Hadiah

"Mengapa kamu tidak mau mendekat? Aku ingin minum teh," kata Bima sambil berdeham, menyembunyikan kecanggungannya.

Anya menatap Bima dengan terkejut. Ia tidak bisa mempercayai apa yang ia dengar. Apakah Bima sudah mengakuinya sebagai menantu.

"Silahkan tehnya, Ayah." Anya memberikan cangkir teh itu dengan sangat sopan, menggunakan kedua tangannya.

"Hmm …" Bima bergumam tidak jelas, tetapi langsung meminum teh itu.

"Kakek sudah meminum teh dari bibi dan mengakuinya sebagai menantu. Apakah kakek tidak ingin memberi hadiah pernikahan?" kata Nico dengan bersemangat.

"Hadiah?" Bima mengerutkan keningnya. Terakhir kali ia memiliki menantu adalah saat Maria menjadi istri putra pertamanya, Ardan. Dan sudah 26 tahun berlalu sejak saat itu.

"Tidak usah repot-repot!" Anya langsung bergegas menolak. Mendapatkan pengakuan dari Bima saja sudah menjadi hadiah terbaik untuknya.