Prang
Kaca yang pecah akibat lemparan keras sebuah tongkat besi yang dilayangkan memenuhi lantai.
"You pretty old scumbag, usia memang membuat seseorang tambah bodoh, i just ask you to bring me that woman, but you can't" maki lelaki yang menjadi pemimpin kumpulan pengedar narkoba itu.
Ia memakai tudung kepala yang terbuat dari kain tipis berwarna hitam. Kursi yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran-ukiran menyeramkan menjadi tempatnya duduk dengan gaya angkuh dan kemarahan yang menghiasi wajahnya.
Seorang pria paruh baya yang tak lain adalah Mr.Korsakov tersungkur didepannya memekik saat tendangan kembali diarahkan padanya oleh bodyguard-bodyguard yang datang bersama pemimpin berdarah dingin itu.
Pria paruh baya lainnya yang tak lain adalah Mr.Brown berdiri gemetaran dan saling menautkan jemarinya kuat-kuat. Menanti dengan kekhawatiran luar biasa, menduga-duga hukuman apalagi yang akan ia peroleh karena telah gagal mendapatkan target konsumen narkoba yang baru.
Jika Korsakov yang selalu berhasil mendapat target baru tetapi punya setoran yang menumpuk, diberi hukuman membawa seorang gadis perawan sebagai ganti hutang, mungkin Brown yang gagal mendapat target sekaligus setoran menumpuk akan mendapat hukuman yang lebih mengerikan.
"Apa yang harus kuperbuat dengan pria tua yang tak berguna ini?" ucap pemimpin itu sambil mendekati Brown lalu menendang tulang kering Brown hingga membuat pria paruh baya itu tak bisa menahan jeritannya.
Well, seharusnya diusia ini ia bersantai membaca koran harian dengan menikmati secangkir kopi, tetapi ia malah tenggelam dalam kubangan lumpur hitam yang tak akan mengizinkan ia lepas walau sedetik.
"Aku perlu berpikir matang sehingga hukumanmu setimpal dengan kebodohanmu, tunggu saja, bloody fool" lanjut pemimpin itu sambil berjalan keluar dari bangunan berdebu itu diikuti bodyguard-bodyguardnya.
"Kau lebih bodoh sialan" maki Brown dalam hati.
Sebenarnya Brown sejak awal tidak tahan melalui semua ini.
Egonya sering berteriak kesal saat ia harus menuruti perintah dari orang yang lebih muda. Namun, kebodohan membuatnya yang ingin hidup mewah malah selalu membawanya kembali kedalam arus hitam ini saat ia sudah memutuskan untuk berhenti.
Otaknya selalu bertanya
"Pasti enak sekali melihat keindahan gelimang harta itu dari atas bukan?"
Melihat memang indah, tapi mata dan telinganya sudah tertutup sehingga ia menolak percaya bahwa menciptakan sesuatu yang indah lebih bermakna daripada melihat keindahannya saja.
***
"Biarpun sekarang sudah ada pertolongan kesehatan yang jauh lebih baik juga ada transplantasi organ, tetapi itu bukan jalan keluar yang terbaik. Jangan terlalu anggap sepele dengan luka-lukamu, Ed. Menyombongkan dirimu yang sudah biasa terluka is not cool at all. Yours fits you the best, mine fits me the best. So,keep your body healthy as well as possible" nasehat Dixie panjang lebar.
Wanita itu tengah fokus mengganti perban dibahu Edith yang sekarang tersenyum bodoh mengamati Dixie seolah wanita itu adalah sebuah tontonan yang tak bisa dilewatkan.
"Ed, kau tau saat dirumah Gano,," Dixie mendongakkan kepala dan menghentikan ucapannya saat menemukan ekspresi bodoh Edith.
Don't give me that look again, Ed. I can be killed with that look pinta Dixie dalam hati seolah Edith dapat mendengarnya.
"You're looking really good today, i can't take my eyes of you" goda Edith.
"Well, blue is really in this year" komentar Dixie menyebut warna pakaiannya berharap Edith tak melanjutkan godaannya.
