38. Konflik

L

eonna sudah sampai di rumah, dan berlari menuju kamarnya. Daniel dan Serli kebetulan sedang tidak ada, karena mereka tengah berkunjung ke Bandung. Sesampainya di dalam kamar, terlihat Verrel tengah melepas jas dan dasi yang ia pakai dengan emosi yang melingkupinya.

"Kakak, dengarkan Leonna. Aku bisa menjelaskan semuanya."

"Jelaskan apa?" Tanya Verrel dengan emosi yang meluap, bahkan tatapannya kini terlihat menggelap.

"Kak, antara aku dan pak Martin tidak ada apa-apa. Aku juga tidak tau kenapa bisa ada di apartementnya, terakhir yang aku ingat aku sedang ada di kampus. Kakak aku berani bersumpah kalau-"

"SIMPAN SUMPAHMU!" bentak Verrel membuat Leonna terlonjak kaget.

Verrel sedang di kuasai emosi, sampai Leonna tak mampu mengenali siapa pria yang ada di hadapannya ini. "Lihat ini." Verrel melempar handphonenya ke atas ranjang. Leonna segera mengambil handphonenya dan matanya langsung membelalak lebar.

∙Martin : Loe pikir, istri Barbie loe itu setia? Sebenarnya gue malas memberitahu loe masalah ini. Tapi karena kita ini dulu teman sekelas dan kebetulan juga sekarang tengah sama-sama menjalin hubungan dengan wanita yang sama. Jadi gue mau kasih tau loe, kalau Leonna adalah kekasih gue. Gue selama ini sabar menjalani hubungan sembunyi-sembunyi ini. Tetapi di acara Reuni kemarin, gue sungguh cemburu melihat loe begitu lengket dengannya.

Martin juga mengirimkan beberapa picture, terlihat Leonna tengah terlelap di atas ranjang dengan selimut yang menutupinya hingga batas leher, lalu terlihat juga Martin yang tengah memeluk tubuh Leonna dengan posisi Leonna berada di dalam dekapannya.

∙ Martin : Kalau loe gak percaya, datang ke apartement gue sekarang, karena istri loe ini sedang merayu gue karena kemarin membuat gue cemburu pada loe. Alamatnya xxxxxx

"Ini tidak mungkin," gumam Leonna menutup mulutnya tak percaya.

Verrel menarik lengan Leonna dan membawanya ke depan kaca. Verrel menarik rambut Leonna ke atas hingga leher jenjangnya terlihat jelas. Leonna semakin membelalak lembar melihat 3 tanda kissmark di lehernya dan terlihat masih baru.

"Sudah jelas," ucap Verrel dengan nada geramnya.

"Kak, ini-" Leonna masih sangat syok mendapatkan kejutan ini. Ia kebingungan bagaimana bisa dirinya berada di apartement Martin.

"Kau sungguh menjijikan, semua janji itu palsu!"

"Kak,"

"DIAM!" bentak Verrel. "Kamu istri tidak tau malu, Bukan hanya mengkhianatiku, Kamu melecehkan dirimu sendiri dengan menyerahkan kehormatanmu dan suamimu ke pria lain!" pekik Verrel.

"Aku bisa jelaskan Kak, ini salah paham." isak Leonna.

"Kamu Pembohong dan Pengkhianat!"

Deg

"Kak aku tidak melakukannya, aku berani bersumpah." pekik Leonna dengan tangisannya.

"Jangan keluarkan sumpah palsu lagi, sudah cukup Leonna Fidelia Adinata. Sudah cukup kamu menipuku!"

"Aku tidak menipu kakak," Leonna hendak menyentuh lengan Verrel tetapi Verrel menepisnya dan beranjak pergi menuju ruangannya. Leonna masih mengikutinya tetapi Verrel sudah menutup pintu ruangannya. Leonna terus mengetuk pintu ruangan Verrel yang di kunci dari dalam. "Kak buka pintunya, aku tau kakak marah padaku. Tetapi aku berani bersumpah aku tidak melakukan apapun. Aku bersumpah, aku tidak membohongi dan mengkhianati kakak. Dengarkan penjelasanku dulu. Aku tidak bohong, tadi sore aku masih di kampus, aku bahkan ke kamar mandi dulu tetapi setelahnya aku tidak ingat apa-apa. Pas aku siuman aku sudah berada di apartementnya," teriak Leonna mengetuk pintu ruang kerja Verrel.

"Kak-," panggilan Leonna terhenti saat mendengar musik berputar di dalam ruang kerja Verrel dengan sangat kencang. "aku akan menunggumu disini."

