjang. Kabar buruk terus datang bertubi-tubi, belum jelas hubungannya dengan Verrel. Sekarang dia harus kehilangan sosok pahlawannya, abang yang sangat dia sayangi. "hikzz...hikzz...." Isak Leonna sejadi-jadinya.
Chella terduduk di dalam kamarnya, sejak melihat berita itu. Dia mengurung dirinya di dalam kamar, puing puing kenangannya bersama Vino terekam jelas di kepalanya. Bahkan Chella terus memutar pesan suara dari Vino sebelum dia mengalami kecelakaan.
Kenapaaaa????
Kenapa tuhan melakukan ini...
Dia memang mengorbankan cintanya pergi,, tetapi bukan seperti ini. Bukan seperti ini yang dia inginkan...
Bagaimana ini Tuhannn....
Aku tak bisa melepaskannya...
Apa Chella masih mampu memohon agar Vinonya kembali...
'Tuhan, aku bersumpah. Aku bersumpah di hadapanmu,' batin Chella memegang kalung berbentuk salibnya. 'Aku bersumpah akan mencintai Vino setulus hatiku, aku bersumpah akan berlari kepadanya tanpa perduli lagi oranglain yang mungkin akan terluka. Aku bersumpah tak akan hanya berdiam diri disini,, aku akan berlari dan menggapai tangan Vino. Aku berjanji tuhan.... Tapi tolong kembalikanlah dia...'
"Aku bersumpah akan berlari dan menggapai tangannya tanpa ingin melepaskannya. Walau persahabatanku dengan Leonna taruhannya. Tolong,,, hikzzz...hikzz... tolong kembalikan Vinoku." isak Chella sejadi-jadinya.
Kepergiannya menggoreskan luka yang mendalam di hati Chella...
Hati yang sudah terluka sebelumnya, kini kembali tergores luka lagi...
Kembalilahhh....
Ku mohon kembalilah....
Chella mencengkram kuat pemutar mp3 milik Vino yang tengah memutar lagu kesukaannya.
Malam menjelang, Verrel masih duduk di dalam ruangannya menatap kosong ke depan. Ayah dan bundanya pergi ke Spanyol bersama brotherhood yang lain, di rumah hanya ada Verrel dan Leonna. Tetapi Verrel merasakan kecanggungan ini. Dia bingung harus bagaimana menghadapi Leonna...
Dia mencintaiku... haruskah aku mempercayainya??
Bukankah sebelumnya dia berkata lain, kenapa sekarang dia mengatakan hal lain lagi. Aku sungguh tak memahamimu, Leonna. Apa yang kamu pikirkan sebenarnya,,,
Lamunan Verrel terganggu saat mendengar suara ketukan pintu. Verrel menyuruhnya masuk dan Leonna masuk dengan membawa nampan makanannya. Senyumannya terlihat tulus walau Verrel tau Leonna menyembunyikan duka nya. Bagaimanapun Vino adalah abangnya, abang yang juga dia cintai. "Kak, kakak belum makan apa-apa dari sejak tadi siang. Ini aku masakin makanan kesukaan kakak."
Leonna menatanya di atas meja di hadapan Verrel. Verrel menatap Leonna dengan intens, tubuh Leonna mendadak bergetar saat sadar tengah di perhatikan oleh Verrel. "Kenapa?"
Leonna menghentikan gerakannya saat mendengar ucapan Verrel. Ia menatap Verrel dengan kernyitannya.
"Kenapa apanya kak?" Tanya Leonna.
"Jangan bersikap seakan kamu tak tau maksud pertanyaanku." ucap Verrel masih terdengar dingin.
Leonna menarik nafasnya, seakan ingin mengisi rongga paru-parunya yang terasa kosong. "Aku hanya ingin menemani Kakak, apa aku salah? Hmm,, bukankah seorang istri tak mungkin pergi tanpa suaminya." Verrel tersenyum kecut mendengarnya.
"Aku sudah menyuruhmu pergi kan, kenapa kamu masih tetap disini?" Tanya Verrel, dan Leonna hanya menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak akan kemana-mana, aku akan tetap disini." ucap Leonna masih memasang senyuman manisnya.
"Baiklah kalau begitu aku yang pergi." ucap Verrel.
"Jangan," Leonna segera menahan Verrel yang hendak beranjak. "ku mohon jangan pergi, Kak."
"Kenapa?" Tanya Verrel.
"Karena aku tidak mau Kakak pergi." ucap Leonna.
"Apa itu jawaban yang masuk akal?" Tanya Verrel.
"A-aku," Leonna terdiam sesaat.
"Sudahlah Delia, jangan berlaga semuanya baik-baik saja. Kenyataannya ini tidak baik-baik saja, kamu pikir dengan kamu menahan air matamu itu, dengan kamu berpura-pura tak perduli pada Vino. Itu akan membuatku senang dan percaya kalau kau mencintaiku." ucap Verrel sedikit menaiki nada suaranya.
"Bu-bukan begitu Kak, a-aku-" gumam Leonna.
"Sudahlah, cukup Delia. Kamu sungguh kekanak-kanakan." Verrel berlalu pergi dengan menyambar kunci mobilnya. "jangan menungguku," tambah Verrel dan berlalu pergi meninggalkan rumah.
