Oath

Aku sudah lupa berapa lama, sudah berapa orang yang datang kesini hanya untuk membunuhku.

Mengira aku adalah Demon Lord, sepasukan datang menyerbuku hampir setiap tahun. Mereka bilang aku adalah sebuah keberadaan yang harus dihapuskan, memangnya aku berbuat apa.

Aku lahir disini, dibesarkan disini, sampai aku mendapat kehormatan untuk menjadi pelayan di kastil Demon Lord. Selama disini, aku tidak merasakan apapun, hanya menjalankan perintah. Aku tidak pernah berbuat macam-macam, lebih tepatnya tidak punya keinginan untuk melakukan apapun.

Kalau tidak untuk bekerja, aku lebih memilih tidur.

Selama aku hidup, yang aku lihat hanyalah tembok kastil yang berlumut dan langit yang selalu gelap. Aku belum pernah keluar dari lingkaran ini, tidak ada sedikitpun keinginan untuk itu. Bagiku, tidur dan bermalas-malasan adalah hal paling nikmat.

Sampai suatu hari, tempat kami diserang oleh manusia dan sekutunya. Kami semua bertempur, aku yang sama sekali belum pernah berperang berkali-kali hampir mati.

Peperangan berlangsung selama 6 minggu, Demon Lord dan pasukannya telah menghabisi tiap pasukan yang terus menerus datang, namun juga kelihangan banyak prajurit. Kami pun mulai terdesak, manusia dan sekutunya pun berhasil memasuki kastil.

Dihadapan Demon Lord, berdiri seorang pria paruh baya dengan pedang besar yang siap menebas apapun yang menghalanginya. Demon Lord malah tersenyum, menyadari siapa orang dihadapannya.

'Tidak heran, apakah manusia begitu takutnya, sampai-sampai mengirim aset terbesarnya?'

Aku yang berada di samping Demon Lord, tidak begitu paham dengan apa yang dia katakan, yang pasti orang ini adalah figur yang diakui Demon Lord.

'Jika Demonid harus kehilangan aku, Demon Lord, maka manusia harus kehilangan kau!'

Setelah kalimat itu, tubuh Demon Lord melebur menjadi asap tebal dan menyebar cepat kesuluruh tanah Demonid. Setelah menghirup asap tersebut, aku kehilangan kesadaran.

Aku terbangun, Demon Lord menghilang. Tidak ada satupun orang di dalam kastil, selain jasad yang hanya tinggal tulang.

Setelah aku periksa, tidak ada 1 pun Demonid atau manusia yang selamat, begitu banyak tumpukan jasad korban perang.

Kenapa aku tidak merasa marah? Kenapa aku tidak merasakan apapun? Sisi lain diriku menjawab, mungkin Demon Lord dan pasukannya sedang mengejar tentara musuh yang melarikan diri. Jadi aku putuskan untuk menunggu.

Aku terus menunggu.

1 tahun, 2 tahun, 5 tahun. . .

Tidak ada yang kembali, dari situ aku mulai menerima kenyataan bahwa Demonid telah kalah. Tidak ada yang tersisa selain aku. Apa aku harus membalas dendam? Aku sama sekali tidak punya pikiran seperti itu, ada apa dengan diriku? Kenapa aku tidak mati juga?

Waktu itu aku pingsan, mungkin mereka mengira aku mati juga jadi ditinggalkan begitu saja.

Sebenarnya berapa lama aku pingsan? Aku baru menyadari suatu hal yang sangat penting. Aku kembali ke kastil dan memeriksa sebuah jasad disana, sebuah baju zirah yang sama persis dipakai oleh orang itu. Orang yang berdiri dihadapanku dan Demon Lord.

Aku membuat kesimpulan, mungkin kedua pihak mengalami kekalahan, semua yang berada di tanah Demonid telah mati oleh asap Demon Lord. Mungkin aku tidak pingsan selama sehari atau dua hari, tapi pingsan dalam waktu yang lama, cukup lama untuk merubah jasad utuh manusia menjadi tulang kering berdebu.

Kenapa aku tidak mati?

'Sedikit lagi, beri aku sedikit lagi agar aku bisa bangkit dan melayanimu.'

Suara tajam terdengar dari dari dalam kepalaku, apa itu tadi? Itu sangat mendadak dan aku tidak mengerti apa maksudnya.

Selang beberapa saat, suasana kembali hening. Aku tidak sengaja menendang sebuah kalung yang tertutup debu. Sebuah kalung yang sepertinya tidak asing, kalung yang biasa dikenakan Demon Lord.

Segera kubersihkan kalung itu. Setelah melakukan kontak secara langsung dengan mataku, seketika kabut tipis yang ada di seluruh tanah Demonid berkumpul kesatu tempat dan membentuk jasad Demon Lord yang sudah tinggal tulang.

'. . .'

Aku segera berlutut, itu adalah penghormatan terakhir yang bisa aku berikan. Aku tidak ingin membalas dendam, bukannya aku tidak mau, aku hanya tidak menemukan alasan kenapa aku harus melakukan itu. Jika dipikir lagi, apa yang dilakukan Demonid sehingga dimusuhi begitu banyak bangsa lain.

Aku sama sekali tidak pernah ikut campur urusan dunia luar, jadi aku sama sekali tidak tau.

Aku kembali berdiri dan memakaikan kalung tersebut keleher Demon Lord. Hasil perang itu sudah jelas, Demonid kalah, atau mungkin tidak, aku masih hidup, akulah yang terakhir selamat, ini kemenangan Demonid. Sebaliknya, Manusia dan sekutunya telah kalah.

Aku mengumpulkan setiap senjata yang ada, dan menjadikannya sebuah nisan sebagai simbol bentuk kehormatan untuk kemenangan atas perang ini.

Aku, Demonid Luce berjanji, sebagai satu-satunya Demonid, sebagai satu-satunya saksi atas kemenangan besar bangsaku, akan melindungi tempat ini. Untuk itu, aku harus menjadi kuat, menjadi yang terkuat. Cukup kuat untuk melawan puluhan ribu pasukan sendirian. Karena sudah pasti, perang tidak akan mungkin berakhir sekali.

Oleh karena itu, aku harus siap untuk itu. Siap menjaga tanah bangsaku untuk perang yang akan datang.

Meskipun itu, sendiran.