"Alright, ada apa dengan rumah Gano?".
"Hmm, ada sebuah foto yang cukup unik berbeda dari yang lain, isinya berupa angka, mungkin tanggal lahir seseorang, apa Gano punya kekasih? Actually, aku cukup meragukan hal itu mengingat ucapanmu yang bilang kalau Gano sangat lemah terhadap banyak wanita".
Edith terkekeh dan mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kau yakin itu bukan tanggal lahir Gano?"tanya Edith memastikan.
"Ya, pesta topeng waktu itu kan diadakan pertengahan oktober, jadi sudah pasti itu bukan tanggal lahirnya, kalau saja Gano tidak mengganti tanggal lahirnya"gurau Dixie menjawab pertanyaan Edith.
"Aku akan menyelidiki hal ini, sepertinya akan sangat seru mengerjai Gano kalau ia betul-betul jatuh cinta pada satu orang wanita sampai memasang foto itu" tutur Edith
"You really like bothering other's relationship" komentar Dixie.
"So, you want to talk about our relationship?" tanya Edith sambil menaik-turunkan alisnya.
Dixie yang tak siap dengan serangan godaan Edith gelagapan, apalagi wajah lelaki itu mendekat.
"Your face is doing the red thing again" tutur Edith meledek wajah Dixie yang merona.
"What am i doing? I'm not committing a criminal, tetapi mengapa rasanya seakan tertangkap basah setelah melakukan suatu kesalahan" tanya Dixie dalam hati.
"Darn you, Ed" Dixie melempar bantal sofa hingga mengenai bahu Edith yang sedang diperban membuat lelaki itu memekik dan Dixie tertawa puas.
***
"What are u doin' now?"tanya Dawn setelah menerima telepon Dionne.
"Hei, apa kau tidak bisa menyapa dulu terlebih dahulu saat menerima telepon?" tanya Dion kesal.
"Aku hanya khawatir, my Dion"
"Tak usah coba-coba menghiburku"ungkap Dion kesal.
Sudah beberapa hari ini ia melancarkan aksi marah pada Dawn setelah mengetahui Dawn menemui mantan kekasihnya. Hal itu bermula saat Dion tak sengaja melihat Dawn dan mantan kekasihnya disebuah kafe padahal Dawn dan wanita itu hanya membahas kerjasama yang akan dilakukan kedua perusahaan masing-masing.
"Bukankah hal ini wajar didrama atau novel?".
"Dasar kutu buku".
"Aku bercanda, terkadang hal ini perlu supaya terjadi keseimbangan dalam kehidupan ini. Dia sudah punya suami Dion, like a real fuckin' husband, aku menghiburmu, disana wanita itu menghibur lelakinya. Bukan begitu? Aku tidak akan coba-coba berpura-pura bersikap lembut. Aku akan terang-terangan mengatakan apa yang ingin kukatakan supaya tidak terjadi kesalahpahaman lagi. So what are u doin' now?"
"Doing the laundry. Bisa aku meminta sesuatu untuk kau bawakan saat pulang nanti?".
"Sure, what do u want me to bring?".
"Nutella".
"Hanya pasta coklat?".
"Heu-um".
"Baiklah".
"See you, Dawn" ucap Dion masih dengan nada merajuk membuat Dawn terkekeh.
"See you sweety" ucap Dawn lalu menutup teleponnya.
"Apa wanita hamil memang semanja itu?" tanya Edith yang sedari tadi duduk disofa ruang kerja Dawn.
Edith sering mengunjungi perusahaan Dawn seperti sekarang. Tidak banyak yang tahu kalau keduanya dekat. Tidak banyak juga yang tahu bahwa Edith yang tampak bebas punya sebuah perusahaan yang ia rintis dari kecil hingga besar seperti sekarang.
Apa Edith sudah pernah menceritakan soal perusahaannya? Edith rasa belum. Ia sengaja melewatkan soal pekerjaannya saat mengajak Dixie menceritakan kehidupan masing-masing.
