Save

Diruangan yang penuh dengan asap tembakau itu, sesosok pria dengan surai pirang duduk dengan tenang di atas kursi beluduru di balik meja. Pria itu menangkupkan tangannya di dagu, memandang sosok pemuda yang berdiri diam di depannya.

Seorang pelayan wanita menuang vodka di gelasnya sebelum kemudian beralih untuk menuangkan vodka pada wanita bersurai pirang yang duduk di sofa. Wanita itu mengangguk tenang dan dengan bungkukan dalam pelayan wanita itu kemudian melangkah ke luar.

"Jadi," si pria pirang memulai. "Bagaimana?"

Pemuda di depannya masih diam.

"Kupikir," si wanita berucap dengan nada yang dilambat-lambatkan. "Rencananya sudah berjalan lacar?"

"Ya. Lancar, kita sudah nyaris berhasil bukan?" si pria pirang mendengus sinis sebelum melanjutkan.

"Itu memang berhasil," si wanita berguman.

"Ada apa?" si pria pirang bersandar lugas ke sofa sementara matanya terpancang pada pemuda di depannya. "Kau kelihatan tidak senang?"

"Tidak aku senang."

"Apa kau lupa dengan tugas awal mu? Kau ingatkan apa tujuanmu berada disekitarnya? Untuk menggigitnya dari dalam," si pria pirang menelengkan kepala, "Justin?"

Justin menggerakkan kepalanya malas, "Ya."

"Jadi, kau tidak berniat untuk mengubah jalurmu untuk setia pada Raja kan?"

"Tidak," Justin menjawab dengan nada tenang. "Aku akan membunuhnya, itu yang aku janjikan."

...

Dalam mimpinya, yang Redd tahu ia berada di sebuah halaman rumah yang berada di tepi jalan. Di depan rumah itu ada sebuah toko kue yang harumnya akan tercium setiap pagi dan agak jauh di utara rumah ada jembatan batu yang di atasnya banyak orang yang berjualan aksesoris dari benang dan pintalan.

Redd mengamati orang-orang yang berlalu lalang di jalanan, beberapa berhenti untuk menghampiri toko-toko sementara beberapa memilih untuk terus berjalan hingga melewati jembatan dan berkelok setelahnya.

"Mamaa!!"

Redd menoleh saat seorang anak kecil yang usianya mungkin sekitar empat tahun lewat disisinya dan berlari menuju seorang wanita berbadan dua yang tengah memangkas daun-daun layu di atas tanaman arbeinya yang lebat. Wanita itu memakai gaun musim panas yang menutupi perutnya yang membesar dengan manis, gaunnya berwarna ungu mawar dan rambutnya yang hitam gelap diikat kebelakang dengan pita. Wanita itu menoleh ke belakang dan berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan anak kecil itu.

"Mama," anak itu berucap dengan nada riang. "Boleh aku membawa ini?" tangannya yang dihias dengan gelang warna-warni menyodorkan sebuah kotak musik yang bergambar kincir angin.

"Ini?" wanita yang sepertinya merupakan ibunya itu tersenyum. "Boleh saja."

"Asikkkk!!"

Wanita itu tertawa, "Kenapa kau tidak memberikan ini pada papa dan memintanya mengemaskan ini untukmu sayang?"

Gadis kecil itu tersenyum lebar, "Ayay! Kapten!"

Dengan segera gadis kecil itu berlari melesat ke dalam rumah, rambutnya yang berombak terbang tertiup angin saat ia berlari. Dari luar Redd bisa mendengar suara gadis kecil itu saat ia berteriak pada ayahnya dan suara tawa ayahnya yang membahana kemudian. Redd lalu bergeser menuju ke belakang wanita itu untuk melihat lebih jelas saat tiba-tiba wanita itu menegang. Redd memandang heran, kala wanita itu memicing menuju ke gang yang berada tepat di seberang rumah. Ratu itu ikut mengamati dan menyadari ada sosok pria yang berdiri di gang sambil bersedekap.

"Tuan Charles?" bisik Redd keheranan.

Ajudan Raja itu menyebrangi jalanan dan berjalan mendekat pada wanita itu. Ia berhenti tepat di depan gerbang kayu rumah dan menatap wanita itu di balik kacamatanya. Redd diam mengamati wajah ajudan Raja yang masih tampak muda. Kerutan wajahnya masih belum terlalu banyak muncul dan rambutnya masih hitam kelam. Matanya yang tajam tampak berkilat di balik kacamatanya, dan sudut bibirnya berkerut menahan sesuatu.

"Tuan Charles?" tanya wanita itu resah.

"Elliana," ucap Charles pelan. "Kupikir kau sudah siap?"

Elliana menggigit bibirnya, "Apakah sekarang?"

"Ya," jawab Charles. "Raja sudah mengiyakan."

Ellianna mengelap tangannya ke roknya tergesa, "Masuklah Tuan Charles." Ia membuka gerbang rumah dengan cepat. "Mari kita bicara di dalam."

Charles tersenyum dan mengikuti langkah Ellianna untuk masuk, Redd mengekor di belakang dua orang tersebut dengan tergesa. Ia menyelinap tepat sebelum pintu tertutup dan terdiam saat menatap isi rumah yang sederhana namun

terkesan hangat.

