3 Tahun Kemudian....
"Huaaaaaa...."
"Sebentar Sayang," teriak seorang wanita.
Ia berjalan sedikit tertatih menggunakan sebelah Kruk di tangan kanannya. Ia berjalan memasuki kamar kecil bernuansa kerajaan, semuanya berdominasi warna pink pastel.
"Ini susunya Sayang, maaf yah Mama lama." Wanita itu mengangkat tubuh balita berusia satu tahun itu ke dalam pangkuannya dan memberikan dot berisi susu.
"Isabella kenapa, Sayang?" sosok pria tampan tampan berdiri di ambang pintu dengan pakaian casualnya.
"Sepertinya Bella lapar, Daf."
Mereka adalah Rindi dan Daffa yang sudah menjalani hidup berumah tangga selama 3 tahun ini dan memiliki seorang putri yang begitu cantik bernama Isabella Elle Ghossan.
"Bella sayang, hey ini Papa sayang." Daffa duduk di samping Rindi dan mencolek pipi gembil Bella yang sibuk menghisap susu dalam dotnya. Pipinya terlihat merah dan begitu lucu.
Bella memiliki mata yang mirip dengan Rindi, begitu juga bibirnya yang kecil dan tipis. Hanya saja rambut dan hidungnya mirip sama Daffa.
"Kamu mau ke restaurant?" tanya Rindi.
"Sebentar lagi,"
Daffa sudah jarang main film, dia lebih sering mengisi iklan dan juga Presenter. Ia juga sekarang sudah membuka sebuah studio rekaman untuk memproduseri artis band dan penyanyi pendatang baru. Ia juga meneruskan usaha Ayahnya membuka restaurant khas makanan Korea di Jakarta.
Daffa ingin menghabiskan waktunya bersama istri dan bayinya ini.
"Yayah, mama."
"Wah Bella udah pinter manggil Mama," ucap Rindi dengan begitu antusias saat anaknya berkata tidak jelas.
Bella melepaskan dotnya yang sudah habis dan merentangkan kedua tangannya ke arah Daffa membuat Daffa mengangkat tubuhnya ke udara.
Bella tertawa terbahak-bahak saat Daffa menggodanya dengan mengangkat tubuhnya ke udara.
***
Pulau Kiawah, California Selatan; AS
Seorang wanita cantik dengan rambut sepundak bergelombang. Ia terlihat tengah memainkan piano di depan seluruh anak-anak.
Suara nyanyian dalam bahasa Inggris terlontarkan dengan kencang mengisi ruangan persegi panjang itu. Wanita itu tersenyum bahagia seraya menekan setiap tuns piano.
Ia ikut menyanyi seirama musik bersama anak-anak kecil itu.
Selesai bernyanyi semuanya bersorak bahagia. Wanita itu beranjak dari duduknya dengan senyuman lebarnya.
"Do you enjoy the song?"
"Yes, Ma'am." Teriak anak-anak itu serempak.
"Oke Guys, Today's lesson is over. See you tomorrow," ucapnya dan segera beberapa muridnya berhamburan keluar menemui orangtua mereka.
"For You, Ma'am." Wanita itu mengernyitkan dahinya saat seorang anak kecil menyodorkan sepucuk bunga untuknya.
"Thank you, Handsome." Ia mencubit pelan pipi anak itu.
"See you, Ma'am. Bye,"
"You too, Be carefull."
Iya tersenyum saat anak itu melambaikan tangannya dan beranjak keluar ruangan itu.
Iapun segera bergegas mengambil tasnya dan beberapa bukunya. Hentakan sepatu high heelsnya terdengar nyaring dan teratur di lantai. Ia berjalan menuju keluar gedung itu.
Saat keluar dari gedung dan pekarangan itu, ia dapat melihat lautan luas dan juga pantai yang memang tak jauh dari gedung yang diketahui sebagai sekola itu.
Pantai ini bernama Beachwalker Park di California Selatan. Pantai ini adalah salah satu pantai yang menarik untuk di kunjungi bagi para para pecinta alam, para peneliti burung, pelaut, dan penggemar bersepeda. Hal ini dikarenakan Beachwalker Park adalah salah satu spot terbaik untuk mengamati pemandangan burung. Di daerah ini juga tak banyak rumah dan pemukiman, hanya beberapa saja. Pulau Kiawah ini merupakan Pulau kecil di California.
Wanita itu berjalan menuju pantai, hembusan angin menerpa tubuhnya dan rambutnya hingga sedikit berantakan.
