Jari-jari Ye Banxia bergerak-gerak di atas tablet dengan kaku. Satu ledakan bom… Pukul bomnya! Ye Banxia tertegun, lalu menatap kesal ke arah tabletnya karena ia harus mengulang kembali permainannya dari awal. Ia tidak berani mengangkat kepalanya, meskipun ia sebenarnya memperhatikan bahwa Mo Chenyan berjalan ke arahnya dengan langkah lebar. Ye Banxia mengepalkan tangannya dan ia bisa merasakan bahwa napasnya kian memburu tanpa terkendali. Lalu, ia menutup matanya dan terus memberitahu dirinya sendiri untuk tidak takut. Ling Nian bilang pria ini tampaknya tidak sedang dalam kondisi yang baik! pikirnya.
"Setelah mandi, baru main lagi," kata Mo Chenyan. Suara acuh tak acuh pria itu terasa dari atas kepala Ye Banxia.
Ye Banxia memegang tablet dengan agak gemetar. Ia menghela napas dan perlahan menyesuaikan ekspresi di wajahnya. Lalu, ia mengangkat kepalanya dan tersenyum sopan sambil sedikit memalingkan muka. "Jika tidak, kau saja yang mandi duluan?" tawar Ye Banxia sambil mengedipkan mata. Lalu, ia berkata dengan suara rendah, "Kau lelah setelah sibuk seharian. Ditambah lagi, kau juga kembali dengan menggunakan pesawat. Tidurlah lebih awal setelah mandi."
Mo Chenyan melirik Ye Banxia tanpa henti. "Jika aku tidur, bagaimana denganmu?"
Ye Banxia terkejut dan rasanya harapan terakhirnya baru saja hancur. Habislah Ye Banxia. Mo Chenyan benar-benar menggendongnya ke kamar untuk mandi. Sebelum dan sesudah Mo Chenyan tadi masuk kamar mandi, otak Ye Banxia sepertinya agak konslet hingga pikirannya berlarian ke sana kemari.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Mo Chenyan lagi sambil mengerutkan kening, "Bukannya siap-siap mandi, malah bengong?"
"Hah?" Ye Banxia menatap Mo Chenyan dengan linglung, kemudian ia segera tersadar dengan kondisi mereka sekarang. Wajah putihnya langsung tampak memerah di bawah cahaya kamar mandi. Ia menggigit bibirnya dan berkata, "Ya, aku sudah masuk kamar mandi. Aku bisa mandi sendiri…"
Mata Mo Chenyan sedikit membeku dan ia tiba-tiba mengangkat alis. Cahaya redup muncul di wajah tampannya yang lembut. "Kau mau aku keluar?" tanyanya. Suaranya halus, tapi terdengar sedikit serak dengan makna menggoda. "Nyonya Mo, apa kau yakin bisa berjalan dengan satu kaki ke bak mandi tanpa terjatuh?"
Wajah Ye Banxia yang semula panas menjadi semakin panas setelah diejek Mo Chenyan. Udara di kamar mandi terasa lembab, tapi ia merasa bibirnya agak kering. Ia sedikit menjilat bibirnya, lalu menjawab, "Aku pikir aku harusnya bisa melakukannya..."
Sebelum Ye Banxia selesai berbicara, Mo Chenyan sudah memotong, "Kau masih belum juga melepaskan pakaian. Apakah kau ingin aku membantumu?
Mata Mo Chenyan yang menatap wajah Ye Banxia menjadi semakin gelap dan uap air panas yang memenuhi kamar mandi semakin mengaburkan mata keduanya. Ye Banxia menundukkan kepala, entah karena aura Mo Chenyan yang terlalu kuat atau karena alasan lain. Ia benar-benar memiliki semacam rasa takut kepada pria ini dan ia tidak pernah merasakan hal ini terhadap siapapun kecuali terhadap kakeknya. Bahkan, ketika ia masih bersama Li Hanchuan, ia hanya menjalankan perannya sebagai seorang pacar tapi tidak pernah takut pada pria itu. Bagaimanapun, Ye Banxia merasa bahwa perasaan ini sepertinya tidak buruk dan malah membuatnya merasa nyaman.
Ye Banxia sedikit terpana saat menatap wajah pria yang acuh tak acuh dan pendiam itu, sementara Mo Chenyan tidak menunggu jawaban Ye Banxia. Mo Chenyan menyipitkan mata hingga tatapannya terlihat sedikit berbahaya dan bibir tipisnya sedikit tersenyum. "Sepertinya Nyonya Mo sangat bersedia," pungkasnya.
Sebelum Ye Banxia bisa bereaksi, Mo Chenyan sudah meletakkannya di bak mandi. Sentuhan dingin dari bawah membuat Banxia tiba-tiba menggeliat sambil melihat ke arah pria yang berpakaian rapi di depannya gugup dan kaget. Hanya dua kata terlintas di benaknya, Bermulut besar.
