Suasana pagi ini cukup membuatku tenang. Kabut masih terlihat lumayan pekat mengepul menutupi jalan. Angin menyapa dedaunan dengan lembut. Seperti mengikuti irama pepohonan bergoyang tanpa suara. Ku dongakkan wajahku keatas menatap langit tampak cukup cerah. Awan-awan kecil terlihat menggumpal di udara. "Aaaaa..indahnya," teriak ku lega.
"Sya, nanti pulang sekolah Kakak jemput ya?" tanya Kak Erik sembari memalingkan wajahnya kebelakang.
"Tidak usah Kak." jawabku cepat.
"Emang kenapa? Kakak nggak mau kamu naik angkot sendirian."
Aku diam sejenak, menjawab Kak Erik dengan malu-malu dan senyuman tipis. "Isya kan berat Kak." Kakak Erik hanya diam setelah mendengar jawabanku. Dari dulu sampai saat ini meski tubuhku melebihi berat pada umumnya. Kak Erik selalu bersedia memboncengkan ku kemanapun aku ingin pergi keluar tanpa ada keluhan. Aku tidak diperbolehkan keluar rumah sendiri. Dimana ada aku disitulah Kak Erik berada.
Setengah perjalanan aku mulai merasakan pegal yang cukup menyiksa dipantatku. Rasanya hampir mati rasa. Aku coba mengerakkan perlahan. Melepaskan pegangan yang sedari tadi melingkar diperut Kak Erik. Perasaan bersalah mulai datang menghinggapi pikiranku. Mengingat berat badanku ini. Pasti Kakak Erik tersiksa saat memboncengkan ku. Bisa aku pastikan kringatnya sudah mulai terasa melekat dibajunya.
"Kau tahu Sya, kamu adalah malaikat kecil Kakak. Ratu kecil dikediaman keluarga Subandi." Sepertinya dia sudah berhasil membaca pikiranku. Kegelisahan itu seperti diangkat dengan cepat. Dan membuatku merasa aman. Memiliki Kakak yang hebat, perhatian dan penuh kasih sayang. Ku eratkan penganganku dipingganya dan tanpa sadar senyumku melebar.
"Bagi Kakak kamu seperti anak kecil yang memiliki berat tidak kurang dari 24kg."
"Benarkah?" Aku tertawa sembari menggoyangkan badanku dengan kencang. Sehingga membuat keseimbangan Kak Erik menghilang. Dia hanya tersenyum dan mencoba menahannya. Kedua tanganku rasanya mulai gatal. Tanpa banyak pikir panjang aku mengelitikinya. Membuatnya semakin kehilangan keseimbangannya. "Isya..." teriaknya sambil tertawa lepas.
Dengan cepat aku langsung memeluk Kakak Erik erat-erat. "Aku sayang Kakak." Meski aku tidak bisa melihatnya. Tapi dapat ku pastikan bawa dia tersenyum saat mendengar ucapan ku.