*
*
*
*
Happy Reading :)
"Saya datang kemari bukan untuk membahas hal tersebut." Sindir Anna seraya menatap tajam Jhonatan. "Perjanjian kita selama beberapa tahun masih aman hingga saat ini. Lebih baik anda melakukannya lebih ...." Anna menghentikan ucapannya.
Han seraya tersenyum bergerak mengambil udara tepat di depan wajah Anna. Anna mengikuti tangan Han yang bergerak menjauh dari wajah Anna. Han berjalan mendekati Jhonatan dan meletakkan satu buah peluru di atas piringnya. "Saya kembalikan barang anda." Sela Han.
"Sambutan yang sedikit mengejutkan. Saya rasa tidak perlu berlama-lama di sini." Pamit Anna seraya berdiri. Jhonatan tertawa terbahak-bahak.
Anna memandanginya dengan wajah penuh keheranan. "Anna, Gadis sepertimu cepat atau lambat akan mati. Kau akan terlindungi jika berada di dekatku dan mendapatkan semua yang kau inginkan." Tukas Jhonatan dengan wajah serius.
Anna hanya memandanginya dengan tatapan merendahkan. "Tanpa melakukan itu semua, saya masih bernafas hingga saat ini. Jika anda menawarkan untuk mengembalikan nyawa orang tua saya, saya akan mempertimbangkan hal tersebut." Ucapnya seraya tersenyum lembut. "Saya permisi." Pamitnya lalu pergi diikuti oleh Han.
Jhonatan memandangi pintu yang tertutup dengan wajah kesal seraya mengepalkan kedua tangannya. Dia berjalan menghampiri sebuah telepon rumah yang berada di dekat pintu. Sebuah corong seperti terompet dia letakkan di dekat telinga kiri dan tangan kanan memegang gangang telepon di dekatkan ke mulutnya. "Buat seperti kecelakaan." Titahnya lalu meletakkan kembali ke atas meja seraya menghembuskan napas panjang.
...
Han memakirkan mobil di depan sebuah toko pakaian yang berjarak dua ratus meter dari sebuah toko roti, membantu Anna keluar dari mobil, dan berjalan mengekorinya. Cahaya matahari yang cukup terik di siang hari tidak membuat orang-orang berhenti berjalan di jalanan kota London. Anna berjalan santai tampa mengenakan jaket maupun topi melewati beberapa orang yang berjalalan terburu-buru.
Han berlari kecil mendekati nona mudanya, melepaskan jas pelayannya, dan meletakkan jas tersebut ke bahu Anna. Anna yang terkejut hanya memandanginya dengan wajah kebingungan. "Nona muda sungguh tidak menghiraukan kejadian romantis yang menimpanya." Gumam Han seraya tersenyum kecewa dan memandangi Anna menenteng jasnya di tangan kiri.
Sebuah toko roti kecil mengeluarkan aroma roti yang baru keluar dari panggangannya membuat siapa pun yang melewati toko tersebut akan merasa tergiur. Banyak orang yang keluar masuk dari toko roti itu membuat Anna hanya tertawa kecil.
Anna menghentikan langkahnya yang hanya beberapa meter dari tempat tersebut. Dia melihat seorang anak kecil bertubuh kurus, rambut hitam berantakan, mengenakan kemeja putih yang kumal, dan celana panjang hitam kotor, sedang melihat sekeliling. Dia menghampiri etalasi toko roti tersebut, mengambil beberapa roti, dan keluar dengan tenang. Anna memandanginya dengan wajah kagum.
Anak laki-laki tersebut berlari menjauh setelah berhasil membawa beberapa roti di tangan kecilnya. Saat berlari pun, tidak ada suara yang muncul dari sepatunya. Gerakannya sedikit lambat dalam mencuri, tapi semua orang yang berlalu-lalang seolah tidak memperdulikan kehadiran anak kecil tersebut. Han hanya memandang datar yang menjadi perhatian nona mudanya.
Anna segera berjalan memasuki toko roti tersebut dan melihat sekeliling. Para pekerja di toko tersebut sibuk melayani pelanggan. Aroma roti yang telah masak tercium harum di hidung setiap pelanggan toko tersebut. Anna mengambil keranjang kecil yang terbuat dari rotan. Keranjang roti disediakan oleh pihak toko untuk pelanggannya yang mengambil roti lebih banyak. Anna mengambil beberapa roti kesukaannya dan saudara tuanya.
"Nona muda, ini yang anda cari." Ujar Han dengan dingin seraya meletakan beberapa roti bundar dengan bagian tengah berisi selai berwarna ungu ke dalam keranjang roti yang Anna bawa.
"Terima kasih." Ucap Anna seraya tersenyum dan pergi menuju kasir. Anna berhenti setelah beberapa langkah dari Han, membalikkan badan, dan berjalan menghampiri Han. "Aku melupakan jasmu." Sambungnya seraya mengembalikan jas Han. Han menerimanya dan memandangi punggung nona mudanya dengan wajah keheranan. Perlahan wajahnya kembali tersenyum seraya menggelengkan kepala.
Han menunggu Anna di depan toko roti. Butuh waktu kurang dari tiga puluh menit untuk mengantri dan menyelesaikan pembayaran. Anna keluar dari toko tersebut dengan tenang dengan tangan membawa kantong kertas berwarna coklat. "Anda tidak membiarkan orang lain mendahului anda, bukan?" Tanya Han dengan dingin.