Tangan besar Mo Chenyan melintas di hadapan Ye Banxia, kemudian mengarah kebagian belakang. Mo Chenyan perlahan mendekati Ye Banxia hingga wajah tampannya semakin mendekat ke arah wajahnya inci demi inci. Napas hangat Mo Chenyan menerpa leher Ye Banxia yang putih dan elegan, sedangkan mata dan alis Mo Chenyan terfokus pada apa yang berada di balik gaun merah anggur Ye Banxia.
Mo Chenyan terdiam, kemudian perlahan-lahan menarik resleting di bagian belakang gaun Ye Banxia. Kamar mandi itu begitu hening hingga suara jarum jatuh pun bisa didengar. Karenanya, suara resleting itu terdengar dengan jelas meskipun suaranya sangat kecil. Ada gejolak dalam diri Ye Banxia yang membuat seluruh tubuhnya tegang, jantungnya berdetak lebih cepat, dan lapisan tipis keringat muncul di kulitnya. Resleting gaun itu cukup panjang sampai ke pinggang. Ujung-ujung jari Mo Yenchan yang kasar menggesek kulit Ye Banxia yang halus hingga membuatnya agak geli dan mati rasa. Ye Banxia merasa sepertinya ia akan benar-benar mati. Jika ia tahu lebih awal, lebih baik ia melakukannya sendiri!
Namun, kejadian ini tidak berlangsung lama. Saat Ye Banxia melihat bahwa gaun panjang itu nyaris jatuh dari tubuhnya, secara naluriah ia segera memegang bagian pundak gaun itu erat-erat untuk melindungi pemandangan indah di dadanya. Ya, itu adalah insting. Itu hanya insting, Ye Banxia membela diri dalam hati.
"Apa yang membuatmu gelisah seperti ini?" tanya Mo Chenyan sambil terkekeh ringan. Suara pria itu samar-samar mengejeknya. Hanya ketika Ye Banxia mendengarkan dengan saksama, bisa mengenali suara serak Mo Chenyan dan ketegangan yang tak terlihat, "Aku tidak bernafsu dengan seorang wanita yang setengah lumpuh."
Ye Banxia benar-benar kehilangan kata-kata dan wajahnya memanas seperti terbakar api. Mo Chenyan jelas menertawakannya. Aku tahu kakiku hanya terkilir, jadi seharusnya dia yang sebenarnya setengah lumpuh! pikir Ye Banxia geram. Tidak benar jika Mo Chenyan tidak tertarik pada wanita cantik seperti itu di hadapannya. Jelas-jelas Mo Chenyan yang kejantanannya lumpuh. Ye Banxia menggigit bibirnya dan berpikir gusar, Apa yang dikatakan Ling Nian itu benar. Pria ini tidak bisa melakukan itu!
Ye Banxia dengan sedih menarik tangannya. Dengan hampir gemetar, ia membiarkan gaun merah anggur itu terlepas dari bahunya dan mengekspos bagian dadanya yang putih dan rambut hitam keritingnya yang terurai di bahunya. Perpaduan warna merah anggur dan ombak besar sudah cukup menawan untuk menjadi visual yang mencolok, dan bahkan menjadi semakin intens ketika gaun panjang itu setengah terlepas. Mata Ye Banxia berkaca-kaca dan ia menggigit bibirnya hingga menampakkan pemandangan yang menderita, seakan ia tampak sedang dilecehkan.
Mo Chenyang menenggak air liur hingga jakunnya bergerak dengan jelas dan tampak tendon biru yang muncul di pelipisnya. Area perutnya sudah mengencang untuk waktu yang lama. Di bawah lampu berwarna hangat, mata Mo Chenyan yang dalam semakin menggelap. Ia menutup matanya dan segera menarik gaun panjang Ye Banxia sampai turun ke pinggang. Lalu, ia sedikit mengangkat tubuh Ye Banxia, merobek seluruh gaun itu, dan membuangnya.
Ye Banxia kali ini berperilaku baik dengan menurut karena ia takut kalau pria itu akan melakukan hal-hal yang membuatnya lengah. Setelah menggertakkan giginya keras-keras, ia melepas penutup yang tersisa di tubuhnya dan melemparkannya dengan kaku segali Mo Chenyan terus memegangnya dengan mata yang menyala. Napas Ye Banxia terasa berat dan saat ia hendak mengangkat kepalanya, tubuhnya tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan digendong ke bak mandi.
Suhu air yang pas menyebar dari bagian bawah kaki ke seluruh tubuh hingga membuat Ye Banxia sedikit menghembuskan napas dengan lega. Sejak Ye Banxia datang ke vila megah ini, Mo Chenyan hampir tidak pernah ada kecuali waktu itu dan malam ini. Setiap kali Ye Banxia mandi, ia merasa kehilangan nyawanya dan semakin lama situasi yang ia hadapi dengan Mo Chenyan menjadi semakin serius.
"Panggil aku jika sudah selesai mandi," ujar Mo Chenyan dengan suara serak. Lalu, ia dengan cepat berbalik dan melangkahkan kaki panjangnya keluar. Punggungnya yang tegak seakan menyiratkan perasaannya yang ingin melarikan diri.