Ava yang masih lelah dan pening karena kenikmatan yang baru diraihnya, berkata lemah, "Apa, Rainy ...?"
Rainer mengalihkan pandangannya ragu apa pantas menanyakan masa kesuburan Ava yang menurutnya privasi, tapi pilihan apa yang didapatnya? Dari pada terlambat lebih baik bertanya, "Kau tidak sedang subur?"
Ava seketika itu juga bangun dari tidurnya, napasnya yang tadi sudah normal kembali bergerak cepat karena panik menyadari bila benih Rainer berada di dalam rahimnya. Ia menyingkirkan pria itu dari atasnya lalu mencari ponselnya untuk mengecek tanggal menstruasinya.
'Satu, dua, tiga ....'
Ava menghitung-hitung dan menghela napas lega mengetahui hari ini biasa bukan spesial. Ia kembali membaringkan dirinya memeluk tubuh Rainer lembut, "Aku tidak apa."
Se-cinta apa pun Ava pada Rainer, memiliki anak bisa menjadi mimpi buruk baginya yang sedang kuliah. Ia yakin orang tuanya juga takkan bangga.
Rainer ikutan menghela napas lega, tapi tetap cemas, "Bagaimana kalau kau minum obat?"