Tragedi1 Bagian ke-4

Mereka melewati pinggir taman belakang, mencari tempat yang cukup gelap untuk menyembunyikan diri. Mereka sengaja melewati taman disebelah area broadcasting, karena dirasa tempat ini cukup aman, bagi mereka yang sudah mahasiswa atas, sangat tahu area mana yang banyak orang dan yang mana sedikit orang. Sehingga mereka menghindari area jalan utama kampus lalu melewati jalan memutar, melewati taman dengan beberapa pohon-pohon tinggi disamping jalanan dan rumput-rumput hias yang cukup untuk menyembunyikan tubuh mereka ketika duduk, walau lebih jauh tapi hal itu lebih aman.

"Hey bisakah berhenti sebentar, kau tahu aku lelah dan lapar!" ucap wanita berlipstick merah itu yang baru diketahui namanya Anggi. Rena yang sejak awal tidak menyukai perempuan itu berdecih pelan melihat kelakuan manjanya.

"Aku juga lapar dan haus," Rendra juga merasakan hal yang sama dengan mereka. Sempat terpikir dalam benak Rendra untuk menuju kantin, tapi jika tak tahu kondisi sekitar kantin, dirinya hanya akan cari masalah.

"Kita cari tempat dulu, setelah itu kita pikirkan untuk mencari makanan dan minuman." Aris yang terlihat lebih tua dari mereka membuka suara. Mereka pun setuju untuk mencari tempat aman, Aris menunjuk ke sebuah tempat yang mereka ketahui adalah ruang yayasan. Mereka berjalan menuju ruang yayasan, namun sayang, masalah tak terduga terjadi saat hendak menuju kesana.

Suara teriakan beberapa orang terdengar dari dalam ruangan itu, beberapa orang dari regu mereka berlari keluar dari arah ruang yayasan. Mereka yang berada tidak jauh dari ruang yayasan diam tak berkutik, bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sekarang untuk menentukan arah mereka. "Hey apa yang kalian lakukan? Cepat pergi dari sini!" ucap seseorang yang baru saja keluar dari ruang yayasan.

"Tunggu! disana-"

AAAAAAAHHHH, belum sempat Rendra menyelesaikan kata-katanya, orang tadi sudah diserbu oleh mahkluk yang berada didepannya. Seketika yang berada disana panik dan memencar satu sama lain. Mereka melihat mahkluk itu bermunculan dari segala arah, teriakan tadi memicu datangnya lebih banyak mahkluk.

"Bagaimana sekarang? Aku tidak mau mati, tidak mau," ucap Anggi saat melihat hal tersebut dengan keringat yang bercucuran, membuat sebagian make upnya luntur, "-seharusnya aku tidak ikut kalian." sambungnya lagi.

"Kalau kau ingin kembali, silahkan!" ucap Rena yang sudah sangat kesal dengan semua ocehan Anggi, kemudian seseorang dibelakang Anggi berbalik dan segera berlari kembali menuju gedung H, namun naas saat sampai parkiran dia malah bertemu dengan mahkluk itu dan menjadi santapan sang mahkluk. Mengoyak daging pria itu dengan gigi-gigi berlumuran darah. Lalu datang lagi mahkluk lain dari arah sebaliknya, ikut berkumpul mengigit tangan dan kaki pemuda itu, kini dia sudah tak berbentuk.

Mereka yang melihat, kembali panik dan terserang mual. Berpikir cepat karena sebentar lagi mereka akan dikepung dari beberapa arah. Mahkluk dari arah jalan utama kini mulai berdatangan sama halnya dengan mahkluk yang berada di parkiran, membuat kelompok itu pecah. Mereka yang ada disana kini berpencar satu sama lain. "Bagaimana sekarang?" tanya Diah yang masih berada ditempat itu bersama Rena, Anin, Jessi, Rendra, Anggi dan Aris yang tersisa dari kelompok mereka kini berada semakin masuk ke pepohonan dibelakang mereka, berterima kasih lah pada pihak universitas yang menanam pohon-pohon rindang disekitar area kampus.

"Aku tak tahu. Yang ku tahu kita tidak mungkin kembali ke gedung H, atau menuju ke gedung F, atau ke arah jalan sempit disamping yayasan," ucap Rena yang melihat keadaan sekitar, beruntunglah mereka tertutup oleh pohon dan suasana malam yang gelap sehingga membuat mereka tersembunyi dan masih bisa memikirkan apa yang harus dilakukan. "Kau pembawa sial!" tunjuk Anggi pada Rena dengan nada penuh penekanan, Anggi terisak karena hal yang ia rasakan sekarang, berharap bisa pulang kerumah dan tidur dikasur yang empuk, namun hal itu tak dapat ia lakukan sekarang. Kehidupan mereka hari itu sudah benar-benar berubah.

