Seneng gak? Shin update hari ini, Kalo seneng ramein kolom komen sm PS + REVIEWnya dong!
Bila perlu rekomendasiin ke temen2 kalian cerita ini
wkwkwk 😆😆😆
Happy Reading gengss!
🌲🌲🌲🌲🌲
Sifat asli seorang Naara Kiva tiba-tiba bangkit begitu saja ketika sudah berada hampir dua jam bersama Aderaldo. Lagi dan lagi, pria bertampang dewa yunani itu mencium bibirnya tanpa izin. Membisikan ukuran branya dan ternyata itu sangat tepat. Terlihat sekali betapa brengseknya pria itu. Seakan sudah terlatih dan sangat terbiasa memeriksa atau bahkan memegang "jelly" hm... perumpamaan cukup halus untuk payudaranya, tapi tetap saja Naara tidak menyukainya.
Naara sama sekali tidak berniat untuk membalas ciuman Aderaldo meskipun harus Naara akui jika ciuman itu berhasil membangkitkan hal yang tidak pernah Naara inginkan sedari dulu.
Wanita itu mengangkat telapak tangannya tinggi di belakang kepala Aderaldo dan segera menjambak kuat rambut pria itu.
"AWW!" teriak Aderaldo melepas ciumannya dari bibir Naara.
Wanita itu memandang Aderaldo dengan tatapan sengit. Pria yang notabenenya adalah seorang pengusaha muda yang sukses, terkenal akan sifat player dan brengseknya, menatap Naara dengan pandangan tidak percaya sambil membenahi tantanan rambut klimis rapinya.
"Itu baru rambut yang aku tarik. Jika kau kurang ajar lagi, aku bisa membuat kau bertekuk lutut di hadapanku karena aku menendang aset berhargamu," ucap Naara sambil mengambil slingbagnya yang berada di atas sofa.
"Ck! Dasar bar-bar! Kau mulai berani melawan ucapanku," desis Aderaldo mulai kesal.
"Inilah Naara Kiva yang sebenarnya. Kau pikir aku akan diam saja. Aku tidak sudi jadi mainanmu, Tuan Aderaldo yang terhormat," ucap Naara penuh penekanan.
Telunjuk Aderaldo mengancung mengarah ke wajah Naara dengan tatapan kesal.
"Jangan panggil aku Aderaldo dengan mulut seksi mu itu. Aku menyuruhmu memanggilku, EARLY! Kau mengerti apa yang aku katakan, bukan? Jangan mempermalukan hasil beasiswamu itu," Aderaldo murka.
"Dasar pengusaha dan mahasiswa idiot! Bukankah namamu memang Aderaldo, lantas kenapa kau ingin aku memanggilmu Early? Aku tidak mau!" tolak Naara.
Pria itu mengepalkan telapak tangannya kuat sambil menahan emosi pada wanita di hadapannya ini. Pria itu cukup terkejut jika Naara mendadak menjadi wanita bar-bar seperti tadi.
Naara melempar pakaian dalam yang terongok di atas sofa pada Aderaldo.
"Lebih baik kau berikan saja pakaian itu pada wanita-wanita jalangmu itu. Aku tidak memerlukannya, pakaian dalamku masih dalam kondisi baik-baik saja," kata Naara berani.
"Terima kasih atas ponselnya, aku akan segera membayar cicilannya," kata Naara.
Setelah mengatakan itu wanita itu melangkahkan kakinya menuju pintu keluar. Sedangkan Aderaldo sendiri memilih untuk berdiri menatap kepergian Naara dengan celana dalam berenda di dalam genggaman telapak tangannya. Pria itu tertawa hambar saat menyadari kebodohannya.
"Benar-benar menakjubkan!" gumam Aderaldo.
Pria itu memilih untuk memunguti dua set pakaian dalam yang tercecer di lantai akibat perbuatan Naara tadi dan menyimpannya kembali ke dalam paperbag.
'Ini kali pertama seorang Aderaldo Cetta Early memunggut pakaian dalam wanita di lantai. Harga diriku benar-benar tercoreng,' batin pria itu.
Pria itu kembali lagi menekuni pekerjaannya. Meskipun ia seorang player dan terkenal sebagai orang yang brengsek pada wanita, tetap saja ia memprioritaskan pekerjaannya. Ia tidak ingin kerajaan yang dibangun oleh keluarganya turun temurun hancur begitu saja karena ulah kebodohannya.