"Miss Rasya," mendengar panggilan itu, wanita itu menoleh dan seorang pria Amerika Serikat menghampirinya dengan senyuman lebarnya.
"Hay," sapanya dengan senyuman lebarnya.
"Aku menunggumu sejak tadi,"
"Oh ya? Ada apa Mr. Gergio?" tanyanya.
"Aku ingin menanyakan beberapa hal tentang anakku, apa kamu tidak sedang sibuk saat ini?" Rasya mengedikkan bahunya dan mengikuti arah pria itu yang mempersilahkannya.
Mereka berjalan beriringan seraya berbincang-bincang dan sesekali mereka terkekeh. Hembusan angin menerpa tubuh mereka berdua dan juga rambut mereka.
Seorang anak berlari dari belakang Rasya dan menabrak tubuhnya hingga kehilangan keseimbangannya.
Tubuhnya hampir saja membentur pasir pantai kalau tidak ada tangan kekar yang menahannya.
Deg
Mata itu beradu satu sama lain, mata yang menyiratkan perasaan sendu dan kesedihan.
Mata yang sejak 3 tahun ini pergi dan menjauh darinya. Kini dia ada di depannya, tengah merengkuh tubuhnya.
"Miss, you okey?"
Ucapan Gergio menyadarkan mereka berdua. Perlahan ia melepaskan pelukannya.
"Rasya,"
"Percy,"
Pria itu adalah Percy, yang kini berada di hadapan Rasya. Tatapan mereka tak teralihkan bahkan ucapan Georgio tak di anggapnya. Fokus keduanya pada mata di depannya.
Mata yang selama 3 tahun ini mereka rindukan, tatapan itu tetap sama menyiratkan cinta dan kelembutan. Tak ada yang berubah,,
Kesadaran lebih dulu menghinggapi Rasya, ia mendadak salting dan gugup. "Maaf Mr. Georgio. Apa kita bisa bicara lagi besok,"
"Oh, okey." Georgio menatap sinis ke arah Percy, lalu ia beranjak meninggalkan mereka berdua yang masih bertatapan satu sama lain.
"Hay," Rasya menampilkan senyumannya menyadarkan Percy. "Aku tidak menyangka kamu akan kesini."
Percy masih tak membuka suaranya, perasaannya tak menentu. Ada rasa senang, kesal, rindu bercampur semuanya. Ia juga sadar kalau Rasya terlihat gugup dan berusaha bersikap seperti biasanya.
Rasya berjalan lebih dulu membuat Percy mengikutinya dari sampingnya. Mereka berjalan berdampingan tanpa membuka suara satu sama lain. Entah kenapa suara mereka mendadak tertahan dan entah kenapa semua yang ada di otak mereka mendadak lenyap.
"Bagaimana keadaanmu?" keduanya mengucapkan hal yang sama bersamaan dan juga sama-sama menoleh.
Keduanya terkekeh, "Aku baik-baik saja, seperti yang kamu lihat." Ucap Rasya akhirnya, "Bagaimana denganmu?"
"Aku tidak yakin dengan keadaanku." Mendengar ucapan Percy, membuat Rasya menoleh padanya. Ia meneliti Percy, banyak yang berubah padanya.
Rambutnya terlihat di potong sampai beberapa senti saja, tubuhnya terlihat kurusan. Wajahnya tirus dan di penuhi bulu-bulu halus di daerah rahang dan juga di bawah hidungnya walau tak tebal. Wajahnyapun sedikit pucat.
"Apa kamu sakit?" entah kenapa pertanyaan itu meluncur bebas dari mulutnya.
"3 tahun lalu aku mengalami kecelakaan di Arizona. Aku tidak ingat apapun, sampai aku sadar satu tahun kemudian dalam keadaan tubuh yang sulit bergerak." Rasya membelalak lebar mendengar penuturan Percy barusan.
"Aku harus melakukan beberapa terapi 2 tahun ini, dan saat aku mendapatkan kabar keberadaanmu. Aku langsung kesini." Percy menampilkan senyuman kecilnya pada Rasya yang mematung kaku di tempatnya. Mereka sudah sama-sama menghentikan langkah mereka,
"Bagaimana bisa?" tanyanya yang begitu kaget,
"Aku tidak tau." Percy berjalan lebih dulu meninggalkan Rasya dengan memasukkan kedua tangannya ke mantel yang ia gunakan.
Rasya masih menatap Percy dengan tatapan tak percaya dan syoknya. Ia tidak menyangka dengan apa yang menimpa Percy.