Leonna terdiam dan hanya bisa menangis terisak. Ia menyandarkan kepalanya ke dinding di belakangnya. 'Kenapa jadi seperti ini?'

Leonna menangis sejadi-jadinya di luar pintu, Hingga tak lama pintu terbuka dengan kencangnya dan Verrel keluar dari ruangannya itu dengan tangannya yang berdarah membuat Leonna terpekik kaget. "Kakak kenapa?" Tanya Leonna dengan sangat khawatir dan hendak memegang tangan Verrel yang terluka, tetapi di tepis oleh Verrel dan berlalu pergi.

"Kak, kakak mau kemana?" Leonna mengejar Verrel sambil menghapus air matanya. "Kak ini sudah malam, kakak mau kemana?"

Verrel tak menghiraukan Leonna yang terus mengejarnya. "Kakak mau kemana?" Leonna menarik lengan Verrel. "Aarghh," Verrel mendorongnya terlalu kencang sampai Leonna terjatuh ke lantai.

Verrel tak memperdulikan Leonna dan beranjak pergi keluar rumah. "Hikzzz...hikzz...hikzz...." Isak Leonna sejadi-jadinya. "Kenapa kakak tidak mau mempercayaiku."

Leonna berlari menuju ruangan Verrel dan terpekik kaget melihat semua barang hancur dan pecah, ada tetesan darah Verrel di lantai. Pigura pernikahan merekapun hancur tak ada yang tersisa. Dengan tangisannya, Leonna memunguti dan membereskan setiap pecahan kaca. Leonna mengambil pigura besar foto pernikahan mereka berdua. "Hikzz...hikzz...hikzz" isak Leonna sejadi-jadinya sambil mengusap foto mereka. Ia tau dulu dia bersalah pada Verrel, tetapi saat ini dia berani bersumpah. Dia tidak mengkhianati Verrel lagi. Dia sungguh sudah mencintai Verrel dengan sepenuh hati dan menjaga kesetiaannya.



Leonna benar-benar tidak tidur dan juga makan, hari sudah menjelang siang tetapi Verrel masih belum pulang juga dari semalam.

Hingga pukul 9, Verrel datang membuat Leonna senang dan langsung menyambutnya di pintu masuk. Tetapi senyumannya memudar saat melihat dengan siapa Verrel datang. "Kere." gumam Leonna.

Caren terlihat berjalan di samping Verrel yang memasang wajah datarnya. "Hai Leonna," Sapa Caren dengan seringainya, Leonna melirik Verrel yang memasang wajah datarnya.

"Kak, kakak darimana. Aku menunggumu." ucap Leonna,

"Caren, aku akan mandi dan ganti pakaian. Kamu tunggu saja, setelah itu kita sarapan bersama." ucap Verrel berlalu pergi.

"Dan untuk kamu, tolong kamu layani tamu spesialku." Ucap Verrel melirik Leonna sebelum berlalu pergi.

'Tamu special?' batin Leonna. Hati Leonna terasa sangat sesak menerima perlakuan ini dari Verrel.

"Ck, lihatlah bocah ingusan. Tanpa merebutnyapun dia datang sendiri padaku." ucap caren angkuh.

Leonna tak menanggapinya dan beranjak menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk suaminya. "Aku tidak ingin tau sih, apa penyebab Verrel berubah. Tetapi aku rasa aku perlu mengucapkan terima kasih padamu karena sudah membuatnya kembali padaku." Leonna melihat ke arah Caren.

"Aku tak akan membiarkan kak Verrel jatuh ke pelukan wanita ular sepertimu" desis Leonna.

"Kita lihat saja nanti, siapa yang akan mendapatkannya." ucap Caren dengan seringainya seraya meneguk air putih dari dalam gelas.

"Aku tak akan melepaskan suamiku." ucap Leonna tajam seraya menata makanan di atas meja makan.

"Kamu tau tidak, semalam dia datang kepadaku dan menginap di apartementku. Kami menghabiskan waktu semalaman." ucap Caren membuat Leonna menghentikan gerakannya. "Bagaimanapun juga akulah yang dia cintai,dan lambat launpun dia akan kembali padaku."

Leonna menahan rasa sakit dan amarah yang mencuat di dalam hatinya. "Biarlah, mungkin Kakak merasa bosan sampai dia harus pergi ke tempat kamu. Tapi kamu harus ingat satu hal, kalau seorang suami akan selalu kembali pulang ke rumahnya, dan istrinya. Bukan ke pelariannya atau parkirannya." jawab Leonna tak kalah tajam membuat Caren geram.

