"Terimakasih Nin, kalau begitu aku akan memberitahu Jonathan saat ke sini nanti," ucap Hasta merasa lega awal rencananya berjalan lancar.
"Sama-sama Mas," ucap Hanin kembali memeluk Hasta dengan penuh cinta.
****
Setelah mendapat izin dari Dokter Soni dan menyelesaikan administrasi, akhirnya Hasta bisa pulang dengan di antar Jonathan.
"Jo, bagaimana kalau kamu membantuku bekerja mengurus perusahaanku?" Tanya Hasta saat dalam perjalanan pulang.
Wajah Jonathan terlihat terkejut dan menoleh ke Hasta yang duduk di sampingnya sedangkan ia yang menyetir.
"Apa anda serius Tuan Hasta? Anda tidak sedang bercanda kan? Aku hanya lulusan SMA bagaimana bisa membantu anda?" Tanya Jonathan dengan tatapan tak percaya.
"Tidak ada masalah dengan ijazah kamu. Yang terpenting kamu mau dan bersungguh-sungguh membantuku bekerja," ucap Hasta dengan wajah serius.
"Sepertinya aku tidak bisa kalau membantu anda mengurus perusahaan Tuan. Kalau aku jadi satpam mungkin aku bisa. Karena anda tahu aku tidak punya pengetahuan tentang mengurus perusahaan," ucap Jonathan tidak ingin Hasta menyesalinya nanti.
"Sudah aku bilang, kamu jangan memikirkan hal itu. Kalau kamu mau, aku akan mengajarimu pelan-pelan. Aku meminta kamu untuk membantuku karena aku sangat percaya padamu Jo. Dan Hanin sudah setuju dengan keinginanku ini," ucap Hasta membujuk Jonathan dengan menyebut nama Hanin agar Jonathan mau menerimanya.
Jonathan mengambil nafas panjang kemudian melihat ke arah Hanin meminta kepastian tentang keinginan Hasta. Hanin menganggukkan kepalanya dan itu sudah menjadi jawaban bagi dirinya.
"Baiklah Tuan Hasta, aku menerimanya dan aku berusaha bekerja dengan baik. Aku tidak akan mengecewakan anda," ucap Jonathan dengan sangat serius karena Hanin yang menginginkan hal itu.
"Syukurlah kalau kamu bersedia. Mulai besok kamu bisa datang ke rumah kita akan pergi ke perusahaan sama-sama," ucap Hasta dengan tersenyum.
"Mas Hasta! Apa yang kamu katakan? Besok mau bekerja? Tidak Mas! Kamu harus istirahat beberapa hari. Jangan paksakan kamu untuk bekerja," ucap Hanin dengan wajah serius.
"Hanin, aku tidak akan bekerja. Aku hanya mengajari Jonathan saja. Dan itu tidak akan membuat aku lelah. Apalagi ada Jonathan di sampingku, keamanan dan keselamatanku terjamin," ucap Hasta dengan tersenyum membujuk Hanin agar membiarkan ia bekerja dan bisa pergi keluar untuk mempersiapkan apa yang perlu ia siapkan.
"Baiklah Mas, tapi hanya setengah hari saja ya. Aku tidak tahu apa pendapat Rafka dan Dokter Husin kalau tahu kamu tetap bekerja Mas," ucap Hanin sedikit mengomel karena keras kepala Hasta.
"Aku janji Hanin, kalau Rafka sudah menetapkan jadwal terapinya aku akan patuh dan tidak melanggarnya," ucap Hasta kembali memberi alasan lain agar Hanin lebih tenang.
"Kamu janji ya Mas? Jangan lagi berusaha untuk menghindar dari terapi ini," ucap Hanin dengan tatapan penuh.
Hasta menganggukkan kepalanya dengan sebuah senyuman.
"Jo, agak bisa cepat sedikit?" Tanya Hasta sambil melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul tiga sore.
Tanpa membalas ucapan Hasta, Jonathan menekan gas agar bisa lebih cepat sampai rumah.
Sampai di rumah, dengan bantuan Jonathan dan Rahmat, Hasta masuk ke dalam rumah.
"Mas, sebaiknya kamu istirahat. Aku akan mempersiapkan makan sore kamu," ucap Hanin setelah berada di kamar dan Jonathan sudah minta izin pulang.
"Nanti saja Nin, aku masih kenyang. Kalau kamu lapar makan saja. Aku mau istirahat saja, aku sangat mengantuk," ucap Hasta mencari waktu sendiri agar bisa menghubungi Anang pengacaranya.
