Guru Yang berdiri di depan kelas dengan senyuman ketika melihat murid-muridnya duduk dengan rapi di bangkunya, "Duduk. Hari ini kelas kita kedatangan murid baru," katanya. Lalu, dia mempersilahkan Taozi yang masuk dan berdiri di depan kelas, "Taozi, ayo kamu perkenalan diri dulu ke teman-teman kelasmu!" katanya.
Taozi berdiri didepan kelas, kemudian matanya melihat ke semua teman-temannya yang sedang duduk memperhatikan dirinya. Dengan menarik napas panjang, dia pun memperkenalkan dirinya, "Halo semuanya! Namaku Su Tao, panggilanku Taozi. Senang sekali mengenal kalian!" katanya.
Kelas yang semula tenang seketika terdengar bisikan-bisikan dan terlihat anggukan dari teman-teman Taozi menyambutnya.
"Baiklah. Kita sambut teman baru kita masuk di kelas kita," kata Guru Yang. Lalu, dia memperhatikan seisi ruang kelas, kemudian tangannya mengarah ke kanan dan kiri, seperti sedang mencari tempat duduk kosong untuk Taozi. Setelah itu, dia menunjuk salah satu tempat duduk kosong di sebelah kanan Taozi. "Su Tao, kamu duduk disana ya, bangku kosong di sebelah Li Tingting." katanya memberitahu.
"Iya, Pak." jawab Taozi sambil menggendong tas sekolahnya, lalu dia berjalan ke tempat duduk yang diarahkan oleh Guru Yang.
"Baik. Kita mulai pelajaran kita hari ini. Hari ini kita akan belajar tentang pinyin. Kalian buka halaman…" kata Guru Yang. (Pinyin adalah pelafalan dalam bahasa mandarin.)
Li Tingting adalah seorang anak perempuan yang elegan dan rajin. Meskipun saat ini dia dipenuhi rasa penasaran terhadap Taozi, tapi karena saat ini sedang pelajaran, jadi dia tidak berani untuk berbicara.
Sedangkan di lantai atas, terdapat Shen Mochen yang sedang serius mendengarkan kelas matematika. Lalu, dia mendapati pertanyaan dari teman sebangkunya, "Shen Mochen, anak perempuan yang tadi itu pacarmu?" tanyanya. Namanya Hu Yucheng, seorang anak laki-laki berkulit putih dan berdagu runcing, dengan sepasang mata sipit seperti bintang.
Shen Mochen menoleh ke teman sebangkunya tanpa menunjukkan ekspresi, namun Hu Yucheng sepertinya sudah terbiasa dengan sifatnya yang dingin itu. Dia pun melanjutkan ucapannya tanpa menunggu jawaban dari Shen Mochen, "Tapi, baru saja dia berkata kalau kamu adalah suaminya. Anak itu pendek sekali, sepertinya dia bahkan belum kelas 1. Bukannya dia masih harus di taman kanak-kanak?"
Namun, Shen Mochen tetap tidak bersuara.
"Hei, kamu benar-benar suaminya atau bukan?" tanya Hu Yucheng yang seperti tidak sabar akan sikap Shen Mochen. Kemudian, dia langsung menarik lengan baju anak laki-laki disebelahnya itu.
"Bukan." jawab Shen Mochen dengan singkat.
"Oh…" Jawab Hu Yucheng sambil mengangguk pelan. "Menurutku wajahnya cukup imut. Kalau kamu bukan suaminya, berikan kepadaku saja. Aku akan menjadikan dia sebagai pacarku. Lagi pula parasnya juga tidak buruk." lanjutnya.
Imut? batin Shen Mochen sambil menoleh. Keningnya tampak mengerut ketika memperhatikan teman sebangkunya ini, Apa dia tidak salah bicara? Kata 'imut' ini apa cocok untuk Taozi? tanyanya dalam hati.
Shen Mochen langsung teringat ketika Taozi tertidur dengan tingkahnya yang banyak. Lalu, air liurnya menetes ketika melihat dirinya memakan sesuatu, atau ketika ingusnya membasahi seluruh tubuhnya ketika dia menangis. Bagi Shen Mochen, hanya ada dua kata yang mendeskripsikan Taozi, yaitu jelek dan merepotkan.
"Kenapa? Kamu tidak setuju?" tanya Hu Yucheng sambil mengernyitkan dahinya, dia mengira kalau Shen Mochen tidak akan senang akan perkataannya. Kemudian, dia pun mengeluarkan pensil mekanik baru dari kotak pensilnya, "Ayahku baru saja membelikan ku pensil baru ini. Ini terbuat dari metal. Aku akan memberikannya kepadamu, bagaimana?" katanya sambil menawarkan.
Shen Mochen kembali memperhatikan papan tulis, "Terserah!" jawabnya.
"Deal!" kata Hu Yucheng sambil menepuk pundak Shen Mochen dengan rasa puas yang membuncah di dalam hatinya.
"Hu Yucheng, kamu ke depan mengerjakan soal ini," pinta Guru Wang secara tiba-tiba. Sebenarnya, sudah dari tadi dia memperhatikan Hu Yucheng, bahkan dia tidak peduli kalau Hu Yucheng tidak suka belajar. Tapi tidak disangka, kalau anak ini masih berani mengajak Shen Mochen berbicara saat pelajaran, dan Hu Yucheng pasti sama sekali tidak mendengarkan penjelasannya.
"Ha?" gumam Hu Yucheng dengan kaget ketika mendengar ucapan Guru Wang. Dia menoleh ke arah Shen Mochen dengan ekspresi seperti meminta pertolongan kepadanya. Namun, ketika Shen Mochen melihat pertanyaan yang dituliskan di papan tulis, dia dengan asal memberikan jawaban terakhir kepada Hu Yucheng, '4'.
Hu Yucheng yang dengan sangat percaya diri, akhirnya berjalan ke depan kelas dan menuliskan jawaban...