Tidak Konsistennya Hati dan Mulut Wanita?

Ye Banxia mendongakkan kepala dan matanya tidak sempat menyembunyikan kebingungannya. Tanpa peringatan, mata gelap pria itu menatapnya dan bibir merahnya bergumam tanpa mengeluarkan suara. "Apa yang ingin kau lakukan sampai kau berdiri di pinggir jalan sambil mengenakan gaun yang begitu cantik di malam hari sementara suamimu tidak ada di rumah?"

Saat pria itu membuka bibir tipisnya, terdengarlah suara yang sendu dan begitu dalam, seperti alunan melodi cello yang membawa kehangatan yang nyaman dan magis di malam terkutuk ini. Namun, ada sesuatu yang menyentuh hati Ye Banxia dan membuat matanya tiba-tiba memerah. Ia merasa seperti seseorang yang tenggelam di lautan dan sudah menyerah karena kehabisan napas, lalu tidak sengaja menemukan kayu apung hingga bisa menyelamatkan diri. Ye Banxia merasa seakan ia baru saja mendapat keberuntungan yang seharusnya sangat sulit ia dapatkan.

Mo Chenyan membeku sejenak. "Ada apa?" tanyanya. Alisnya sedikit terangkat, lalu ia menyentuh wajah Ye Banxia yang dingin. "Aku sedang memuji kecantikanmu. Apakah kau tidak mendengarnya? Apa ada yang salah?"

Ye Banxia hanya bisa terdiam, lalu menarik napas dari hidungnya. Sebenarnya ia benar-benar tidak mendengarnya karena sebuah perasaan tak enak menyebar di hatinya tanpa terkendali. Ia tidak merasakan hal itu saat masih berada di vila keluarga Tang. Saat itu, ia hanya merasa dadanya sesak hingga ia sulit bernapas, tapi ia tidak ingin menunjukkannya pada orang lain. Sekarang, begitu ia melihat Mo Chenyan, semua kesedihan seakan keluar begitu saja tanpa bisa ditahan lagi. Kini, ia bahkan merasa lebih teraniaya dibandingkan saat ia kecil. Dulu, ia bisa menghambur ke pelukan kakeknya dan menangis. Tapi, sekarang tidak lagi.

"Apanya yang memuji kecantikanku? Kau jelas menyiratkan seakan-akan aku berniat keluar untuk merayu pria lain dan melakukan hal yang tercela," ujar Ye Banxia. Ia menggigit bibirnya dan suara seraknya sedikit terbawa angin.

Mo Chenyan terdiam dan jari-jari rampingnya mulai menjauh dari wajah Ye Banxia dan beralih untuk perlahan-lahan mengusap rambut Ye Banxia dengan lembut. Kontak fisik ini begitu dekat hingga Ye Banxia bisa merasakan suhu hangat dari telapak tangan pria. Kemudian, tiba-tiba saja pria itu mendekap Ye Banxia ke dalam pelukannya.

"Ah…" Ye Banxia berbisik dan pergelangan kakinya mulai kesemutan lagi. Kini, ia bersandar pada dada Mo Chenyan yang kokoh dan lengan Mo Chenyan memeluknya dengan erat. Alis Ye Banxia sedikit bertaut dan wajahnya yang cantik ikut cemberut. Namun, kelembutan dan kehangatan ini tiba-tiba membuatnya merasa sedikit serakah tanpa alasan. Ia jadi enggan mendorong Mo Chenyan dan sejenak tidak menghiraukan kakinya yang sakit. Butuh beberapa detik hingga rasa sakit di kakinya reda.

Sementara itu, Mo Chenyan hanya dapat melihat puncak kepala Ye Banxia dan tidak merasa ada yang berbeda. Ia pun perlahan mengusap kepala Ye Banxia dan berbicara dengan perlahan, "Tidak, aku sedang memujimu. Mungkin karena aku belum pernah memuji seorang wanita, sehingga pujian yang aku berikan terdengar kurang tepat."

Ye Banxia tertegun dan tiba-tiba lima kata muncul di kepalanya, Jelas-jelas bicara omong kosong! Pria ini jelas-jelas sedang berbicara omong kosong! Ia pun mendengus dengan marah, lalu berkata, "Jangan kira aku mudah dibohongi seperti anak berusia tiga tahun."

Mo Chenyan tertawa, lalu berkata, "Jika kau seperti ini juga tidak ada bedanya dengan anak kecil." Mo Chenyan memeluk Ye Banxia dengan lembut. Ia telah sibuk sepanjang hari dan harus naik pesawat, tapi memeluk Ye Banxia seperti ini dan mencium aroma shampo wanita ini membuatnya sekarang merasakan kepuasan dan kedamaian yang tidak terlukiskan dalam hatinya. "Apakah ada urusan yang membuatmu keluar malam ini?" tanya Mo Chenyan.

"Perjamuan ulang tahun teman sekolahku," jawab Ye Banxia sambil cemberut, "Aku membelikannya berlian dengan menggunakan kartumu, tapi aku akan mengganti uangmu nanti setelah aku mendapat gaji. Tolong jangan ditolak aku. Aku tidak akan seperti ini lagi nanti dan hanya kali ini pengecualiannya."

Senyum Mo Chenyan perlahan memudar. "Ya, aku tahu," jawabnya, lalu tidak bertanya lagi. Perihal itu tidak lebih dari pikiran wanita kecil yang sederhana. Apapun yang Ye Banxia cintai, Mo Chenyan tidak masalah selama Ye Banxia bahagia. "Pasti tidak ada yang bisa dimakan di perjamuan itu. Kau mau jika kuajak makan malam?"

