Tuan Mo Tiba-tiba Datang

Pria itu brengsek! Pria brengsek pertama dalam sejarah! rutuk Ling Nian dalam hati. Li Hanchuan tiba-tiba mengatakan ingin putus di malam kebangkrutan keluarga Ye. Jika bukan karena ia adalah seorang Tuan Li yang kaya raya, Ling Nian curiga bahwa jangan-jangan pria itu hanya mencintai seseorang karena kekayaannya saja dan memandang rendah Ye Banxia!

Ling Nian tidak masalah jika Ye Banxia dan Li Hanchuan baru saja putus meskipun telah dua tahun menjalin hubungan. Tetapi, dua hari setelah putus, pria itu langsung bersama dengan Ye Youran si wanita jalang dan bahkan menolak untuk meminjamkan uangnya pada Ye Banxia ketika temannya itu sedang putus asa. Apa pria itu hanya takut membuat Ye Youran tidak senang? Baginya, nyawa seseorang ternyata lebih tidak berharga daripada membuat Ye Youran tidak senang.

"Niannian…" Ye Banxia menggigit bibirnya sebelum perlahan berbicara, "Dia bilang hari ini bahwa dia memberiku satu juta."

Ling Nian terdiam beberapa saat sebelum bertanya, "Kamu menginginkannya?"

"Tidak."

Ling Nian memeluk Ye Banxia dengan lembut dan berkata, "Jangan terburu-buru. Kita masih punya waktu satu bulan lagi. Dalam sebulan, kita pasti bisa menebus uang itu. Kau bekerja keras untuk menghasilkan uang, aku juga bekerja keras, ditambah tabungan di rekeningku, ditambah lagi meminjam sedikit uang orang lain. Pasti dapat ditebus."

Ye Banxia tidak menjawab dan hanya memeluk Ling Nian sedikit lebih erat.

———

Keesokan paginya, ketika Ling Nian sedang membuat sarapan, tiba-tiba Ye Banxia menerima telepon dari rumah sakit. Ling Nian berjalan keluar dari dapur dan kedua tangannya masih memegang dua mangkok mie yang baru saja matang saat ia melihat wajah Ye Banxia yang muram. Ia bahkan lupa meletakkan mangkoknya dan langsung tergesa-gesa menghampiri Ye Banxia.

"Han Yan dalam masalah. Aku harus segera pergi ke rumah sakit," terang Ye Banxia.

Begitu mendengar bahwa ada masalah dengan Han Yan, wajah Ling Nian menjadi lebih muram. Ia memegang tangan Ye Banxia dan berkata, "Aku akan pergi bersamamu."

"Tidak perlu. Kau harus pergi bekerja." Ye Banxia menepuk punggung Ling Nian, lalu berbalik dan berkata, "Setelah makan mie, cepatlah berangkat ke kantor. Jangan sampai bosmu menemukan kesalahan lagi."

"Bagaimana denganmu?" Ling Nian mengikuti Ye Banxia, "Eh, bagaimana dengan sarapannya…"

"Aku tidak akan makan…"

———

Bau desinfektan di rumah sakit sangat menyengat. Ye Banxia kira ia bisa terbiasa dengan aroma itu setelah terus-terusan menciumnya selama lebih dari setahun. Tetapi, ketika tiga hari lalu ia mengantar jenazah kakeknya, ia menyadari bahwa ia sudah terbiasa dengan sesuatu yang sebelumnya tidak bisa membuatnya terbiasa.

Mata Ye Banxia mulai terasa perih. Ia menghembuskan napas dengan lembut sebelum berjalan ke kantor dokter yang menangani Ye Hanyan. Ia mengetuk pintu dan setelah terdengar suara dari dalam yang mempersilahkannya untuk masuk, barulah ia perlahan berjalan masuk.

"Dokter Gu," sapa Ye Banxia sambil duduk. Tenggorokannya begitu kering dan ia hanya bisa berbicara sedikit. "Tentang apa yang Dokter katakan di telepon tadi, sebenarnya bagaimana dengan penyakit Hanyan?"

Dokter Gu meletakkan pulpennya dan sejenak berhenti menulis catatan medis. Ia melihat ke atas dan mengangguk pada Ye Banxia, lalu berkata, "Nona Banxia, saya minta maaf. Tumor di kepala kakak Nona pagi ini terdeteksi. Awalnya kita bisa menunggu satu bulan, tapi kondisi sekarang mengharuskan kami untuk segera melakukan operasi."

Pandangan Ye Banxia tiba-tiba menggelap dan jari-jarinya terdiam di atas meja di depannya. "Paling lama berapa hari lagi?"

"Tiga hari," jawab Dokter Gu, kemudian menambahkan, "Tapi, rumah sakit masih berharap bahwa semakin cepat akan semakin baik. Jika ditunda semakin lama, risiko operasi akan menjadi semakin besar. Nona juga tahu bahwa kakak Nona telah koma selama lebih dari setahun dan fungsi organ tubuhnya sangat lemah...."

Ye Banxia tidak ingat bagaimana ia keluar dari kantor itu. Ia langsung pergi ke ruangan yang tidak asing lagi baginya dan berdiri cukup lama di depan pintu sebelum kemudian membuka pintu itu dan berjalan masuk. Ia melihat orang yang koma tertidur di atas ranjang rumah sakit dan ada sedikit kabut mulai muncul di lapisan matanya yang sangat indah. Ibunya telah pergi selama bertahun-tahun tanpa kabar, Ye Hanyan koma selama setahun dan tidak kunjung sadar, kakeknya baru saja meninggal, ayahnya sudah sejak awal memilih untuk bersama dengan wanita lain dan anak perempuannya. Di dunia ini, Ye Banxia merasa seakan hanya tersisa dirinya seorang diri.