Ia beranjak mengikuti Percy, hingga mereka sampai di sebuah rumah sederhana dengan pekarangan yang luas.
"Ini rumahku, masuklah." Rasya membukakan gerbang rumahnya dan Percy berjalan memasuki rumah itu.
Mereka sama-sama berjalan memasuki rumah yang terlihat sepi.
Rasya mempersilahkan Percy untuk duduk dan ia mengambilkan minuman untuk Percy. Tatapannya tak lepas dari Percy begitu juga dengan Percy yang terus menatap wajah Rasya yang semakin terlihat dewasa. Tatapan mereka menyiratkan kerinduan, tetapi rasanya begitu canggung membuat mereka hanya mampu saling menatap satu sama lain.
"Minumlah," ucapnya seraya memalingkan wajahnya dan menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengisi rongga dadanya yang terasa kosong. "Bagaimana kabar Rindi?"
Rasya menatap Percy yang menunduk memegang mug putih berisi teh itu. Percy menengadahkan kepalanya hingga tatapan mereka kembali bertemu, mata keduanya sama-sama berkilau seakan menahan air mata yang seakan ingin merembes jatuh ke pipi.
"Dia baik," jawab Percy memalingkan wajahnya, Rasya tersenyum walau hatinya kembali merasakan nyeri itu.
3 tahun ini tidak membuat perasaannya berubah. Hatinya tetap untuk seorang Percy, walau mungkin sekarang ia harus kembali terluka.n
"Dia sudah melahirkan seorang bayi perempuan yang sangat cantik." Percy mengatakannya dengan senyumannya membuat Rasya semakin terluka.
Bukankah ini yang ia inginkan, Percy dan Rindi bahagia. Tetapi kenapa sekarang rasanya begitu menyakitkan. Pikirnya.
Rasakan Rasya, bukankah ini yang kamu harapkan selama ini? Berusaha menjadi seseorang yang semakin munafik. Makinya pada diri sendiri.
"Selamat yah untuk kalian berdua, aku senang akhirnya kalian bisa menjalani kehidupan bahagia." Rasya berusaha untuk tersenyum walau matanya berkilau karena air matanya.
"Dia yang bahagia bersama suaminya bukan aku,"
Deg
Seketika mata Rasya membelalak lebar, ia tidak salah dengar bukan?
Suaminya?
Apa itu berarti bukan Percy??
Percy menatap Rasya yang mengernyitkan dahinya bingung.
"Aku tidak pernah menikahinya,"
Kenyataan baru lagi membuat Rasya tercengang. Ia masih membelalak lebar dan terlihat kebingungan.
"Bundaaaa...." panggilan itu menghentikan gerakan Percy yang hendak membuka suaranya kembali.
Keduanya menoleh ke ambang pintu, di sana Hezky tengah berdiri dengan menenteng tasnya menatap ke arah mereka berdua. Dan seorang anak berusia 2 tahun berlari menghampiri Rasya.
Percy menatap nanar anak laki-laki yang kini ada dalam gendongan Rasya.
Wajahnya....
Wajahnya begiitu mirip dengannya. Matanya, hidungnya, warna rambutnya. Semuanya mirip dirinya kecuali bibir dan senyumannya yang mirip dengan Rasya.
Percy berdiri berhadapan dengan Rasya yang menggendong anak itu. Tatapan Rasya tak lepas dari Percy dengan air mata yang sudah menggantung di pelupuk matanya.
"Apa dia-?"
"Arkan Rafif Jonshon,"
Seketika air mata Percy jatuh mendengar nama yang di sebutkan Rasya. Ia mendekati Rasya dan anak itu yang terlihat kebingungan.
"Ayah,"
Percy semakin terpekik kaget mendengar panggilan anak itu, ia menatap Rasya yang sudah menangis.
"Aku memperlihatkan fotomu padanya, aku ingin dia mengenalmu."
Percy tersenyum di tengah tangisannya.
"Arkan,"
Anak itu mengangguk dan tersenyum. Percy mengambil alih Arkan dan menciumi wajahnya di tengah tangisannya.
"Maafkan Ayah, Nak. Maaf karena Ayah mengabaikanmu." Isaknya menciumi Arkan yang memeluknya.
Rasya memalingkan wajahnya dan menangis dalam diam.
"Ayah kemana saja, aku dan Bunda nungguin Ayah."
"Maafkan Ayah, Nak. Maafkan Ayah karena baru datang sekarang." Percy semakin terisak memeluk putranya.
Putra yang selama ini dia abaykan, bahkan ia belum sempat mengadzaninya.