"Ka-k, kakak mau kemana?" teriak Leonna saat tersadar.
Leonna berlari menuju keluar rumah tetapi langkahnya terhenti saat mobil Verrel telah keluar dari gerbang. Tak menunggu waktu lama, Leonna langsung meminta sopir mengantarnya mengikuti mobil Verrel. 'Bagaimana bisa kakak menyetir dengan sebelah tangan disaat malam hari begini. Tuhan... lindungi suamiku.'
"Non, mobil den Verrel memasuki area club malam." ucap sopirnya.
"Ikuti saja pak, biar saya yang masuk. Bapak tunggu disini," ucap Leonna dan segera keluar dari dalam mobil.
Ini pertama kalinya Leonna masuk ke dalam tempat seperti ini. Gemerlapan lampu dan music yang mendengung memenuhi ruangan ini. Banyak orang disini dengan berbagai pakaian, bahkan banyak wanita yang memakai pakaian yang tak layak di pakai. Leonna terus menerobos orang-orang itu dan menajamkan pandangannya mencari Verrel. Leonna tak menyangka Verrel suka ke tempat seperti ini. Beberapa pria terang-terang menggodanya tetapi tak di gubris oleh Leonna. Leonna terus menyusuri ruangan dengan berbagai aroma tercium, bahkan membuat Leonna terasa sesak dan mual. Seketika langkah Leonna terhenti,,
Disana.....
Rasanya ribuan ton menghipit dadanya dan itu membuatnya kehilangan pasokan udara. Suaminya...
Verrel terlihat tengah memeluk Caren dan menarik tangan Caren menuju keluar dari club. Perihh...
Leonna merasa matanya memanas. Leonna langsung berlari meninggalkan tempat terkutuk itu. Saat sudah keluar, Leonna menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk mengisi rongga dadanya yang terasa terhimpit. "hikzz," isak Leonna menunduk. Hatinya sakit melihat Verrel bersama wanita lain,
Leonna berjalan tertatih memasuki mobil dan menghapus air matanya. Leonna masih duduk dengan pandangan yang tertuju keluar jendela memperhatikan mobil Verrel. Tak lama Verrel keluar dari club dengan menggandeng Caren yang terlihat bergelayut manja di dada Verrel. 'Bahkan Kakak membiarkannya.'
"Pak, ikutin mobil kak Verrel," ucap Leonna dan sopirpun mengikutinya.
Setelah lama mengikuti, Leonna melihat mobil Verrel memasuki sebuah hotel berbintang 5. Hanya saja terbilang standar, karena Leonna tau. Hotel mewah di Jakarta hampir semuanya milik daddy nya Oktavio. Dan tidak mungkin Verrel membawa Caren ke hotel milik om nya sendiri, gossip akan cepat menyebar.
Leonna menghubungi Verrel, lama Verrel tak mengangkatnya membuat Leonna harus berulang kali menghubungi Verrel. "ada apa?" sahutan Verrel disana terlihat sinis seakan tak ingin di ganggu.
"K-kak, emm..."
"Katakanlah,"
"Kakak dimana" ucap Leonna dengan gugupnya.
"Aku sedang di rumah Percy,"
Deg
Verrel berbohong padanya, Leonna memegang dadanya yang terasa sakit.
"Apa ada masalah?"
"Ti-tidak, a-aku hanya ingin tau apa kakak akan pulang." ucap Leonna menggigit bibir bawahnya menahan air matanya yang sudah ingin luruh membasahi pipi.
"Tidak, tidurlah sudah malam,"
Verrel mematikan telfonnya secara sepihak, Leonna menangis, menangis terisak di dalam mobil menatap keluar jendela mobil. Menatap nanar ke hotel yang menjulang tinggi di hadapannya. Kenapa kau berbohong Kak...
Sopir pribadi keluarga Orlando terlihat bingung apalagi melihat Leonna yang menangis terisak. "kita pulang saja pak" ucap Leonna dan sopir itupun melajukan mobilnya.
'Kenapa kak? Kenapa kakak lakukan ini? Apa ini upaya kakak untuk membalasku, apa ini upaya kakak agar aku meninggalkan kakak???' batin Leonna
'Tapi maaf Kak, kakak salah kalau berpikir aku akan menyerah dan pergi dari Kakak. Aku akan tetap disini, tetap disini walau kakak tak menganggapku ada. Aku akan tetap menunggu Kakak kembali, setelah Kakak lelah bersama wanita-wanita itu. Aku yakin kakak akan kembali padaku, karena aku masih disini menunggu kakak. Menunggu kakak lelah bersama wanita-wanita itu.'
Isakan demi isakan terus keluar dari bibirnya. Leonna merasakan sakit sangat sakit mengetahui apa yang baru saja dia lihat.
'Mungkin ini yang kak Verrel rasakan saat aku mengkhianatinya dengan abang.' Batin Leonna.
Leonna terus menangis sejadi-jadinya. Hatinya hancur bukan karena Verrel saja, tetapi karena kehilangan abang tersayangnya. Bahkan Leonna tak mampu ikut ke Spanyol dan mendengar kabar apapun.