Kenapa gue Sial!

Pagi hari yang indah di dalam area sekolah, semua siswa-siswi berbahagia berbagi canda dan tawa. Tapi bukan untuk gue, hari ini hari paling sial dalam sejarah gue sekolah. Harus jalan jongkok sampai kelas gara-gara telat datang.

Kaki ini terasa ingin lepas dari singgasananya, seakan dia sudah tidak kuat lagi menahan cobaan ini. Gue cuma bisa membatin atas kejadian ini.

Ketika sampai di kelas, tiba-tiba gue gak bisa berdiri karena keram dan pegal menyelimuti sendi pada kaki.

Apa? Kalian bilang gue bodoh gitu? Bertanya kenapa gak jalan biasa saja ketika guru itu tidak ada, kan gak ada yang lihatin. Kalian salah besar, sekolah ini walaupun terletak antara perbatasan desa dan kota, ini sekolah mempunyai sistem canggih loh. Kamera CCTV bertebaran dimana-mana mengawasi setiap gerak gerik para orang yang berada di ruang lingkup sekolah.

Dulu waktu pertama masuk sekolah inipun gue pernah lakuin hal yang kalian pikirkan, melirik ke kiri-kanan untuk memastikan kalau tidak ada guru lagi yang melihat. Saat gue berdiri dan berjalan beberapa langkah, dari kejauhan guru itu langsung teriak dengan menggunakan speaker seperti toa mesjid yang seringkali di gunakan untuk demo. Tahu gak nama alatnya? Kalau kalian gak tahu, itu alat namanya Megaphone. Yang bisa di putar suara sirine polisi itu loh, ninu-ninu-ninu."

"Jangan coba-coba curang kamu! Saya bisa lihat kamu tidak jongkong!"

Dari situlah gue gak bisa melakukan kecurangan lagi, semuanya terpantau dengan jelas. Itu CCTV apakah ada juga di kamar mandi cewek ya?

"Kamu ngapain jongkok terus, Lan?" tanya Ibu Guru.

"Gak bisa berdiri, Buk. Kaki saya keram."

"Makanya jangan telat datangnya! Ayo yang lain tolong Dolan untuk berdiri!" seru Ibu Guru itu kepada teman gue di kelas.

Secara perlahan mereka membopong tubuh gue sampai tempat duduk.

"Makasih, Bro," ucap gue kepada mereka.

"Gorengan lima sebagai bayarannya."

"Sotong lu ya, kaya batu di balik udang."

"Kebalik, Belangkon ...."

"Apa yang kebalik?" tanya gue.

"Otak lu yang kebalik!"

Pletak!!

Sebuah penghapus mendarat di kepala gue dengan lumayan keras.

"Adedede, siapa sih yang lempar sembarangan? Kepala gue bukan samsak woi!" bentak gue sambil menahan sakit.

"Saya yang lempar, mau apa kamu?" tanya Ibu Guru.

"Eh rupanya si, Ibuk. Enggak kok, Buk. Ini saya lagi latihan drama," ucap gue menghindar.

"Sudah cepat buka buku paket kalian halaman 60 sekarang, dan kamu tolong bacakan, Dolan."

"Saya yang baca, Buk?" tanya gue.

"Enggak bukan?"

"Oh ... kirain saya, Buk."

Pletak!!!

Kali ini bukan penghapus yang melayang ke kepala gue, tapi sepatu Guru itu yang mendarat ke kepala gue.

"Adedede. Ibu anak STM ya?"

"Kalau iya kenapa?!"

"Pantes bar-bar sekali, kepala saya mau pecah rasanya," ucap gue yang terus mengelus-elus kepala.

"Kan baru mau, belum pecah beneran. Yuk sini saya pecahkan itu kepala."

"Ma-maaf, Buk."

"Cepat baca materi itu."

Begitulah hari ter-sial yang gue rasakan pada hari ini, udah kena hukum jalan jongkok sampai ke kelas, eh di kelas kena hajar oleh lulusan anak STM.

...

Waktu keluar main telah tiba, gue langsung berlari menuju kantin dengan semangatnya.

Mengantri pada urutan dua puluh dalam barisan.

Awalnya masih normal transaksi antar siswa-siswi dengan penjual kantin, tapi ketika masuk antrian ke enam timbullah masalah panjang.

Cewek itu sangat ribet ketika memilih makanan, mau ini tapi gak jadi, mau itu tapi takut gendut.

"Hmm saya beli apa ya?" ucap wanita nyebelin itu.

