Tidak Ada Pilihan Lain (3)

Baru saja Shen Mochen mengangkat kaki Taozi, seketika suara tangisan Taozi memecahkan sunyinya malam itu. "Huwaaaa…"

"Ada apa?" tanya Ibu Taozi. Dia langsung terbangun ketika mendengar tangisan Taozi, dia melempar selimutnya dan langsung berlari ke kamar Taozi. Ketika menyalakan lampu, dia hanya melihat Shen Mochen yang sedang mengusap matanya karena sinar lampu yang tiba-tiba menyala. Shen Mochen melihat samar-samar sosok Ibu Taozi yang sedang melihat putrinya meringkuk di dalam selimutnya sendiri. Lebih tepatnya, di sebelah Shen Mochen yang sedang menangis dengan mata tertutup.

Ini pertama kalinya Ibu Taozi mengetahui kejadian seperti ini. Dengan segera dia menyingkap selimut Taozi dan memeluk anaknya sambil menepuk-nepuk punggung Taozi, "Taozi, jangan takut. Kamu sedang bermimpi buruk ya, Ibu ada di sini. Tenang…" katanya.

Shen Mochen rasanya kehabisan akal, dia tidak tahu hingga kapan kebiasaan anak kecil ini akan berhenti. Ketika akan berbalik badan untuk melanjutkan tidurnya, siapa sangka, semakin Ibu Taozi menenangkan Taozi, tangisan Taozi justru semakin keras. Perempuan kecil itu terus menangis, air matanya tidak berhenti jatuh dari matanya yang masih tertutup. 

Ketika melihat anaknya yang justru semakin keras tangisannya, membuat Ibu Taozi semakin panik, "Taozi, Taozi sayang, dimana yang tidak nyaman?" tanyanya.

Shen Mochen menghela napas dengan berat. Kelihatan sekali kalau ibunya tidak bisa menghentikan tangisan Taozi, jadi malam ini dia tidak akan bisa tidur pulas. Shen Mochen menyingkap selimut yang menyelimuti dirinya, dan dengan mata yang terkantuk-kantuk dia duduk di tempat tidurnya. "Tante, berikan Taozi padaku." katanya setelah itu.

"Ha?" guma Ibu Taozi sambil melihat Shen Mochen dengan tatapan bingung. Dia lalu menundukkan kepalanya untuk melihat Taozi yang terus menangis dalam dekapannya. Meski masih ragu-ragu, dia pun akhirnya memberikan Taozi ke dalam dekapan Shen Mochen. 

Tangisan Taozi yang semula tak terkendali, dengan cepat berhenti saat dia merangkul bahu Shen Mochen. Perempuan berkepala kecil itu berusaha mengusap-usap kepalanya ke lengan Shen Mochen, lalu dia pun akhirnya tertidur dengan tenang. Hanya tinggal butiran-butiran air mata yang tersisa di mata Taozi, hal itu menandakan, baru saja ada perempuan kecil yang membuat semua orang panik karena tangisannya. 

"Hmm… Tante berikan Taozi kepadamu ya," ucap Ibu Taozi dengan tawa sungkan ketika melihat ke Shen Mochen. Lalu, dia memperhatikan Taozi dengan tatapan pasrah, Ternyata perempuan ini hanya menunggu dekapan dari suaminya?! batinnya.

Shen Mochen hanya mengangguk dengan tatapan pasrah di wajahnya. DIa pun kembali tidur dengan posisi Taozi yang berada dalam dekapannya. Ibu Taozi membantu memasangkan selimut kepada mereka dan mematikan lampunya. Dengan perlahan, dia kembali ke kamarnya sendiri. Ayah Taozi yang sedang tidur mendengarnya telah kembali ke tempat tidurnya. Ayah Taozi pun langsung merangkul istrinya. Kemudian, Ibu Taozi hanya bisa menghela napas.

"Bagaimana? Taozi mengapa tiba-tiba menangis seperti itu?" tanya ayah Taozi dengan samar-samar.

"Tidak ada masalah apa-apa. Aneh sekali, tidak ada gunanya aku menenangkan dia. Tapi, ketika Shen Mochen memeluk Taozi, anak itu langsung berhenti menangis," jawab Ibu Taozi sambil menggelengkan kepalanya.

Ayah Taozi tidak merespon apapun dan berencana untuk kembali tidur. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba terdengar suara gertakan dari dalam kamar itu. Ayah Taozi pun langsung bangkit dari tempat tidurnya untuk pergi melihat ke kamar Taozi. "Apa?! Anak ingusan itu tidur sambil memeluk anakku?!" katanya dengan wajah serius.

"Kamu mau pergi kesana?" tanya Ibu Taozi yang dengan segera meraih tangan ayah Taozi. 

"Tidak boleh kubiarkan anak ingusan itu memperlakukan anakku seperti seorang yang murahan." jawab Ayah Taozi.

Tatapan Ibu Taozi yang awalnya biasa, tiba-tiba langsung berubah menjadi serius, "Biarkan saja, mereka itu masih anak kecil. Kamu ini mau apa? Kalau kamu memisahkan Taozi dari Shen Mochen, kamu sendiri yang harus menenangkan dia kalau anak kecil itu menangis." katanya.

Ayah Taozi dengan perasaan kecewa, kemudian kembali ke tempat tidurnya, "Kebiasaan ini semuanya dibiasakan dari kecil. Apa bagusnya kalau dia dewasa nanti." jawabnya dengan cemas...