"Baiklah Mas, aku mau makan dulu. Nanti aku bawakan makananmu ke sini ya Mas," ucap Hanin sambil melihat Hasta yang berbaring di tempat tidur.
"Jangan lama-lama makannya Nin," ucap Hasta menatap Hanin dengan tatapan sedih.
Hanin menganggukkan kepalanya kemudian berjalan keluar kamar.
Setelah memastikan Hanin keluar kamar, Hasta segera mengambil ponselku dan menghubungi Anang pengacaranya.
"Pak Anang. Apa kamu sudah mengerti dengan pesan yang aku kirim?" Tanya Hasta setelah Anang menerima panggilannya.
"Anda tenang saja Tuan Hasta, aku sudah mulai mempersiapkan semuanya dan akan mengurusnya secepat mungkin. Anda ingin berapa hari selesainya?" Tanya Anang dengan serius.
"Apa lima hari bisa selesai?" Tanya Hasta ingin cepat menyelesaikan surat perceraiannya.
"Kalau lima hari sepertinya belum selesai Tuan Hasta. Paling cepat mungkin sepuluh hari," ucap Anang karena harus melibatkan orang dalam untuk bisa membantunya.
"Baiklah, kabari aku setelah surat perceraiannya selesai," ucap Hasta berharap banyak pada Anang untuk menyelesaikan masalahnya.
"Siap Tuan Hasta," ucap Anang tidak akan mengecewakan kliennya.
"Terimakasih Pak Anang," ucap Hasta segera mengakhiri panggilannya dan meletakkan ponselnya di atas meja bersamaan dengan pintu yang hampir terbuka.
Segera Hasta memejamkan matanya seolah-olah sedang beristirahat tidur.
"Mas Hasta," panggil Hanin sambil membawa makanan kesukaan Hasta.
Hasta membuka matanya perlahan dan menatap Hanin yang sudah duduk di sampingnya.
"Apa aku mengganggu tidurmu Mas?" Tanya Hanin setelah Hasta terbangun.
"Tidak Nin, kebetulan aku kesulitan tidur. Mungkin karena aku mulai lapar," ucap Hasta dengan tersenyum kemudian bangun dari tidurnya dan duduk bersandar.
Melihat Hasta sudah dalam posisi duduk, Hanin segera mengambil sedikit makanan bersiap menyuapi Hasta.
"Hanin, apa aku bisa makan sendiri? Kamu terlihat lelah. Sebaiknya kamu istirahat," ucap Hasta sambil berniat mengambil alih makanan yang di tangan Hanin.
"Aku tidak lelah Mas, biar aku menyuapimu," ucap Hanin tidak membiarkan Hasta makan sendiri.
Tidak ingin membuat masalah, akhirnya Hasta membuka mulutnya saat Hanin sudah menyuapinya.
"Apakah enak Mas?" Tanya Hanin dengan penuh perhatian.
"Hem...enak sekali. Apa kamu yang masak Nin?" Tanya Hasta menatap wajah Hanin dengan tatapan tak berkedip.
"Aku hanya membantu Bibi Minah saja," jawab Hanin dengan wajah sedikit memerah saat Hasta menatapnya sedemikian rupa.
"Apa besok pagi kamu bisa memasak ini lagi?" Tanya Hasta dengan suara berat membuat hati Hanin menjadi bergetar.
"Aku akan membuatnya selama kamu ingin Mas," sahut Hanin lagi semakin salah tingkah dengan tatapan Hasta yang sama sekali tak berubah.
"Hanin, setelah makan. Apa kamu bisa membantuku mandi? Aku merindukanmu Nin," ucap Hasta masih dengan suara parau ingin membuat kenangan terindah bersama Hanin selagi masih ada waktu.
Hanin menghentikan gerakan tangannya, membalas tatapan Hasta yang terlihat sayu.
"Hanin, katakan. Apa kamu mau?" Tanya Hasta saat melihat kediaman Hanin.
"Tentu saja aku mau Mas. Tapi... apa kamu yakin tidak merasa lelah?" Tanya Hanin tidak ingin terjadi sesuatu pada Hasta hanya karena terlalu lelah.
"Aku tidak lelah Nin. Dengan bercinta, aku akan lebih baik dan lebih semangat untuk berobat," ucap Hasta seraya menyentuh bibir Hanin yang terlihat merah.
Hanin menelan salivanya merasakan gejolak hasratnya.
"Habiskan dulu makannya Mas, setelah itu baru kita bercinta," ucap Hanin dengan suara tercekat melanjutkan menyuapi Hasta.
Hasta tersenyum, bersemangat untuk segera menghabiskan makanannya.