Kepanasan

Sore menjelang, Haruna mencari Kiara karena sudah waktunya mandi. Kiara sedang asyik bermain boneka di ruang tengah.

"Kia, Sayang. Mandi, yuk!"

"Iya, Ma." Kiara menghampiri Haruna dan pergi ke kamar mandi bersama. Haruna mandi bersama Kiara. 

Mereka bermain busa yang menutupi air di dalam bak mandi. Essens bunga melati adalah sabun yang sangat disukai oleh Haruna. Wanginya membuat Haruna merasa seperti seorang putri keraton. Ia memakaikan shampo di rambut Kiara, begitupun sebaliknya Kiara. Ia bermain-main dengan rambut panjang Haruna yang penuh busa shampo.

"Sini dibilas, Sayang! Nanti perih ke mata. Tutup matanya!" seru Haruna sambil menyalakan kran shower. Ia juga membuka penutup saluran bak mandi. Air mengalir menghilangkan busa yang tadi mereka mainkan. 

Haruna dan Kiara layaknya ibu dan anak kandung. Ia sangat menyayangi Kiara. Gadis kecil itu pun sudah melupakan ibunya. Mila bisa tenang di alamnya karena ada Haruna yang menjaga dan menyayangi putri semata wayangnya.

"Sudah bersih. Ayo, Mama bantu Kia pake baju, terus kita jalan-jalan. Kia, mau, kan?"

"Mau. Horee!" Kiara menjawab sambil bersorak kegirangan. Mereka sudah lama tidak menghabiskan waktu berdua. Kiara sangat rindu dengan kebersamaan mereka, rindu dengan pelukan Haruna saat menidurkannya malam hari, rindu dengan cerita yang dibacakan Haruna sebelum ia tidur.

"Oke, tapi Kia harus nurut sama Mama, oke!"

"Oke." 

Haruna mengepang rambut Kiara dan memakaikan dress pink dengan motif barbie. Setelah selesai, ia menyuruh Kiara menunggunya di ruang tengah karena ia harus mengganti baju dan merias wajahnya. Kiara berlari ke ruang tengah dan Haruna menutup pintu kamarnya.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar ketukan pelan dari luar jendela kamarnya. Alis Haruna bertaut. Ia memandang jendela kamar dan menajamkan pendengarannya. Suara ketukan pelan itu kembali terdengar. Haruna melangkah perlahan dan mengintip dari tirai jendela.

"Tristan!" pekik Haruna pelan. Ia membuka jendela dan Tristan segera melompat masuk. Haruna segera menutup kembali jendela dan berlari mengunci pintu kamar. Dengan suara setengah berbisik ia memarahi Tristan.

"Mau apa kamu kesini?" tanya Haruna dengan hati berdebar ketakutan. Ia tahu Anggi, sang ibu, begitu membenci Tristan. Kalau sampai Anggi tahu, pasti akan ada keributan di rumah itu.

Bukannya menjawab, Tristan justru memerangkap tubuh Haruna ke dinding. Ia menggerayangi leher Haruna dengan telunjuknya. Membuat gadis itu harus menahan napas karena gugup. Haruna belum sempat memakai baju. Ia masih memakai handuk kimono tanpa lapisan apapun di dalamnya.

"Aku sangat merindukanmu," bisik Tristan di dekat cuping telinga Haruna.

Darah Haruna berdesir merasakan embusan napas dari mulut Tristan. Ia tidak dapat mengontrol debaran di dadanya yang semakin cepat. Apalagi saat bibir Tristan mengecup telinganya.

"Tristan, aku mohon, pergi!" Napas Haruna tidak beraturan, wajahnya memerah karena kecupan lembut di telinganya. 

"Aku akan pergi, tapi biarkan aku melepas rinduku dulu," jawab Tristan.

"Melepas rindu, apa, sih. Kita baru saja makan bersama, tiga jam yang lalu," balas Haruna. 

Tristan tidak mendengarkan ucapan Haruna. Ia memeluk erat pinggang Haruna lalu mulai beraksi mengecup leher Haruna. Gadis itu sampai harus menutup mulutnya karena hampir saja berteriak kaget. Bibir Tristan menjelajah setiap jengkal leher Haruna. Tubuh yang semula dingin setelah mandi, kini berubah menjadi panas karena kelakuan Tristan.

"Tristan! Jangan! Uhm …." Haruna tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena Tristan segera membungkam mulut Haruna dengan kecupan. 

