Penampilan Satu-satunya

Shen Fanxing merasa dadanya sesak dan napasnya menjadi berat sampai ia tidak bisa bernapas. Ia merasa ngeri karena telinga, hidung, dan tenggorokannya terasa tenggelam hingga ia tiba-tiba membuka mata. Ia tidak tahu kapan ia mulai tertidur di bak mandi hingga tubuhnya meluncur ke bawah. Ia nyaris tenggelam, tapi air panas menggenang pas tidak melewati ujung hidungnya.

Shen Fanxing tiba-tiba duduk tegak dan banyak bergerak untuk keluar menembus air panas hingga memercikkan banyak air. Tangannya memegang tepi bak mandi dengan erat dan napasnya sedikit terengah-engah. Ia bisa merasakan bahwa air di bak mandi tidak terlalu dingin sehingga ia tahu bahwa dirinya belum tertidur terlalu lama. Namun, saat ia teringat kejadian tadi, ia akhirnya bangkit dari bak mandi dan berdiri sebentar di bawah pancuran untuk membilas diri. Kemudian, ia mengambil jubah mandi putih yang telah disiapkan oleh pelayan dan mengenakannya. Meskipun ia tidak terbilang pendek untuk ukuran seorang wanita, jubah mandi itu masih cukup besar di tubuhnya dan begitu longgar sampai nyaris tidak menutupi dada.

Setelah mandi, Shen Fanxing tidak berpikir terlalu banyak dan ia langsung menemukan pengering rambut di meja di luar kamar mandi. Rambutnya belum pernah ditata dengan baik sehingga masih menunjukkan warna yang paling alami. Karena rambutnya diikat untuk waktu yang lama, rambutnya lepas menjadi gelombang besar yang berantakan dan terurai di bahu kurusnya seperti rumput laut. Wajah mungilnya yang tanpa riasan masih membawa warna merah tua yang tersisa setelah mandi. Ketidakpedulian dan kekuatan yang tampak di wajahnya di masa lalu juga kini tampak memudar. Rambut hitam, jubah mandi putih, dan leher ramping yang putih dan lembut menunjukkan kontras antara hitam dan putih. Kebanggaan dan sensualitas yang melekat di tulang dan darah Shen Fanxing menciptakan pesona yang unik.

Shen Fanxing berjalan seperti biasa. Ia mengenakan sandal di pintu kamar mandi dan berjalan dengan tenang ke ranjang, lalu membuka selimut untuk berbaring. Ada aroma dingin di ranjang dan baunya enak, seperti bau sinar matahari. Tidak akan ada yang melewatkan tidur setelah mandi.

Meskipun hari masih pagi, pembantu di lantai bawah sudah mulai sibuk menyiapkan makan malam ini. Mereka sudah tidak sesibuk ini untuk waktu yang lama. Pintu vila hanya terbuka sesaat di sore hari. Vila yang telah tenang untuk waktu yang lama ini sangat sensitif terhadap kebisingan. Lai Rong bergegas ke pintu dan menatap pria tampan bertubuh ramping yang mengenakan setelan hitam mahal berjalan masuk.

"Tuan, mengapa hari ini begitu pagi?" tanya Lai Rong sedikit terkejut. Setelah beberapa saat, senyum tipis muncul di wajahnya. Tampaknya, Nona Shen benar-benar berbeda dari wanita lain, begitu pikirnya.

"Hm." Bo Jingchuan hanya memberikan sedikit tanggapan. Setelah mengganti sepatu, ia tidak melepas jasnya dan langsung menuju ke ruang tamu.

Angin jernih menyapu wajah Lai Rong, membuat senyumnya menjadi semakin dalam. Tidak ada seorang pun di ruang tamu. Mata hitam Bo Jingchuan bergerak sedikit, sementara Lai Rong mengikutinya dari belakang. Kemudian, Lai Rong berbisik pelan, "Nyonya Tua meminta Nona Shen tinggal untuk makan malam. Sekarang keduanya sedang istirahat tidur siang."

Bo Jingchuan berbalik, menatap Lai Rong, dan berkata dengan ringan, "Dia juga di sini untuk istirahat tidur siang?"

"Ya. Sulit baginya untuk menolak kebaikan," jawab Lai Rong, lalu tertawa. Suaranya terdengar sedikit tidak berdaya.

Bo Jingchuan tahu bahwa pasti neneknya yang memaksa Shen Fanxing untuk tinggal.

"Sekarang masih pagi. Apa Tuan tidak mau beristirahat juga sebentar. Setelah sibuk dengan hal-hal di perusahaan begitu kembali ke Cina, pasti Tuan sangat lelah, kan?"

"Tidak masalah," kata Bo Jingchuan dengan ekspresi samar. Kemudian, ia membuka kancing jasnya sendiri. Setelah beberapa saat, ia berhenti lagi lalu menatap ke arah Lai Rong yang berdiri di tempatnya dan mengawasinya sambil tersenyum.