Aderaldo menekan beberapa angka melalui pesawat telepon yang ada di atas mejanya untuk menghubungi seseorang.
"Aku mau kau mengganti sekretarisku menjadi wanita di atas 35 tahun," ucap Aderaldo menelepon salah satu asisten pribadinya dan juga salah satu kaki tangannya yang bernama Tony.
"WHAT! Come on, Boss, baru saja kau mengganti sekretarismu itu kemarin dan hari ini kau memintaku untuk mencari penggantinya lagi? Apa kau tidak puas dengan yang sekarang," Tony adalah adik sepupu dari Aderaldo, maka dari itu, ia berani berbicara non formal pada pria itu.
"Aku bahkan belum memakainya. Jika kau mau, pakai saja. Aku sudah tidak tertarik lagi. Jangan banyak membantah dan bertanya, cepat kau kerjakan saja apa yang aku inginkan," ucap Aderaldo tidak ingin perkataannya dibantah lagi.
"Kau memang pria aneh. Sulit ditebak dan cukup gila. Aku akan segera mencarikan sesuai order yang kau berikan," kata Tony pasrah.
"Kau memang muncikari yang patuh," kata Aderaldo santai.
"FUCK YOU! Dasar pria brengsek. Aku tutup telepon sialan ini," kesal Tony.
Sambungan telepon dimatikan sepihak oleh Tony dan Aderaldo tersenyum miring sambil menatap lurus ruangannya.
"Aku sudah tidak butuh boneka palsu lagi. Sepertinya, mainan baruku jauh lebih menarik beratus-ratus persen dibanding boneka-boneka palsu yang lama," gumam Aderaldo.
🌲🌲🌲🌲🌲
Naara berlari cukup cepat menuju lift yang ia pakai tadi bersama Aderaldo saat datang ke kantor pria itu. Ia takut Aderaldo akan mengejarnya dan membalas dendam padanya karena perbuatannya tadi.
Saat dirasa aman di dalam lift yang membawanya turun ke lantai dasar tanpa adanya gangguan pria kejam itu, Naara mengambil napas sebanyak-banyaknya. Ia menormalkan kembali detak jantungnya yang seakan sedang berlomba berdetak kencang.
Ciuman Aderaldo tadi, seketika terlintas dipikiran Naara.
"Sial! Kenapa aku malah membayangkan ciuman tadi? Tapi jika dilihat dari jarak dekat, dia memang tampan sekali, ah- tidak, sangat tampan," gumam Naara.
"Jika kelakuannya tidak minus, aku mungkin untuk pertama kalinya akan melakukan hal sangat bukan Naara, yaitu mengejarnya. Tapi sayangnya, sikapnya membuatku ilfeel," Naara bermonolog.
Ting...
Lift mengantarkannya ke lobby perusahaan itu. Naara memilih untuk segera angkat kaki dari sana dan berjalan menuju halte bus terdekat. Wanita itu bahkan belum begitu mengenal kota Jerman dengan baik. Ia harus kembali ke kampusnya untuk mengejar mata kuliah sisa hari ini, ia tertinggal dua mata kuliah karena pria mesum kurang ajar itu.
Naara bersyukur sampai di kampus dan mengikuti mata kuliah tanpa ada gangguan lagi dari manusia mesum itu. Ia juga berniat untuk segera mencari keberadaan sahabatnya, Xion. Pria itu pasti sangat mengkhawatirkannya karena ponselnya tidak bisa dihubungi lagi.
Baru saja Naara ingin berbelok keluar dari pintu kelasnya, tidak sengaja ia bertabrakan dengan Xion. Pria itu dipenuhi dengan peluh di sekitar wajahnya.
"Kau kenapa?" tanya Naara khawatir melihat keadaan sahabatnya itu.
Namun, sebaliknya, Xion menatap Naara penuh emosi. Menghalau telapak tangan wanita itu untuk menyentuh wajaahnya.
"Dari mana saja kau ini? Aku mencarimu seperti orang gila. Meninggalkan mata kuliahku untuk mencari keberadaanmu. Ponselmu tidak bisa dihubungi," bentak Xion.
Sekeliling mereka menatap keduanya dengan tatapan penasaran namun, tidak ingin ikut campur. Kelas Naara kini sudah kosong, semua mahasiswa di dalam sana telah membubarkan diri.
