Dia menemani Pria Itu Menjalani Masa Tersulitnya

Shen Fanxing kembali terkejut lagi. Matanya berkedip ringan sebelum ia akhirnya tertawa terbahak-bahak. "Maaf, ini benar-benar salah saya."

Mata Bo Jingchuan menyipit saat menatap senyum cerah Shen Fanxing. "Apa yang kamu tertawakan?" tanyanya.

"Sepertinya sayak benar-benar tidak mengenalmu dengan baik. Saya benar-benar tidak berpikir bahwa orang yang lembut, rendah hati, dan tampak luar biasa sepertimu dapat mengatakan hal-hal seperti itu. Benar-benar tidak terlihat seperti penampilanmu."

"Benar. Kamu mengerti. Perkataan ini memang tidak masalah. Namun, Nona Shen, setiap hal memiliki atribut esensial dan atribut eksternal. Atribut esensial biasanya tetap sama, sedangkan atribut eksternal akan berubah ketika kondisi berubah. Jadi, jika kamu hanya melihat sesuatu dari atribut eksternalnya, maka kamu tidak akan melihat nilai sebenarnya dari segala hal."

"Secara personal, yang dianggap sebagai mengetahui seseorang adalah mengetahui dari wajahnya tetapi bukan dari hatinya. Apakah kamu yakin bahwa orang hanya melihat penampilan?"

Tawa Shen Fanxing berangsur-angsur menghilang dan kian lama ia kembali menunjukkan ekspresi dingin. Tentu saja ia tidak bisa menentukan hal itu. Satu Shen Qianrou sudah cukup mengajarkan pelajaran sosial dan kemanusiaan untuk seumur hidup ini, begitu pikirnya.

Shen Fanxing menarik napas dalam-dalam dan perlahan-lahan menghembuskannya. "Jadi, Tuan Bo, kita benar-benar tidak cocok... Saya benar-benar tidak memahamimu. Saya bahkan tidak bisa melihat atribut eksternalmu. Bagaimana bisa saya mengetahui atribut esensialmu? Lagi pula, baru beberapa menit yang lalu saya putus dengan pacar saya. Saya belum tenang dari sini dan tidak bisa segera menempatkan diri dalam hubungan yang baru. Saya khawatir saya akan lelah, dan hal itu juga akan menjadi ketidakhormatan bagimu—"

"Saya tidak berpikir bahwa kamu harus berjanji padaku sekarang. Kamu bertanya mengapa saya datang dan saya menjawab pertanyaanmu. Keputusan untuk mengejarmu adalah urusan saya dan dari dulu saya tidak suka jika ada orang yang menggoyahkan keputusan saya," kata Bo Jingchuan. Ia berhenti bicara sejenak, seakan menunggu Shen Fanxing untuk meresapi perkataannya, sebelum kembali berbicara, "Tentu saja, jika kamu akhirnya menolak atau tidak, itu urusanmu. Namun, saya akan menolak penolakanmu."

Shen Fanxing seketika terdiam mendengar perkataan Bo Jingchuan hingga ruangan itu sesaat menjadi hening.

"Saya akan selalu menyambut Nona Shen kapan saja Nona mau untuk menguji atribut esensial saya."

Shen Fanxing mendadak merasa pikirannya menjadi berantakan. Ia pun hanya bisa menyaksikan Bo Jingchuan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Setelah ditinggalkan sendirian di kamar, barulah kesadaraannya perlahan-lahan kembali. Ia tiba-tiba menarik sudut bibirnya, padahal wajahnya tadi tidak menunjukkan ekspresi.

Menolak atau tidak adalah urusanku sendiri, dan dia menolak penolakanku adalah urusannya sendiri? Lalu, di mana hakku untuk memilih? Jadi, setelah tadi dia berkata banyak, pada akhirnya bisakah itu diterjemahkan ke dalam satu kalimat… Aku sudah pasti harus didapatkan olehnya? Pria ini benar-benar...

Shen Fanxing menggelengkan kepalanya sambil merasa geli. Ia akhirnya mengangkat selimut dan masuk ke dalamnya. Saat ia menghela napas dalam-dalam, ia merasa perutnya sedikit lapar. Namun, tidak ada satupun perawat di ruangannya. Ia pun bangkit untuk mengambil segelas air dari dispenser, minum segelas air, dan berbaring lagi.

Shen Fanxing telah terbiasa melakukan segala sesuatu sendiri. Ia bahkan tidak menyadarinya hingga detik ini, saat ia sangat membutuhkan seseorang untuk berada di sampingnya dan menjaganya. Semuanya telah menjadi kebiasaannya secara alami. Sejak ia kembali dari Prancis tiga tahun yang lalu, ia membeli apartemen sendiri dan tinggal sendiri. Ia sakit sendirian, pergi ke dokter sendirian, dan disuntik sendirian. Ia selalu melakukan semuanya sendirian.

Meskipun Shen Fanxing sempat memiliki Su Heng, pria itu hanya merawatnya sesekali. Tiga tahun lalu, Grup Su digugat karena kualitas kosmetiknya. Perusahaan pun terlilit hutang setelah mengajukan kompensasi besar. Tidak lama setelah Shen Fanxing kembali dari luar negeri waktu itu, ia langsung bergabung dengan perusahaan Su Heng. Bahkan, ia tidak sempat tidak punya waktu untuk mengambil alih satu-satunya perusahaan PR (Public Relations) yang ditinggalkan oleh ibunya secara resmi.

Sejak awal, Shen Fanxing sering menemani Su Heng untuk urusan melayani berbagai tamu bisnis. Namun, kini akhirnya mereka berpisah. Su Heng tidak tahu sudah berapa kali tangan Shen Fanxing disentuh oleh investor yang ingin mengambil keuntungan. Su Heng tidak tahu berapa kali Shen Fanxing harus mabuk dan muntah. Su Heng bahkan tidak tahu berapa banyak obat lambung yang Shen Fanxing miliki di laci apartemen.

Di satu sisi, Shen Fanxing harus mengurus perusahaan PR yang ditinggalkan oleh ibunya dan di sisi lain, ia juga menjabat sebagai Kepala Bagian Departemen Pengembangan Grup Su.