Mengingat kejadian wanitanya bercumbu dengan pria lain membuatnya geram. Berani-beraninya wanita itu mengkhianatinya padahal ia sudah memberikan segalanya. Seharusnya wanita itu tahu diri dengan kebaikannya yang ia berikan tapi wanita itu mengkhianatinya dengan asik bercumbu bersama pria lain. Dasar wanita jalang, pekiknya.
Marco meminggirkan mobilnya di bahu jalan saat ia berada dalam masalah besar. Ia tidak bisa menyetir dalam suasana hati yang getir. Besok malam adalah hari besarnya di mana semua orang akan memberikan ucapan ‘selamat menempuh hidup baru’. Marco tidak mempedulikan calonnya yang telah berselingkuh. Yang ia pedulikan adalah reputasinya di publik. Bisa-bisa media menertawakannya dan menyudutkannya dengan berita ‘seorang Marco Reynand gagal menikah karena calonnya berselingkuh’. Shit, Marco tidak bisa membayangkan jika dirinya menjadi berita utama di awak media. Ia tidak ingin ada reputasi buruk yang menyandang statusnya sebagai aktor papan atas di dua negara.
Bertahun-tahun Marco berkarir. Selama karirnya tidak pernah ada berita miring satu pun. Dan kini ia harus menerima berita miring yang akan datang? Tidak. Reputasinya adalah segalanya bagi Marco.
Marco terus merutuki mantannya itu. Untung saja Marco membentengi dirinya untuk tidak menyimpan cinta terlalu dalam terhadap wanita mana pun. Jadi, rasanya biasa saja tidak ada perasaan sakit hati hanya saja Marco kesal dan pusing harus mengatakan apa di publik besok malam. Itulah yang saat ini paling Marco pusingkan, memusingkan reputasinya bukan mantannya yang jalang itu.
Berkali-kali si jalang itu menelepon Marco, tapi Marco lebih memilih mengabaikannya. Marco yakin wanita itu merengek untuk meminta maaf dan kembali padanya. Jangan harap. Marco tidak sudi menikahi wanita macam dia, ia lebih baik di suruh berpikir ekstra memikirkan reputasinya dari pada harus menikahi mantannya itu. Dan lebih beruntungnya lagi wanita itu tidak berprofesi sebagai artis jadi bebannya tidak bertambah. Jika si jalang itu bicara yang tidak-tidak pada media, Marco bisa mengelaknya karena Marco tahu masyarakat mempercayainya. Marco pria yang jauh dari berita buruk dan ia pria yang baik hati-hanya di depan media. Image-nya di media nyaris sempurna.
Tiba-tiba Marco sudah dikejutkan dengan kehadiran wanita asing di dalam mobilnya. Wanita asing itu masuk tanpa permisi dan wajahnya begitu panik penuh dengan cucuran keringat di pelipisnya.
“Tolong aku. Bawa aku pergi dari sini,” pinta wanita asing itu, napasnya terpotong-potong.
“Apa?” Marco membelalak. Keterkejutannya belum pulih dan wanita itu menambah keterkejutannya.
“Jangan banyak bertanya. Aku mohon,” desaknya, “mereka ingin menculikku, tolong aku. Bawa aku pergi dari sini.” ia mengguncang-guncangkan lengan Marco.
Marco melirik kaca spion kanannya. Ada beberapa orang yang sedang berlari menuju mobilnya-lebih tepatnya menuju wanita asing ini yang menyelundup masuk ke dalam mobilnya.
“Cepat! Hidupkan mesinnya atau aku bisa mati!” pekik wanita itu yang wajahnya semakin panik tidak karuan.
“Aku tidak ingin ikut campur. Sebaiknya kau selesaikan masalahmu dengan mereka,” ujar Marco dengan santai. Matanya masih menatap spion mobilnya. Mereka semakin dekat.
“Mereka akan menyelesaikanku dengan menggantungku! Kau tidak lihat muka mereka menyeramkan? Aku mohon, bawa aku pergi dari sini. Aku akan melakukan apa pun jika kau membawaku pergi dari sini,” pintanya tergesa-gesa.
Muka mereka memang menyeramkan, seperti preman. Tapi itu bukan urusan Marco. Marco tidak pernah peduli dengan urusan orang lain. Tapi…mendengar wanita di sampingnya akan mengatakan apa pun, Marco tersenyum kecil. Dalam beberapa detik ia menghidupkan mesin mobilnya dan melaju kencang sampai mereka hilang dari pandangannya.
Aku akan melakukan apa pun.
Marco mengulangi kalimat wanita itu. Sebenarnya Marco tidak tahu akan melakukan apa pada wanita yang bersedia melakukan apa pun itu. Kalimatnya terdengar menggiurkan disela kepanikannya, itu saja. Tidak lebih.
Marco mengurangi kecepatan mobilnya saat menyadari tidak ada yang mengikutinya. Sudut mata Marco melirik pada wanita di sampingnya. Penampilannya luar biasa. Luar biasa berantakan. Marco bertanya-tanya kenapa wanita ini dikejar-kejar oleh orang-orang macam tadi.
