Matahari dan Pantai (3)

Shen Mochen sedikit tertarik akan perkataan Taozi. Bahkan dia sampai mengulang pertanyaan Taozi, "Ha? Mendorongmu sekali?" tanyanya.

"Iya, boleh tidak?" tanya Taozi sambil mengedipkan matanya ke Shen Mochen.

Sudut bibir Shen Mochen terangkat membentuk senyuman dan menjawab, "Boleh. Tapi tidak untuk saat ini. Kita simpan saja."

"Ha? Simpan?" tanya Taozi sambil menggaruk kepalanya. Memangnya hal seperti ini bisa disimpan? batinnya. Tapi melihat mood Shen Mochen yang sudah membaik, dia tidak ingin memikirkan hal ini lagi. Dia menyengir sambil memeluk pundak Shen Mochen dan berkata, "Jadi kamu sudah tidak marah lagi, kan?"

"Ehm," gumam Shen Mochen sambil mengangguk.

"Yeay, akhirnya!" jawab Taozi dengan sangat senang. Dia pun mengambil kembali makanan dan minuman yang dia berikan kepada Shen Mochen. Selain Shen Mochen yang melepaskan amarahnya, dia pun mulai merasakan dirinya berada dalam mood yang sangat baik. Seakan ada secercah cahaya terpancar dari mata Shen Mochen. 

Taozi ini polos sekali, dia bahkan tidak tahu kalau dia sudah menjual dirinya padaku karena kalimat sesederhana ini, batin Shen Mochen.

Liburan menyenangkan mereka di Hainan selama 7 hari akhirnya berakhir, mereka akhirnya kembali ke rumahnya. Liburan musim panas tinggal menyisakan beberapa hari lagi. Jadi, Taozi tampak menghabiskan sisa waktu liburannya hanya dengan rebahan dan semangkanya.

Sehari sebelum dimulainya sekolah, ayah Taozi sudah mendaftarkan Taozi di salah satu sekolah. Dia juga sudah membayar biaya sekolah, membeli buku baru, dan sekalian melihat kondisi masing-masing kelas. Ketika masih sekolah dasar, setiap tingkat kelas hanya memiliki 4 kelas. Dan masing-masing lantai diisi oleh satu tingkat. 

Memasuki SMP, kelas-kelas itu berubah menjadi sangat banyak. Setiap tingkat memiliki 10 kelas. Setiap lantai hanya diisi oleh satu tingkat. Melihat situasi seperti itu, ayah Taozi mendaftarkan Taozi di kelas 7B. Dengar-dengar empat kelas pertama di masing-masing tingkat merupakan kelas-kelas pilihan. Kemampuan pengajaran gurunya pun lebih baik. Dengan begitu dia bisa sedikit lebih tenang. Shen Mochen berada di kelas 8B yang mana kelasnya berada di lantai belakang kelas Taozi.

SMP nomor 1 adalah SMP ternama di kota tersebut. Setiap tahun, tidak terhitung siswa yang ingin masuk di sekolah tersebut. Jika mereka sudah masuk di SMP nomor 1 maka mereka juga telah masuk di SMA nomor 1. Ayah Taozi sangat puas akan pembagian kelas Taozi. Melihat perkembangan saat ini, seharusnya tidak ada masalah bagi putrinya untuk mengikuti ujian SMA dan bahkan ujian untuk masuk ke universitas yang ternama.

Tepat 1 September, semester baru pun dimulai. Semua anak sangat antusias menunggu saat-saat ini, tak terkecuali Taozi. Taozi bangun sangat pagi karena saking antusiasnya. Dia sangat bahagia karena sejak hari ini akhirnya dia bisa lagi berangkat dan pulang sekolah bersama Shen Mochen. Ketika Ibu Taozi masuk ke kamarnya, dia kaget melihat Taozi yang sudah bangun bahkan sudah memakai pakaian sekolah barunya. 

"Taozi, hari ini kok bangun pagi sekali?" tanya Ibu Taozi.

"Hehe, semester baru, semangat baru!" jawab Taozi sambil menyengir. Seusai sarapan, dia menggendong tasnya dan berjalan ke bawah. Ternyata Shen Mochen sudah disana menunggunya.

"Ayo, ayo," ajak Taozi. Dia pun duduk di boncengan sepeda Shen Mochen. Lalu, melingkarkan tangannya ke lengan Shen Mochen dan terus mengoceh karena senangnya.

"Sesenang itu ya?" tanya Shen Mochen sambil melirik Taozi. Dia akhirnya naik ke sepedanya, dan mulai mengayuh sepedanya untuk pergi ke sekolah. Sesampainya di gerbang sekolah, Taozi pun langsung turun, kemudian dia melambaikan tangannya ke Shen Mochen, "Aku masuk kelas dulu ya." katanya...