"Han Yan, kau akan bangun setelah operasi, oke?"

Ye Banxia memegang kedua tangan Ye Hanyang yang putih yang dingin dan hatinya tampaknya disusupi oleh sedikit kesejukan. "Pemakaman Kakek telah selesai dilaksanakan. Dulu, hanya kau dan kakek yang menjagaku. Sekarang, Kakek sudah pergi... Cepatlah bangun dan biarkan aku merawatmu."

Ye Banxia sering berpikir selama beberapa hari terakhir, Apakah hidupku dalam dua dekade terakhir terlalu datar? Apapun yang terjadi, semuanya diselesaikan oleh Kakek dan Hanyan, Ketika sekarang penderitaan datang, aku jadi tidak berdaya dan tidak tahu harus berbuat apa

"Menangis?"

Ye Banxia seketika terlonjak saat mendengar suara rendah di ruangan yang tadinya sunyi itu. Ia mengangkat kepalanya tanpa sadar dan kerapuhan di matanya tidak bisa disembunyikan. Kemudian, tanpa peringatan, pria itu menoleh dan Ye Banxia bisa melihat matanya yang gelap dan dalam. Setelah beberapa detik, Ye Banxia menjawab, "Siapa yang menangis?"

"Matamu sangat merah sehingga aku bisa melihatnya. Apakah ada debu yang masuk berterbangan di ruangan ini? Ruangan kelas atas mana yang mungkin ada debunya?"

Ye Banxia tertegun untuk sementara waktu, tapi ia tidak bisa memikirkan kata-kata apapun untuk membantah. Ia tidak benar-benar menangis, hanya saja matanya yang berkaca-kaca. Ia menjadi sedikit malu dan sedikit menggigit bibirnya. Lalu, ia berkata dengan marah, "Tuan Mo tidak tahu bagaimana cara mengetuk pintu sebelum masuk?"

"Aku sudah mengetuk pintu," jawab Mo Chenyan santai, "Kau terlalu fokus menangis sampai tidak mendengarnya."

Ye Banxia memandang sisi wajah Mo Chenyan yang tampan, lalu menggertakkan giginya diam-diam dan berpikir, Jika kau sudah mengetuknya, kau harus menunggu jawaban sebelum kau masuk, oke? Namun, ketika perkataan itu nyaris sampai di bibirnya, ia teringat bahwa semalam Mo Chenyan telah dua kali membantunya. Ia pun harus menahan diri. "Jadi, ada urusan apa Tuan Mo datang ke sini?"

Mata pria itu menatap Ye Hanyan dengan ringan dan menjawab, "Aku dengar kakakmu sedang tidak dalam kondisi yang baik, jadi aku datang dan ingin melihatnya."

Ye Banxia tertegun. Aku bahkan baru mengetahui tentang kondisi Hanyan yang tidak terlalu baik pagi ini. Cepat sekali Mo Chenyan mengetahui berita ini? pikirnya.

Mo Chenyan sedikit menyipitkan matanya dan tampaknya ia melihat keraguan Ye Banxia. "Rumah sakit ini milikku. Aku telah memberitahukan bahwa bagaimanapun kondisi Hanyan, mereka tidak hanya harus memberitahumu tapi juga harus memberitahuku," terangnya.

"Oh…" Ye Banxia mengangguk. Tetapi, ia tiba-tiba menyadari ada sesuatu yang salah, Mengapa dia harus diberi tahu? Ia pun mengerutkan kening dan memberi Mo Chenyan tatapan aneh, namun ia tetap berkata, "Terima kasih atas perhatian Tuan Mo terhadap Han Yan hingga membuat Tuan Mo repot."

"Memperhatikan masa depan kakak ipar, sudah seharusnya begitu."

Ye Banxia hanya bisa terdiam saat mendengar jawaban Mo Chenyan. Sementara itu, Mo Chenyan memandangi wajahnya yang pucat dengan warna merah samar-samar. Mo Chenyan mengangkat alis, lalu berjalan ke arah belakang Ye Banxia dengan tenang. Ia memasukkan tangannya di saku celana setelan ramping yang disetrika rapi. Lengan bajunya yang setengah digulung memperlihatkan jam tangan emas mahal yang ia kenakan di pergelangan tangan kirinya. "Masih ada waktu tiga hari lagi dan lamaranku masih terus berjalan. Kau bisa pelan-pelan memikirkannya."

Mata cantik Ye Banxia memancarkan kebingungan karena ia berpikir, Lamarannya? Tiba-tiba, sesuatu terlintas di pikirannya, Menikah dengan Mo Chenyan dan menjadi Nyonya Mo.

Ye Banxia mengangkat kepalanya dan buru-buru membuka matanya. Ia merasa jantungnya berdebar sangat kencang dan ia bisa merasakan sebuah kehangatan di belakang telinganya yang tersembunyi di balik rambut hitam lembut.

Mata dalam Mo Chenyan menyipit dan bibir tipisnya mulai sedikit melengkung. Ia tidak banyak bicara dan hanya meninggalkan kartu nama hitam mengkilap di atas meja di samping Ye Banxia. Lalu, ia berbalik badan dan perlahan meninggalkan ruangan itu.