"Kau memang memiliki lidah yang tajam, Princes." seringainya seraya menuangkan air panas ke dalam gelas, tetapi dengan sengaja menumpahkannya hingga mengenai pergelangan tangan Leonna yang sedang menata makanan.

"Awww"

Prank ... Gelaspun jatuh ke lantai karena tersenggol Leonna. "Awwww." pekik Caren saat melihat kedatangan Verrel.

"Ada apa?" Tanya Verrel.

"Lihat kelakuan istrimu, Rel. Dia masih dendam padaku, Dia sengaja menyenggol gelas berisi air panas ke lantai agar mengenai kakiku." ucap Caren meringis. Verrel melihat ke arah Leonna yang menggenggam pergelangan tangannya yang juga melepuh. Leonna terlihat menggelengkan kepalanya.

"Sebaiknnya kita sarapan." ucap Verrel beranjak menuju kursi meja makan diikuti Caren.

"Aduh kakiku terasa sakit sekali," gumam Caren tetapi Verrel terlihat acuh saja membuat Leonna senang.

Leonna berjalan menghampiri Verrel. Ia menuangkan makanan di piring Verrel, dan diapun hendak duduk untuk ikut sarapan. "Bisakah kamu tidak makan bersamaku, melihat wajahmu membuat nafsu makanku hilang."

Deg .. Leonna kembali berdiri dengan perasaan hancur, hatinya sakit sangat sakit mendengar ucapan Verrel. "Ba-baiklah, aku akan menyiapkan tas kerja Kakak."

"Tidak perlu, aku bisa sendiri. Aku tidak butuh bantuan apapun darimu." ucapan sinis Verrel mampu menyayat hati Leonna. Ia hanya bisa menekan rasa sakitnya dan berlalu pergi meninggalkan Verrel dan Caren yang tengah menggulum senyumannya.

Leonna berdiam diri di dalam kamarnya sambil menangis terisak, hatinya sangat sakit. Bahkan luka bakar di pergelangan tangannya tak berarti apapun untuknya. Tubuhnya terasa lemas, dia bahkan belum makan dari kemarin siang. Kepalanya juga terasa sangat berdenyut sakit.

"Martin!" Leonna mengepalkan kedua tangannya dengan kuat hingga buku-buku tangannya memutih. "Kamu harus bertanggung jawab atas semua ini."



Sore menjelang, Leonna baru saja selesai mandi. Terlihat Verrel sudah datang dan tengah melepas jas kerjanya. "Kakak sudah pulang? Mau aku siapkan air hangat untuk mandi, atau teh?"

Verrel menengok ke arah Leonna dengan tatapan sinisnya, tetapi Leonna tetap menampilkan wajah riangnya yang begitu menggemaskan. "Kalau kamu memang ingin membantuku, maka tolong pergilah dari hadapanku dan jangan menampakan wajahmu di hadapanku lagi. Karena aku muak melihatnya."

Deg ,,, Hati Leonna terasa tersayat-sayat mendengar penuturan kasar dari Verrel, Kata-kata itu bagaikan rajam panas yang menusuk tepat di jantungnya. Ia berusaha menahan tangisannya yang siap meluncur dari pelupuk matanya. "A-aku akan buatkan teh untuk Kakak," cicitnya masih memasang senyuman walau matanya terlihat sangat terluka.

Verrel tak menanggapinya dan berlalu memasuki kamar mandi. Leonna menghapus air matanya dan menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk memenuhi rongga dadanya yang terasa sangat kosong. Agar dia bisa tetap bertahan dan tegar.

15 menit berlalu, Leonna kembali dengan membawa segelas teh di tangannya. Verrel terlihat sedang menyisir rambutnya. "Kak, ini aku buatkan teh untuk Kakak. Di minum yah."

Verrel melihat ke arah Leonna dan melihat gelas berisi teh, asap masih mengepul. "Kamu perhatian sekali," ucap Verrel dengan datarnya.

"Kak, aku tau Kakak masih marah padaku. Bisakah Kakak memberiku kesempatan untuk menjelaskan semuanya? Aku sungguh tak melakukan apapun dengan Martin. Aku bahkan tidak tau kenapa aku bisa berada di apartementnya."

Verrel tak menjawabnya, dia beralih mengambil handphonenya sendiri dan memutar sesuatu.

Maukah kau menjadi kekasihku....

Aku terima....