Sang penjual hanya diam, pasti sambil ngomel dalam hati, soalnya terlihat dari mimik mukanya seperti orang marah tapi di pendem. seperti lu pada yang pendem perasaan ke doi, eh ujung-ujungnya malah di tikung temen, sedih.

"Neng sudah tahu apa yang mau di beli?" tanya si penjual.

"Bentar, Buk. Saya periksa kalorinya terlebih dahulu."

Dari belakang gue bisa melihat itu cewek beneran memeriksa jumlah kalori yang tertera dalam bungkusan.

"Woi! Cepetan dikit! Gue lapar nih!" teriak salah satu siswa di belakang itu cewek tapi di depan gue.

"Nah saya beli yang ini aja, Buk." Dia ternyata hanya membeli roti kering.

'Ini cewek mau ngajak ribut, milih jajan lama kirain bakalan beli banyak. Rupanya cuma satu doang, mana harganya cuma lima ratus doang lagi."

Gue di belakang sama teman-teman menunggu sambil bermain batu, gunting, kertas untuk mengisi kegiatan agar tidak bosan. Bahkan ada yang malah tidur berdiri.

Akhirnya giliran gue telah tiba setelah menunggu cukup lama, gue langsung membeli sesuatu yang sangat di butuhkan.

"Beli kerupuk sama sambal terasi bungkusan, Buk."

"Nih, semuanya tiga ribu," ucapnya memberikan pesanan gue.

"Terma kasih, Buk." Gue langsung pergi menjauh.

"Woi Tong! Lu main pergi aja, bayar dulu woi!"

"Eh maaf-maaf, Buk. Lupa saya," ucap gue malu.

"Lupa masa berkali-kali, tiap belanja selalu lupa."

Gue hanya ketawa kecil menahan malu, ya mau gimana lagikan. Namanya lupa juga.

Akhirnya sekian lama gue menunggu antrian, gue bisa membeli saus terasi bungkusan dan kerupuk satu bungkus. Gue langsung menuju kelas untuk menyantap bekal yang di bawah dari rumah.

Dengan semangat gue langsung duduk dan mengambil bekal yang ada dalam tas.

Kring!!!

"Sotong!!!" Baru aja gue mau buka tutup bekal ini, rupanya waktu istirahat telah selesai.

'*Kalau begini caranya, gue kudu harus mengeluarkan jurus terakhir tingkat tinggi ini."

"Kekuatan makan dua menit*!' gumam gue dalam hati.

Dengan semangat gue langsung menghabiskan bekal itu dalam waktu dua menit.

"Alhamdulillah kenyang," ucap gue sedikit cegukan.

Setelah itu gue langsung membereskan semuanya dan memasuki lagi tempat makan itu ke dalam tas.

"Eh ini apa bunyi-bunyi kalau di remas?" tanya gue heran ketika ingin mengangkat kantong plastik itu.

Ketika saat gue buka. "Kambing-kambing ... ini kerupuk lupa gue makan, astaga naga Indosiar," ucap gue kesal dengan meremas hancur itu kerupuk.

"Kenapa hari ini gue sial banget coba?"

Baru kali ini gue merasakan kesialan berturut-turut kaya cewek marah ketika PMS melanda.

...

Akhirnya waktu sekolah pun telah berakhir, seperti cinta kalian kepada doi yang rupanya berakhir di pelaminan, dia sama suaminya dan lu duduk di kursi tamu undangan sambil nangis makan permen.

Seperti kemarin gue langsung mencari si Melea untuk mengajak pulang bareng. Akhirnya gue menemukan dia di dekat gerbang sekolah.

"Melea!" panggil gue kepada si pujaan.

Dia berbalik pandangan ke arah gue, dengan rambut yang terkembang oleh hempasan angin.

'Widih udah seperti iklan shampo di televisi aja," gumam gue dalam hati ketika melihat Melea seperti itu.

"Ada apa, Lan?"

"Ayok pulang bareng lagi kita."

"Hmm ... maaf gue gak bisa nih. Lan."

"Lah kenapa?"

"Bapak gue jemput hari ini?"

"Yah di jemput, ya udah gue temenin menunggu bapak lu datang."

"Gak usah deh, mending kamu pulang aja duluan."

"Oh tidak bisa. Gue sudah berjanji untuk membuktikan ke bapak lu, kalau gue bukan cowok yang akan merusak lu, tapi gue adalah cowok yang akan menjaga lu dari apapun."

"Iya."

'Sotong! Sakit banget, ngomong panjang lebar dan dia balas cuma satu kata doang. Damagenya gak ada akhlak.'