Haruna mendorong tubuh Tristan, tapi tentu saja tenaganya tidak sanggup melawan tenaga Tristan. Tristan semakin memperdalam kecupannya. Ia menghisap lidah dan bibir Haruna. Lidah Tristan menjelajah rongga mulut Haruna, membuat gadis itu seakan kehabisan napas. Lutut Haruna terasa lemas.

Tristan semakin berani. Tangannya menyusup ke balik handuk kimono dan mempermainkan bukit kembar itu dengan lembut. Haruna memberontak, tapi gagal. Jika saja Haruna tidak takut ketahuan oleh Anggi, Haruna pasti sudah berteriak meminta dilepaskan.

"Tristan, aku mohon, jangan!" bisiknya. 

"Jangan berhenti?" tanya Tristan sambil tersenyum.

"Jangan diteruskan!" ucap Haruna dengan susah payah menahan suaranya agar tidak terdengar keluar.

Tristan melepaskan pelukannya dan menatap wajah Haruna yang memerah bak tomat cherry. Keringat mengucur di leher Haruna, membuat leher Haruna terlihat sangat menggoda bagi Tristan. Ia mendekatkan wajahnya kembali untuk mengecup leher Haruna, tetapi Haruna segera menutupi lehernya dengan kedua tangan.

Tok! Tok! Tok!

"Ma, Kia bosan nunggu Mama. Ayo, Ma, kita jalan-jalan!" ajak Kiara dari depan pintu kamar.

"Iya, Sayang. Sebentar lagi Mama keluar," jawab Haruna. Terdengar langkah Kiara menjauh dari kamarnya. Haruna mengembuskan napas lega.

"Kalian mau pergi, kemana?"

"Iya, kami akan pergi berjalan-jalan sore. Kemanapun itu, kamu tidak perlu tahu. Yang penting, besok aku kembali ke rumahmu," jawab Haruna dengan ketus.

"Hum, kamu sangat menggemaskan kalau lagi cemberut. Bikin aku pengen …."

Haruna menatap tajam pada Tristan. Seolah mengancam kalau Tristan berani melanjutkan ucapannya, lihat saja nanti! Dan Haruna berhasil membuat Tristan berhenti bicara. Ia mengeluarkan kartu kredit tanpa limit dan memberikannya pada Haruna.

"Ini, pakailah untuk membeli apapun yang kau mau. Jangan berani melirik pria lain!" ancam Tristan.

"Aku punya simpanan uang di lemari. Jadi, simpan saja kartu kredit kamu itu! Aku tidak butuh," tolak Haruna.

"Terima atau aku teriak," ucap Tristan sambil bersiap berteriak.

Haruna segera menyambar kartu di tangan Tristan. Ia tidak mau mengambil resiko ketahuan Anggi. Meski dengan terpaksa, Haruna tetap berterima kasih.

"Terima kasih. Sekarang, cepat pergi. Aku mau ganti baju," ucap Haruna.

"Aku akan pergi setelah melihat kamu ganti baju," goda Tristan.

"Tristan!" bentaknya dengan suara tertahan. Matanya menatap tajam. Ia sudah sangat kesal menghadapi Tristan.

"Oke, oke. Aku akan pergi sekarang," ucap Tristan. Ia mengecup kening Haruna sebelum pergi. "Ingat! Awas kalau berani nakal di belakangku!"

"Aku akan menggoda laki-laki satu mall," jawabnya menantang.

"Akan aku patahkan semua leher lelaki yang kamu goda!" balas Tristan.

Haruna tersenyum geli dengan ancaman Tristan. Ia berpikir hal itu tidak mungkin. Tapi, Haruna tidak tahu jika ancaman Tristan akan menjadi kenyataan kalau Haruna benar-benar menggoda pria lain.

Tristan melihat kanan kiri sebelum keluar dari kamar Haruna. Setelah merasa yakin kalau keadaan aman, Tristan baru melompat keluar dari jendela. Haruna menutup kembali jendelanya. Tanpa Haruna sadari, Ikhsan ternyata melihat semuanya. Ikhsan melihat Tristan mengendap-endap keluar dari kamar Haruna.

"Siapa laki-laki itu? Kak Haruna bukan wanita yang biasa memasukkan laki-laki sembunyi-sembunyi seperti itu. Aku bahkan belum pernah mendengar Kak Haruna pacaran. Jadi, siapa dia?" Ikhsan bertanya-tanya dalam batin. Ia menjadi penasaran dengan kehidupan Haruna. Yang Ikhsan tahu kalau Haruna disekap oleh orang yang dihutangi oleh ayah Haruna, Kamal.