Anna hanya tersenyum lebar menunjukkan gigi putihnya. Han menghembuskan napasnya dengan berat. "Saya rasa ini akan menjadi hari terakhir anda untuk membeli sesuatu. Lain waktu izinkan saya membelinya untuk anda." Imbuhnya tak kalah dingin.
"Baiklah. Lain waktu kau yang melakukannya." Pasrah Anna seraya tersenyum tenang. Mereka berdua berjalan beriringan menuju mobil Anna yang terparkir.
...
"Nona muda, saya tahu alasan anda untuk memutuskan ikatan pertunangan. Akan tetapi, saya penasaran, apakah anda tidak merasa bersedih atau apapun itu?" Tanya Han memecahkan keheningan antara dirinya dan Anna.
Anna yang sedang membaca menjadi terhenti dan memandangi Han. "Tidak tahu. Apa aku harus bersedih atau senang dengan hal tersebut. Hanya satu hal yang pasti adalah ... sebuah perasaan lega. Aku mengerti kenapa Ardian dari dulu tidak mau bertunangan dengan siapa pun." Jawab Anna dengan santai dan melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
Han tertawa kecil. "Seperti halnya tali kekang pada seekor anjing. Anda tidak bisa melakukan apa pun dengan bebas. Pada akhirnya, keputusan tersebut membuat anda seperti seorang anak yang tidak menghormati permintaan terakhir orang tua yang sudah meninggal." Ejeknya.
"Benar. Aku tidak peduli yang mereka pikirkan tentangku karena mereka tidak tahu kebenarannya. Aku juga tidak akan meminta mereka untuk mengerti karena itu hanya akan membuang-buang tenaga." Ungkap Anna.
Han melirik Anna sekilas dan memandangi jalanan yang cukup sepi. Rumah Anna berada jauh di keramaian kota meski hanya memakan waktu satu jam tiga puluh menit menggunakan kendaraan. Kawasan yang tidak ramai dan melewati hutan kecil merupakan hal biasa.
Sebuah mobil silver melaju dengan kecepatan sedang dari arah berlawanan. Perlahan mobil tersebut semakin dekat dengan mobil yang dikendarai oleh Anna dan Han. Mobil silver tersebut membelok dengan tajam dan mengarah ke mobil yang dikendarai Han. Han yang terkejut segera menginjak rem.
Sayang sekali rem yang diinjak oleh Han tidak berfungsi dengan baik, membuatnya harus banting setir ke kiri jalanan yang terdapat jurang yang tidak terlalu dalam. Anna yang kebingungan merasa dirinya terguncang mengikuti arah mobil yang mendadak membuat kepalanya membentur pintu mobil. Han mencoba mengerem lagi meski gagal dan dengan sengaja dia menabrakkan diri ke sebuah pohon yang tidak terlalu besar hingga asap muncul dari bagian depan mobil.
Anna meringis kesakitan. "Ada apa? Apa yang terjadi?" tanyanya dengan kebingungan.
Han memegangi kepalanya, memutar kepalanya untuk melihat keadaan nona mudanya. Pelipis kanannya mengeluarkan darah segar membuat Anna membulatkan mata. Segera Anna keluar dari mobil seraya membawa tas jinjing. Anna segera berlari membantu Han yang terlihat kualahan untuk segera keluar dari mobil.
Anna melingkarkan tangan kiri Han ke lehernya dan tangan kanan Anna melingkar ke pinggang Han. "Kau iblis. Kenapa kau lemah sekali?" cibir Anna seraya berjalan menjauh dari mobil seraya membawa tas jinjing di tangan kirinya.
Han tertawa lirih dan melepaskan diri dari Anna setelah beberapa meter dari mobilnya. "Saya bercanda." Ujarnya seraya tersenyum dan berdiri dengan tagap. "Sepertinya ada seseorang yang ingin membunuh anda, nona muda. Apa anda mengenal mobil silver yang anda lihat saat kita hendak pergi dari panti asuhan itu?" Tanya Han seraya menerima sapu tangan dari Anna.
"Tidak. Aku hanya merasa aneh dengan mobil tersebut. Kenapa? Selain itu, kenapa kau membuat kita masuk ke dalam jurang ini? Apa ada hewan yang membuatmu harus seperti ini?" Tanya Anna dengan wajah penasaran.
Han mengembalikan sapu tangan Anna. Pelipisnya sudah telah bersih dari darah yang telah mengalir sebelumnya. "Sebuah mobil berputar secara mendadak, rem mobil kita blong, dan mobil tersebut sangat mirip dengan yang kita lihat di dekat panti asuhan itu." Han menghembuskan napas dengan berat. "Maafkan saya yang tidak bisa mengingat plat nomor tersebut." Sesalnya seraya membungkukkan badan, dan tangan kanan menempel ke dada kirinya.
"Aku lapar. Lebih baik kita pulang." Ungkap Anna seraya memegang perutnya. Sebuah suara ledakan terdengar sangat keras. Anna dan Han yang mendengarnya segera menoleh ke sumber suara tersebut. Mobilnya meledak. "Han, kejar dia! Jangan sampai dia tiba di kota." Titah Anna. Han membungkukkan badan dengan tangan kanan menempel ke dada kirinya dan pergi meninggalkan Anna. "Jhonatan, apa dia merencanakan hal ini?" tanyanya pada diri sendiri setelah Han pergi.