Marco kembali meliriknya sekali lagi dan ia langsung menginjak pedal rem mobilnya yang kebetulan sedang berada di bahu jalan. Marco begitu terkejut saat menyadari wanita itu memakai gaun pernikahan. Itu artinya dia sedang kabur di acara pernikahannya dan Marco malah membantunya. Damn, umpatnya.
Mobil Marco yang berhenti begitu mendadak membuat wanita itu terbentur ke depan. Wanita itu menoleh pada Marco dengan kesal.
“Kenapa berhenti?” tanyanya dengan nada kesal seraya mengelus jidatnya yang terbentur.
“Kau membawaku dalam masalah besar. Aku tidak ingin melarikan pengantin wanita! Aku harus mengembalikanmu,” papar Marco jengkel. Wanita di sampingnya akan menambah masalah di hidup Marco. Marco tidak ingin menambah masalah di saat masalah dirinya belum terselesaikan.
Marco hendak memutar arah mobilnya, bermaksud kembali ke tempat di mana wanita itu masuk ke dalam mobilnya. Tapi wanita itu langsung memohon untuk tidak kembali ke tempat itu.
“Aku mohon jangan kembali ke tempat tadi. Aku tidak akan hidup lama jika kau menyerahkanku pada mereka. Kau harus membantuku.”
Apa wanita ini dipaksa menikah karena hutang? Tanya Marco dalam hatinya.
“Aku tidak ingin menambah masalah dengan membantu pengantin melarikan diri.”
“Kau tidak mengerti situasinya. Membantu nyawa seseorang itu adalah pahala. Jadi tolong selamatkan hidupku dan aku berjanji akan melakukan apa pun asalkan jangan bawa aku kepada mereka dan bawa aku pergi jauh dari sini.” Wanita itu menampakkan wajah memelasnya yang sebenarnya tidak akan berpengaruh sama sekali pada Marco. Marco memiliki hati baja yang dingin.
“Ah shit! Itu mereka. Ayo jalan!” titahnya.
Marco melirik spion mobilnya. Ada dua mobil yang dihiasi bunga pengantin melaju kencang.
Marco menginjak pedal gasnya dan melaju kencang. “Kau membawaku dalam masalah besar dan aku ingin kau membayarnya!”
Bukan membayar dengan uang yang Marco maksud melainkan membayar hal yang setimpal atas apa yang telah Marco lakukan.
Wanita itu memakai sabuk pengaman sambil berkata, “Lebih baik kau berhenti bicara dan fokus!”
Cih. Wanita itu seharusnya berterima kasih padanya bukan memerintahnya. Marco tahu apa yang harus ia lakukan. Satu hal lagi, Marco pandai balap mobil karena ia sering adu balap liar.
Marco memacu kecepatannya lebih cepat. Suara mesin mobil menderu kencang saling bersahut-sahutan membelah sore yang sepi. Marco tidak tahu kenapa jalanan ini tiba-tiba sepi. Biasanya selalu padat dengan kendaraan. Marco tersenyum remeh melihat Ferrari Spyder yang berada di belakangnya, berusaha mengambil posisi terdepan. Tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Melihat ada perempatan di depannya, Marco mengganti gigi sesaat sebelum membanting kemudi ke kiri, memasuki tikungan yang tajam. Membuat mobilnya melaju dalam posisi miring yang memukau. Setelah mobilnya melewati tikungan, ia langsung tancap gas dengan kecepatan cahaya.
Marco melirik wanita di sampingnya. Ia sedang memejamkan matanya dan mulutnya sedang komat-kamit. Apa yang sedang dilakukan wanita itu? Membaca mantra? Ck.
Merasa tidak ada yang mengikuti lagi, Marco memacu mobilnya normal seperti mobil-mobil lainnya. Marco yakin dua mobil yang mengejarnya tadi tidak dapat menemukannya karena Marco berhasil mengacaukan mereka dengan tiga tikungan yang Marco lewati.
Tidak terasa matahari sudah benar-benar tenggelam. Tidak ada sedikit pun cahaya matahari yang tampak. Adanya hanya kegelapan ditemani lampu jalan.
“Terima kasih,” ujar wanita itu menghancurkan keheningan di antara mereka.
“Terima kasih juga sudah membuatku repot dan semua ini tidak gratis,” ucap Marco dengan nada sinisnya.
Wanita itu diam. Mungkin merasa tidak enak hati?
Marco mendengar suara lain selain suara mesin mobil. Suara perut yang kelaparan. Itu bukan berasal dari Marco tapi dari wanita di sampingnya. Memalukan.
“Kau lapar?” tanya Marco, sesekali ia melirik wanita itu. Terlihat wanita itu sedang memegangi perutnya. Sudah tidak diragukan lagi, dia pasti kelaparan.
Wanita itu menyengir bodoh sambil mengangguk malu.
Kebetulan 500 meter lagi ada tempat peristirahatan dan pombensin. Marco berniat akan mengajaknya makan dan akan memanggil orang suruhan Marco untuk membawakan mobil yang lain. Marco tidak ingin ada aksi kejar-kejaran lagi. Ia harus meninggalkan jejak.