Deg… Mata Leonna membelalak mendengar rekaman itu, Verrel kembali memutarnya dan memperlihatkan videonya pada Leonna. "I-itu,"

Prank

"Aaarghhh!" pekik Leonna saat Verrel menepis gelas di tangan Leonna hingga pecah di lantai.

"Masih mau membohongiku?" ucap Verrel tajam, amarahnya sudah sangat memuncak. Rahangnya terlihat terkatup rapat dan mengeras, gertakan giginya dapat Leonna dengar. Bahkan mata birunya yang biasanya selalu memancarkan cinta dan kesejukan. Kini menggelap dan terlihat seperti bara api berwarna biru yang sangat panas. Verrel berjalan mengambil kertas dari dalam tas kerjanya.

"Kamu ingat sketsa ini." Verrel menunjukkan sketsa rumah idaman mereka, dimana tiga orang tengah duduk di ayunan. "Bukankah ini impian kita."

"Tapi sekarang impian itu hancur dalam sekejap. Harusnya kamu banyak belajar dari papamu, belajar dan bertanyalah padanya, bagaimana dia begitu setia pada istrinya. Aku meragukan kalau kamu darah daging dari om Dhika." ucapan mengejek dari Verrel membuat Leonna menelan salivanya sendiri.

Semua orangpun tahu, bagaimana setianya Dhika pada Thalita. Tak perduli apapun yang terjadi, kesetiaannya tetap dia utamakan. "Aku sudah tak memimpikan semua ini." Verrel merobek kertas itu membuat Leonna membelalak kaget.

"Kak jangan." Leonna mencoba menahannya, tetapi Verrel tetap merobeknya hingga empat bagian dan mengeluarkan korek api dari saku celananya, ia membakar ujung kertas itu dengan korek apinya. Leonna semakin membelalak lebar melihatnya. "Kak, aku mohon jangan lakukan itu." ucap Leonna dengan tangisannya.

Terlambat..

Verrel sudah membakar ujung kertas itu dan si jago merah langsung melahapnya. Tanpa pikir panjang Leonna langsung merebutnya dan mematikan apinya dengan tangannya sendiri membuat Verrel terpekik kaget. Ia tidak perduli telapak tangannya melepuh karena api, dia tetap berusaha mematikan api itu hingga akhirnya padam. Verrel memalingkan wajahnya melihat perlakuan Leonna. "Aku tidak ingin menghancurkan impian kita." isak Leonna menggenggam kertas itu.

"Impian kita?" ejek Verrel tersenyum kecut. "Dengar,"

"Aww,"

Leonna meringis saat Verrel mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat, hingga kertas di tangannya jatuh ke lantai. "K-kak sakit, kau menyakitiku." isaknya, karena Verrel mencengkram tangannya yang melepuh. "Kak-," Leonna terus meringis dan berusaha melepaskan cengkraman Verrel.

"Dengar Leonna, dulu aku sering mengatakan padamu kalau aku mencintaimu. Dan cinta ini hanya untukmu, tetapi sekarang aku akan mengatakan dengan jelas padamu, Kalau sekarang aku sangat membencimu!"

Deg ... Mata Leonna melotot sempurna menatap wajah Verrel yang begitu menakutkan. Ini seperti bukan Verrel yang selama ini Leonna kenal. Verrel yang selalu menyayanginya, lembut, dan begitu perhatian. "Kamu sudah melihat cinta dari Verrel alexander, dan sekarang kamu akan melihat kebencianku juga. Hanya kebencianku dan tak akan ada lagi cinta."

Verrel menghempaskan Leonna hingga Leonna mundur beberapa langkah ke belakang. Ia langsung beranjak pergi meninggalkan Leonna yang mematung syok di tempatnya. Lututnya terasa lemas hingga tubuhnya luruh ke lantai, Leonna menatap nanar kertas itu.

Impian mereka berdua.

Dengar Leonna, dulu aku sering mengatakan padamu kalau aku mencintaimu. Dan cinta ini hanya untukmu, tetapi sekarang aku akan mengatakan dengan jelas padamu, Kalau sekarang aku sangat membencimu.

"Hikzzz....hikzz....hikzz...." isakan menyakitkan dari Leonna menggema di dalam kamar. "Hikzz...hikzz...hikzzz...."

Leonna mengambil kertas itu dan mencoba menyatukannya lagi, walau sebagian sudah terbakar. Leonna mengusap gambar dirinya yang duduk di atas ayunan dan juga Verrel yang berdiri di belakang ayunan. "hikzzz...kenapa harus seperti ini, Tuhan."