"Kau kemana saja Naara Kiva!" bentak Xion lagi.
Pria itu terlihat begitu emosi pada Naara. Wanita itu meremas celana jeans yang ia kenakan, baru kali ini Xion terlihat begitu marah padanya. Selama ini pria itu selalu pintar mengontrol emosinya.
"Xion-- aku minta maaf, aku--," ucapan Naara terpotong begitu saja saat pria itu kembali membentaknya.
"Jelaskan padaku. Kau pergi kemana, HAH!" bentak Xion untuk ketiga kalinya.
Naara memejamkan mata sambil menelan salivanya berkali-kali. Membasahi tenggorokannya untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Naara gugup, lebih gugup daripada ia harus menghadapi Aderaldo, oh ya Tuhan kenapa Xion harus dibandingkan dengan pria brengsek itu.
"Aku ada keperluan mendadak. Ponselku hilang saat aku berjalan menuju ke sini. Maka dari itu, aku tidak bisa menghubungimu. Aku tidak bermaksud membuatmu khawatir," Naara memberikan alasannya.
Ia terpaksa mengarang bebas, menutupi apa yang sebenarnya terjadi agar sahabatnya itu tidak terlibat urusan dengan Aderaldo.
"Keperluan apa itu? Jelaskan padaku!" desak Xion.
Naara mengereyitkan dahinya mendengar pertanyaan Xion. Sejak kapan sahabatnya itu bersikap over protektif padanya. Setahu Naara selama menjalin persahabatan dengan Xion, pria itu tidak pernah menuntut bahkan mengorek-orek privasi Naara. Pria itu akan dengan sabar menunggu sampai Naara menceritakannya sendiri, tidak seperti sekarang.
"Kurasa kau tidak perlu tahu," jawab Naara sekenanya.
Ponsel pemberian Aderaldo berdering. Naara terkejut sekaligus panik. Ia begitu gugup untuk mengeluarkan ponsel itu.
Xion sendiri menatap Naara penuh selidik. Ia mencoba menarik slingbag wanita itu dan mencari sumber suara, tapi Naara menepisnya cepat.
Wanita itu merogoh isi tasnya dan mengintip siapa yang meneleponnya di saat yang tidak tepat seperti saat ini. Nama EARLY - Meine Liebe muncul di layar ponsel mewah itu. Mata Naara melotot menatapnya a semakin curiga.
Pria itu segera merampas ponsel itu dan memperhatikan dengan saksama. Pria itu menyatukan alisnya dan menatap Naara penuh emosi.
"Kau bilang ponselmu hilang dan ternyata ini, ponsel mahal. Kau mendapatkan uang dari mana bisa membeli ponsel ini? Yang kau maksud dengan keperluan itu apakah termasuk kehadiran ponsel ini? Dari mana ponsel ini, Naara!" Xion semakin mencecar Naara.
Wanita itu menggeleng tidak percaya atas apa yang sedang ia saksikan saat ini. Ia merasa Xion bukanlah sahabat yang ia kenal, sifat Xion yang seperti ini bahkan tidak pernah muncul selama mereka bersahabat.
"Kau seperti bukan Xion yang aku kenal," kara Naara.
"Jangan mengalihkan pembicaraan, Naara. Jawab saja pertanyaanku. Dari mana ponsel ini," kata Xion geram sambil menggenggam kuat ponsel pemberian Aderaldo untuk Naara tadi.
"Kembalikan ponsel itu, Xion. Kau juga tidak perlu tahu asalnya dari mana," kata Naara mencoba mengambil ponselnya dari tangan Xion.
Xion memilih membanting ponsel itu hingga pecah belah di lantai. Pria itu menatap Naara dengan tatapan sangat marah dan penuh emosi. Sedangkan Naara menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya menatap horor ponsel yang baru beberapa jam yang lalu diberikan oleh Aderaldo untuknya.
"Ponsel itu-," lirih Naara.
Naara segera melirik sinis pada Xion. Baru ia ingin membuka mulut, tapi Xion menyelanya cepat dan membuat Naara benar-benar naik pitam.
"Itu hasil kau menjual diri pada pria brengsek itu, 'kan? Benar tebakanku?" tudingan Xion sukses membuat seorang wanita bernama Naara Kiva meneteskan airmata.
🌲🌲🌲🌲🌲