Ye Banxia mulanya hanya bersandar di lengan Mo Chenyan, tapi tiba-tiba Mo Chenyan meletakkan tangannya di pinggang ramping Ye Banxia dan membenamkan wajah Ye Banxia di dadanya. Ye Banxia menarik napas, lalu mencium aroma harum pria itu hingga kehangatan mengalir di hatinya. Matanya sedikit perih. "Tidak mau pergi. Kakiku sakit."

Mo Chenyan memandang Ye Banxia yang meringkuk di lengannya seperti kucing dan mengerutkan dahinya saat mendengar kata-kata wanita itu. "Sudah tahu sedang menggunakan sepatu hak tinggi. Bukannya pulang lebih awal, kau malah berdiri diam di pinggir jalan? ...Masuk ke mobil dulu." ujarnya. Sekarang Mo Chenyan baru tahu bahwa kaki Ye Banxia terasa sakit sehingga ia tidak bisa menahan diri untuk tidak bersikap terlalu keras. Ia segera meraih tangan Ye Banxia dan pergi.

Ye Banxia tahu bahwa Mo Chenyan salah menangkap maksud Ye Banxia, tapi ia juga tidak menjelaskan. Ia hanya menarik tangan Mo Chenyan dan berkata, "Pelan sedikit. Kakiku benar-benar sakit."

Mo Chenyang yang berjalan di depan Ye Banxia langsung menghentikan langkahnya, lalu berbalik dan menatap kembali pada Ye Banxia. Kemudian, ia menggendong Ye Banxia masuk ke dalam mobil. Paman Zhang yang melihat adegan ini hanya bisa membisu dan diam-diam membatin, Tuan Mo benar-benar semakin lama semakin lembut dan semakin lama semakin menjadi pria yang baik.

Selagi Bentley hitam melaju kencang di jalanan, Ye Banxia mulai merasa lebih terkendali dan perasaannya lebih stabil dibandingkan tadi. Ketika turun dari mobil, Mo Chenyan juga tidak bertanya pada Ye Banxia dan hanya menggendongnya seperti tadi saat ia membawa Ye Banxia masuk. Ia melangkahkan kaki panjangnya yang berbalut celana panjang hitam ke depan pintu rumah, kemudian melirik Ye Banxia dan bertanya, "Apakah kau bawa kuncinya?"

Ye Banxia berbisik, "Kau turunkan aku."

"Nyonya Mo, apa kau mengatakan ini untuk menunjukkan bahwa hati dan mulut wanita sering tidak konsisten?" sindir Mo Chenyan sambil melirik lengan Ye Banxia yang masih melingkar erat di lehernya. Ekspresi Ye Banxia tampak sangat lucu.

Ye Banxia melihat ke arah Mo Chenyan dan wajahnya memanas. Ia pun menatap Mo Chenyan dan membela diri, "Jika tidak dikaitkan, aku bisa jatuh!"

Mo Chenyan mengangguk, "Ya, tidak perlu dijelaskan lagi."

Jadi maksudnya dia benar-benar mengerti atau mengira aku punya maksud lain? pikir Ye Banxia kesal. Ia menggigit bibirnya, lalu mengeluarkan kunci dari dalam tasnya.

Mo Chenyan melangkah maju dan menarik Ye Banxia sampai meraih lubang kunci pintu rumah. Saat melepas sepatu, Ye Banxia tidak bisa menahan rasa sakit di kakinya hingga mendesis. Karena ruang tamu sudah terang benderang, Mo Chenyan melirik pergelangan kaki Ye Banxia dan sontak melotot. "Apa yang terjadi?" tanyanya. Alis dan mata Mo Chenyan yang semula melembut tiba-tiba kembali berubah menjadi dingin dan galak.

Ye Banxia menunduk dengan takut-takut dan bergumam, "Aku tidak sengaja terkilir."

"Kenapa kau tadi tidak mengatakannya?" tanya Mo Chenyan sambil menatap Ye Banxia dengan dingin. Untuk ketiga kalinya malam ini, ia kembali memeluk Ye Banxia dan menggendongnya. Lalu, ia berjalan ke sofa putih dan perlahan meletakkan Ye Banxia di sana. "Duduklah di sini dan jangan bergerak," kata Mo Chenyan dengan suara dingin. 

Sosok tinggi itu naik ke tangga dan segera menghilang dari pandangan Ye Banxia. Ketika Mo Chenyan kembali, ia membawa kotak obat di tangannya dan berjalan ke arah Ye Banxia dengan kening yang berkerut.

"Mo Chenyan…" Ye Banxia memanggil dengan ragu sebelum mengaku, "Aku bukannya sengaja tidak memberitahumu. Aku hanya takut membuatmu khawatir. Sebenarnya sekarang aku sudah tidak apa-apa. Aku hanya tidak berhati-hati hingga tak sengaja terkilir, tapi aku paksakan untuk jalan agak lama. Hanya karena itu saja…"

Mo Chenyan sama sekali tidak menghiraukan Ye Banxia. Ia melepaskan jasnya, melemparkannya ke sampingnya, dan menarik dasi abu-abu peraknya dengan tidak sabar. Lalu, ia perlahan menggulung lengan bajunya hingga memperlihatkan lengannya yang kuat. Telapak tangannya yang besar kemudian mengeluarkan sebotol alkohol berwarna kuning dari kotak obat.