"Tuan Charles?" Redd berpaling saat sesosok pria dengan surai coklat mendekat sambil menggendong gadis kecil itu di lengannya. Pria itu berbadan tegap, ia memakai tindik di salah satu telinganya dan dibalik usianya ia jauh lebih mirip dengan pemuda yang baru saja menghadapi dunia dan mengenal tantangan. Ia memakai celana panjang tentara dan kaus hitam, wajahnya yang semula keheranan langsung menjadi khawatir kala bertatapan dengan ajudan Raja. "Ada apa?" tanya pria itu.

"Ini soal yang sama Samuel, ini tindakan penyelamatan untuk dirimu."

Pria itu-Samuel-memasang wajah resah, "Duduklah Tuan Charles," ia mempersilahkan dengan sopan sebelum memberikan gadis kecil tadi ke tangan ibunya dan memberikan isyarat untuk pergi. Elliana mengiyakan, ia berlalu ke luar ruangan dan dari langkahnya Redd tahu mereka naik di tangga.

"Jadi Tuan Charles, ada apa?"

Charles diam dan menghela nafas, "Aku pikir kita tidak punya waktu lagi Samuel. Kau harus pergi untuk menyelamatkan dirimu dan menyimpan benda itu baik-baik."

"Apa dia sudah mulai mencarinya lagi? Bukankah yang terakhir kemarin sudah kita hancurkan?"

"Ya. Tapi dia adalah orang yang pantang menyerah, pergilah Samuel. Selamatkan dirimu dan Elliana," Charles nenghela nafas. "Aku takut karena sepertinya dia mengejar sesuatu yang lain. Putrimu, Redd."

...

"Kau harus cepat! Beliau harus segera diselamatkan!"

"Bawa obatnya kemari!"

"Detak jantungnya turun lagi!"

"Cepatlah! Hati-hati kita harus menyelamatkan mereka berdua!"

Rasanya kabur, rasanya begitu sunyi. Seolah ada bunyi denging panjang yang berbunyi berhamburan di telinganya yang ditutup rapat.

Redd menarik nafas dengan bunyi parau, kepalanya pusing tapi ia tetap mencoba untuk membuka kelopak matanya.

Silau.

Rasanya perih sekali, ia memejam dan memutar bola matanya lagi. Ada suara tabrakan, tembakan dan sesuatu tetang suara banyak orang yang mengumpat. Rasanya membingungkan. Redd mencoba untuk menarik nafas yang lebih dalam, sebelum akhirnya membuka mata.

Warnanya biru laut. Ia mencoba lebih keras dan menyadari ia ada di dalam sebuah ruangan. Nafasnya tersengal, dan ia melirik saat merasakan sentuhan di lengannya.

"Yang Mulia, anda baik-baik saja?

Redd mengerutkan kening, ia ingin menjawab pertanyaan wanita itu. Tapi yang keluar dari mulutnya hanya suara sengau seperti suara aquarium. Mata coklat Ratu itu memindai sekali lagi, ia sadar di sisi ranjang berdiri dua orang pria selain wanita yang memegang tangannya.

"Anda berada di rumah kami Yang Mulia, jangan khawatir anda aman."

"Jangan ajak beliau bicara dulu," pria dengan setelan jas marun berucap. "Beliau mungkin masih agak bingung."

"Aku pikir itu efek keadaanya," pria lain yang memakai kaus pollo menyahut. "Dia tidur nyaris tiga bulan."

Apa?

Redd menatap waswas, "Siapa?"

Ketiga orang yang berada dalam ruangan itu jelas terkejut, mereka menatap Redd takjub sementara pria dengan setelan merah bergegas ke arahnya, mendorong wanita yang memegang tangannya dan mulai bicara dengan nada serius.

"Yang Mulia, anda bisa bicara?"

"Ya," Redd menjawab meyakinkan. Walau jika didengar suaranya memang begitu serak seolah tidak dipakai untuk waktu yang lama, lagipula sial. Tenggorokannya kering sekali. "Aku haus."

Pria tadi dengan segera meraih gelas di meja, sementara si wanita mebantu dirinya untuk duduk. Redd tidak bisa mendiskripsikan, tapi ia merasa begitu lega saat air dingin itu masuk ke mulutnya. Ia bahkan tidak sadar telah menandaskan air itu hingga tak bersisa.

"Apa anda masih ingin minum lagi?" tanya si wanita.

"Tidak. Sudah cukup."

Si wanita mengiyakan sembari menuntun Redd bersandar mundur, saat Ratu itu merasakan tekanan asing dan rasa yang mengganjal di perutnya. "Apa?" ia mengerutkan kening.

"Yang Mulia," si wanita memegang tangannya dan bicara dengan perlahan. "Anda mengalami kecelakaan parah, dan karena keadaan terdesak koma yang anda alami terpaksa diperpanjang untuk menstabilkan kondisi anda." Wanita itu menarik nafas sembari melirik kedua pria itu meminta keyakinan."Namun, sebuah keajaiban. Anda ternyata tengah mengandung," wanita itu meringis saat merasakan tubuh Redd menengang. "Anda dan janin anda selamat Yang Mulia. Anda berhasil berjuang bersamanya untuk tetap bertahan hidup."

...