"Lalu kemana?" tanya Anin yang mengacuhkan tangisan Anggi pada temannya, gadis itu mengacak rambutnya frustasi. Rena menunjuk tempat disebelahnya, tempat yang cukup kecil bertuliskan -Studio Broadcasting- Rendra, Jessi, Anin, Diah, Anggi dan Aris menoleh kearah yang ditunjuk Rena dan mengerti maksudnya gadis itu.

"Yakin tempat itu aman?" tanya Rendra ragu-ragu, jika mereka nekat menuju gedung F, mereka akan dihadang oleh mahkluk dari tiga arah; depan, kanan dan kiri. Jika mereka kembali ke gedung H maka mereka akan dihadang oleh mahkluk yang tadi melahap pemuda malang tadi. Cara satu-satunya memang ke studio broadcasting, tapi dengan situasi seperti ini dan mereka tidak tahu apa yang ada didalam studio itu. Berharaplah jika manusia, jika bukan? Mereka sama saja menggali lubang kematian sendiri.

"Sejujurnya, akupun tak tahu." Pasrah, menyingkap poni dengan tangannya, memijat kepalanya ringan. Bagi Rena, hal ini adalah hal yang paling tidak masuk akal, tapi ia harus mencoba menerima ketidak masuk akalan ini dengan sebuah kenyataan bahwa kota tercinta, bukan, mungkin negara tercinta mereka menjadi lautan mayat hidup yang siap menerkam mereka dari segala arah.

Hidup tenang yang selama ini mereka lakukan; makan bersama keluarga, bermain bersama teman, bergurau, menonton acara kesukaan mereka, menari, bernyanyi. Kini hal itu hilang hanya dalam beberapa jam saja.

"Ah lapar," ucap Anggi memecah konsentrasi Rena, Anin, Diah, Jessi dan Rendra. Yang Anggi lakukan hanya mengeluh, mengeluh dan mengeluh.

"Kami juga lapar!" seru Jessi. Bisa-bisanya dalam ketegangan seperti ini dia malah memikirkan hal itu, memang semua yang berada disana lapar, tapi dari pada itu mereka lebih memikirkan keselamatan mereka dulu, baru setelahnya makan pun akan terasa nikmat.

"Hey sampai kapan kita akan disini?" ucap Aris yang masih memperhatian keadaan sekitar, sedari tadi dia hanya melirik kanan, kiri, depan dan belakang, mencari spot yang bagus untuk pergi dari sana, "-tunggu saja mereka pergi, lalu kita ke koperasi. Bagaimana?" sambung Aris lagi saat kerumunan mahkluk itu satu per satu mulai pergi dari sana.

"Jadi kita akan diam disini?" tanya Anggi dengan suara yang sedikit besar dan mendapat tolehan dari Rena. Rena menyuruh Anggi untuk mengecilkan suaranya karena hal itu bisa membawa mereka pada kematian semakin cepat. Anggi diam dan mendengus keras pada Rena. Rena yang sudah pusing dengan hal tidak masuk akal ini menjadi semakin pusing dengan kehadiran Anggi yang menurutnya sangat berisik dan mungkin akan menjadi biang masalah mereka.

"Kita tunggu saja. mereka juga sepertinya mulai pergi dari sana. Setelah aman kita ke koperasi. Semoga aman," kata Jessi sambil mengikat rambutnya, mereka mengangguk dan mendekatkan diri mereka mencoba menghangatkan tubuh, menunggu waktu yang pas untuk pergi dari sana.

"Ndra, mereka buta, kan? Dengan mata yang berwarna putih semua seperti itu tidak mungkin mereka dapat melihat. Kau curiga bukan saat zombie satpam itu ada dibelakang Aris, jelas-jelas arah pandangnya menuju ke Aris tapi zombie satpam itu malah mengabaikannya." ucap Rena sepelan mungkin.

"Aku tidak tahu. Mungkin saja dia memang tidak melihat Aris," Rena menghela napas mendengar perkataan Rendra yang meragukan.

"Kita akan cari tahu setelah ini." Rena menganggukkan kepala, menghembuskan napas panjang, memikirkan tentang indera mahkluk yang mereka sebut zombie itu. 'Apa zombie difilm dengan kenyataan sama? Jika iya kemungkinan mereka hanya mengandalkan indera pendengaran dimalam hari,' pikir Rena sambil memeluk lututnya.

Saat Rena masih memikirkan tentang film dan realita, tangannya disenggol oleh Diah dan berkata, "aku tahu apa yang sedang kau pikirkan Ren." Anin dan Jessi yang mendengar itu mengangguk kecil. Ya mereka saat ini sedang memikirkan hal yang serupa.