Ia tidak terlalu suka orang-orang mengenalnya sebagai pemilik EMC Enterprise. Ia lebih suka orang mengenalnya sebagai Edith, just Edith Marjorie Cromwell.
"Ya, Dion akhir-akhir ini semakin manja, sepertinya ibu hamil memang seperti itu"jawab Dawn.
"Aku jadi ingin tahu seperti apa jika Dixie yang menjadi seperti itu"
"If you want to see that kind of Dixie, nikahi dulu dia, jangan sampai kau menjadi bastard yang meniduri seorang wanita hanya untuk melihat sikap manjanya saat hamil" gurau Dawn
***
Dixie berjalan menelusuri lorong gedung supplier bunga sambil sesekali menyentuh atau menghirup aroma bunga yang menenangkan. Krisan, tulip, mawar dan masih banyak lagi ditata dengan rapi.
Menyempatkan waktunya untuk sesekali mampir ketempat ini merupakan favorit Dixie. Rasanya seperti istirahat sebentar dari segala masalah yang sedang ia hadapi dengan melihat beragam jenis bunga dengan warna-warna yang lembut hingga terang.
Dixie sesekali berpapasan dengan pemilik toko bunga lain yang ia kenal.
Tak
Lampu diseluruh bagian gedung ini tiba-tiba padam.
"What's goin' on?"pekik Dixie
Tak, tak, tak, tak
Suara langkah seseorang semakin terdengar jelas dipendengaran Dixie. Mau tak mau ia berpikiran buruk soal hal ini.
"Wanna playing game, pretty lady?"bisik seseorang ditelinga Dixie. Suaranya begitu familiar. Kemudian suara langkah kembali terdengar tetapi kali ini menjauh.
Tak
Lampu kembali menyala. Dixie mencoba mencari sosok yang berbisik tadi tetapi tidak ditemukannya.
"Dixie"
Seseorang menepuk pundak Dixie yang tak lain adalah Edith mengejutkan wanita itu.
"Bagaimana bisa kau tahu aku disini?" tanya Dixie
***
Ponsel Edith berdering menampilkan nomor tak dikenal. Sebuah pesan masuk tanpa identitas.
want to join me playing a game? ~pleasant friend
"Dawn kita dapat masalah" tutur Edith sambil menunjukkan isi pesan berisi foto Dixie yang diterimanya tadi kepada Dawn.
"Shit"
"Bisakah kau lacak nomor ini Dawn? Aku akan menyusul Dixie"
Dawn mengangguk.
***
Prang
Sederet kaca disebelah kiri gedung pecah bersamaan. Dixie menatap Edith penuh tanya dan rasa panik.
"There's no time to talk, come on"
Dixie berlari dengan tangan dalam genggaman Edith. Nafasnya mulai tersengal-sengal saat berlari semakin jauh, mungkin faktor ia jarang berolahraga.
Dixie mengumpat saat melewati pasangan yang sedang berciuman.
"Ow that shitty shit"
"Let's do that another time, run Dixie run" ucap Edith setengah berteriak memperingatkan Dixie yang sempat melambat saat melihat pasangan itu.
Mereka sudah mencoba menggunakan lift tetapi setelah menunggu lama tak kunjung terbuka sehingga mereka memutuskan melewati tangga darurat.
"Careful you both, it's a shame fell from that high" sebuah teriakan menggema menimbulkan tanda tanya besar pada dua orang yang sedang berlari itu.
"Ouch"
"Are you okay?"tanya Edith khawatir
"Oh i'm good" jawab Dixie
"Damn,still good" ucap Dixie lagi saat kakinya kembali menyandung tiang pegangan tangga daruDixi
"Thank God" ucap Dixie lega saat mereka sudah mencapai lantai satu.
Sebelum Edith dan Dixie keluar, sebuah siluet berlari menjauh kembali menaiki tangga.
"Don't make it easy for us" teriak Edith pada sosok itu menantang orang yang coba-coba mempermainkan dia dan Dixie.
TBC
🦋20 Juli 2020🦋